Mohon tunggu...
Mylab Thereader
Mylab Thereader Mohon Tunggu... Book Reader -

MyLab - Book Reader. Even when we read a novel or fiction, we are not reading a drama, romance, horror, epic or thriller. We learn the human being way of thinking, its behavior, culture and strategies to deal with a situation. Blog https://jemlibrary.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

The World is Flat: Lapangan Permainan dan Persaingan Global Sedang di Setarakan

3 Juli 2017   22:41 Diperbarui: 5 Juli 2017   01:12 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Percayalah, ini tak ada kaitannya dengan isu bumi bundar atau bumi datar. Lihat disekeliling kita hari ini: tak perlu pergi ke luar negeri untuk dapat menikmati produk makanan fast food tertentu. Mulai dari komoditas produk, teknologi, keuangan hingga sumberdaya manusia dari berbagai negara dengan beragam budaya dan bahasa kita menjumpainya berada di sekeliling kita hari ini, begitu mudahnya, tanpa perlu menempuh perjalanan berbulan-bulan ke belahan dunia yang lain seperti yang dilakukan oleh penjelajah Eropa pada abad pertengahan untuk mendapatkan atau menemukannya. Seolah-olah kita sedang berada di tempat lain, atau seolah-olah kita bisa berada dimana saja ketika bahkan tak beranjak dari tempat kita berada. Begitulah fenomena yang sedang ditangkap.

The World is Flat adalah judul buku yang ditulis oleh Thomas L. Friedman. Release yang paling akhir (release 3.0) diterbitkan pertama kali  tahun 2007. Kami yakin, karena buku ini memang populer pada waktu itu, banyak pembaca yang telah memahami isinya. Tapi demikianpun, paling tidak ini menjadi sebuah refreshing. The world is flat adalah metafora, dengan cara itu Friedman sedang menyampaikan apa yang sedang terjadi dalam dua dekade terakhir sejak runtuhnya tembok Berlin tahun 1989. Dalam pandangan Friedman ada 10 sebab - atau flattener - yang mendorong The world is flat terjadi. Berikut paparan ringkas interpretasi atas beberapa faktor flattener yang sangat penting.

Runtuhnya Tembok Berlin

Runtuhnya tembok Berlin tahun 1989 yang membagi Jerman dalam dua blok kekuasaan yaitu blok barat yang dikuasai oleh pemerintahan liberal - demokrasi dan blok timur yang dikuasai pemerintahan sosialis - komunis merupakan simbol pembebasan dan keterbukaan peradaban menuju alam demokrasi dan hak asasi manusia. Keruntuhan tembok Berlin memberi dampak pada sejumlah negara untuk memilih menjadi lebih liberal dan demokratis. 

Banyak negara yang sebelumnya lebih tertutup dan memproteksi dirinya serta menjalankan sistem perekonomian yang sepenuhnya dikendalikan oleh negara, membuka diri lebih lebar bagi investasi asing dan mekanisme pasar bebas. Walaupun banyak faktor lainnya dari sisi analisis politik dan ekonomi, namun menurut Friedman, informasi yang tak terbendunglah yang menyebabkan runtuhnya tembok Berlin.

Sudah lazim bagi negara-negara totaliter tirai besi waktu itu untuk mengendalikan dan membatasi informasi yang boleh diserap oleh warga negaranya agar tidak mempengaruhi ide-ide dan cita-cita ideologis yang dianutnya. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang telah dimulai di awal 1980, pesatnya laju informasi yang mampu menyebar kemana saja tak dapat dibendung. Teknologi informasi dan telekomunikasi saat itu seperti telepon, mesin fax, dan televisi menyampaikan segala jenis informasi hingga ke individu-individu warga negara. 

Orang menerima telepon dari temannya yang berada di blok barat atau menonton berita dan menyaksikan dunia yang lebih demokratis dan hak asasi manusia, atau mendengar tentang peluang kemakmuran yang mungkin bisa diperoleh dari mekanisme pasar bebas, semuanya memberi motivasi untuk menuju dunia demokrasi dengan jaminan hak asasinya; selain itu, seperti menurut Francis Fukuyama dalam The End of History and The Last Man, bahwa selalu menjadi tuntutan dalam diri setiap manusia untuk mendapatkan hak kebebasannya dari penindasan, maka demikianlah yang terjadi. Runtuhnya tembok Berlin dipicu oleh penyebaran informasi yang tak dapat dibendung yang membentuk dan menggiring opini publik menuju demokrasi - liberal dan hak asasi manusia merupakan pintu gerbang bagi era investasi asing serta mekanisme pasar bebas yang masuk ke negara-negara yang sebelumnya lebih menutup diri dan atau yang menjalankan pemerintahan secara sentralisasi, dan ini adalah flattener pertama bagi  terbentuknya the world is flat.

Kemajuan Teknologi di Bidang Transportasi dan Informasi - Telekomunikasi

Segera setelah keruntuhan tembok Berlin, tahun 1990 selanjutnya menjadi tahun awal konektivitas global. Ditandai dengan munculnya internet, world wide web dengan browser PC-nya dan software yang bisa terintegrasikan kedalam world wide web. Internet mentransmisikan paket informasi keseluruh device terkoneksi, bersama dengan world wide web, memungkinkan setiap orang dapat melakukan posting dan berbagi konten digital seperti gambar, film, berita, musik, ilmu pengetahuan, atau informasi lainnya. 

Namun segera semua orang yang terhubung ingin melakukan lebih dari sekedar melihat dan mengirim e-mail, gambar, berita dan musik melalui platform internet ini. Mereka ingin membentuk dan merancang sesuatu, menjual atau membeli barang, mencatat persediaan, mengurus transaksi pajak dan banking hingga mengendalikan proses bisnis manufaktur, dan bisa dilakukan dari mana saja tanpa hambatan.

Seperti yang kita lihat dewasa ini, web site menjadi semakin interaktif dan lebih dari sekedar dimanfaatkan untuk melakukan posting dan berbagi konten. Kemajuan ini memungkinkan lebih banyak orang dari berbagai tempat bisa terlibat untuk merancang, menampilkan, mengelola, dan berkolaborasi pada pekerjaan maupun bisnis. Ruang kerja kita hari ini, dipenuhi oleh perangkat teknologi Informasi dan komunikasi yang terhubung dengan internet sehingga dari tempat dimana kita berada, kita dapat terhubung secara real time dengan mitra kerja global, mulai dari sekedar say helo, melakukan komunikasi, kolaborasi hingga akses remote man to machine untuk device yang berada dibelahan bumi manapun, semuanya hampir memungkinkan untuk dilakukan bersamaan dalam satu waktu. Bayangkan dampak yang bisa kita dapatkan darinya. Sebuah pekerjaan dapat di delegasikan melewati hambatan jarak, waktu dan batas wilayah. 

Sebuah perusahaan Amerika melakukan outsourcing untuk pekerjaan call center-nya kepada perusahaan yang berada di India untuk melayani customer-nya yang bahkan berada di Amerika. Pemantauan dan pengendalian aktifitas dan proses bisnis offshoring di suatu tempat oleh perusahaan induk-nya yang berada di tempat lain memungkinkan untuk dilakukan dengan mudah.

Konektivitas global internet bersama world wide web memberi kesempatan bagi setiap individu dengan device-nya yang terkoneksi dengan internet untuk mendapatkan informasi yang sama tentang sumber daya, komoditas produk, pasar, ilmu pengetahuan dan informasi lainnya dan karena itu memungkinkan untuk memiliki peluang yang sama dengan yang lain ketika mengambil bagian dalam kompetisi global. Bayangkan sebuah situs dengan beragam komoditas di dalamnya. Kita kapanpun dapat berpartisipasi mengambil peran yang kita inginkan dalam rantai pasok global, bahkan hampir tanpa perlu menyimpan persediaan barang dagangan dan memungkinkan untuk memulai sebuah bisnis dengan sumberdaya yang sangat minim, seperti model dropship reseller yang sekarang lagi trend. Dan ketika kita melakukan ini, maka kita tak sekedar bersaing di level antar individu, namun kita sebagai individu juga bersaing dengan perusahaan bisnis.

Dalam istilah Friedman the playing field is being leveled ketika setiap individu, dengan konektivitas internet, mampu mendapat informasi yang sama tentang sumber daya, komoditas produk, pasar, ilmu pengetahuan dan informasi lainnya; dan theglobal competitive playing field is being leveled ketika setiap individu, dengan penguasaan informasi yang setara dan konektivitas internet, memiliki peluang yang sama dengan yang lain untuk mengambil bagian dalam kompetisi global dan dapat menjalankan aktivitas operasinya dimanapun secara global, dan bersaing dengan perusahaan bisnis. Itu adalah beberapa dari dampak yang ditimbulkan dari era konektivitas global internet, dan ini merupakan salah satu flattener lainnya yang mendorong the world is flat.

Kekuatan Raksasa China

Selain kemajuan teknologi di bidang transportasi dan informasi dan telekomunikasi seperti yang telah disampaikan di atas, masuknya kekuatan raksasa China satu dekade setelah runtuhnya tembok Berlin menjadi anggota WTO pada tahun 2001 juga dipertimbangkan sebagai salah satu flattener yang sangat menentukan bagi dunia global. Sebagai bagian dari anggota WTO, maka China telah menjadi tunduk sepenuhnya dengan standar aturan hubungan internasional dan perdagangan global WTO. Sehingga dari sebuah negara sosialis sentralisasi yang secara tradisi sangat berakar kuat, China kemudian membuka diri bagi investasi luar dan perdagangan bebas.

Bukannya tanpa alasan ketika China memutuskan untuk bergabung dengan WTO. Globalisasi dengan perdagangan bebasnya sedang memberi tantangan besar bagi China. Kalau tetap ingin bertahan menjadi salah satu kekuatan dunia yang dipandang, tak ada cara lain kecuali berpartisipasi didalam globalisasi dan pasar bebas dan kemudian mengambil tempatnya untuk menjadi salah satu kekuatan flattener yang menentukan dunia global. Menutup diri berarti menjadi tertinggal dan kehilangan kekuatannya yang diperhitungkan selama ini. 

Namun, ini semua menuntut perlunya dilakukan reformasi birokrasi internalnya dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Dengan semangat sosialis yang telah menjadi tradisi dan berakar begitu kuat, tak ada peluang reformasi birokrasi internal bisa dilakukan sendiri dari dalam. Dengan berpartisipasi menjadi anggota WTO, pada dasarnya China sedang memasukan pengaruh atau campur tangan luar sebagai bantuan untuk "memaksa" dijalankannya reformasi birokrasi internal yang tak dapat dilakukannya sendiri dari dalam.

Sebagai anggota WTO baru, kekuatan yang dimiliki China saat itu adalah jumlah penduduk yang dimilikinya, dan segera China menjadi pasar yang potensial; namun tidak itu saja, dengan jumlah penduduknya China memerlukan sumber penyediaan lapangan kerja; dan dengan kekuatan jumlah penduduk itu China mampu menyediakan low cost laborer; ditambah berbagai insentif yang diberikan bagi investasi asing. China kemudian segera dilirik menjadi tempat tujuan offshoring ideal. Menjadikan China sebagai wilayah tujuan offshoring yang low cost berarti meningkatkan kemampuan kompetitif negara yang melakukan offshoring disana karena ini bisa memberi harga komoditas produk yang lebih murah dan lebih mampu bersaing di pasar global. Itu peran pertama raksasa China sebagai flattener, membuat persaingan global menjadi seimbang melalui harga komoditas produk yang lebih kompetitif: the global competitive playing field is being leveled.

Apa yang dilakukan China dengan membuka dirinya bagi investasi asing dan pasar bebas, dampaknya sama seperti apa yang dilakukan oleh Jerman ketika meruntuhkan tembok Berlin: ini adalah simbol dan tonggak pembebasan dan keterbukaan terhadap perdagangan bebas dan investasi asing yang berdampak pada banyak negara lainnya di muka bumi. Bayangkanlah produk yang di manufaktur di China saat ini yang membanjiri pasar dengan harga yang lebih kompetitif. Low cost offshoring plus insentif-insentif bagi investasi asing yang berdampak pada harga komoditas produk yang kebih murah dan lebih mampu bersaing di pasar global memaksa negara-negara lain, apakah negara yang telah maju maupun yang sedang berkembang, untuk berkompetisi pada level sama, secara lebih spesifik berarti berkompetisi dengan sang raksasa. 

Bagi negara-negara yang sedang berkembang, seperti diantaranya Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Meksiko dan Brasil mau tak mau harus melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan China, membuka diri lebih lebar plus memberi insentif-insentif bagi investasi asing, sehingga memungkinkan dirinya cukup menarik untuk menjadi tujuan offshoring yang low cost agar dapat meningkatkan kemampuan saingnya di pasar bebas dan sekaligus menyediakan lapangan kerja bagi penduduknya. Dan lagi-lagi raksasa China mengambil perannya sebagai flattener yang membuat persaingan global menjadi seimbang dengan mendorong negara-negara maju berkompetisi pada level yang sama; sedang bagi negara berkembang di dorong untuk membuka diri terhadap investasi asing dan menjadikan dirinya semenarik mungkin untuk dapat menjadi tujuan offshoring yang low cost: the global competitive playing field is being leveled.

Namun menjadikan negaranya sebagai tujuan offshoring yang low cost adalah strategi jangka pendek. Adalah sophistical ketika bisnis sepenuhnya hanya disandarkan pada obyektif-obyektif untuk mengejar low cost atau low wages tanpa berupaya untuk meningkatkan kualitas, produktivitas dan penguasaan teknologi. Ini berarti juga menyangkut peningkatan kualitas sumberdaya manusianya. Dengan menjadi anggota WTO dan membuka diri bagi investasi asing, berarti memberi peluang untuk melakukan alih teknologi dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya. Ambisinya adalah melampaui Amerika dan uni Eropa dalam 30 tahun ke depan sejak menjadi anggota WTO.

So in thirty years we will have gone from "sold in China" to "made in China" to "designed in China" to "dreamed up in China" or from China as collaborator with the worldwide manufacturers on nothing to China as a low-cost, highquality, hyperefficient collaborator with worldwide manufacturers on everything. This should allow China to maintain its role as a major flattening force, provided that political instability does not disrupt the process. Indeed, while researching this chapter, I came across an online Silicon Valley newsletter called the Inquirer, which follows the semicon ductor industry. What caught my eye was its November 5,  2001, article headlined "China to  Become Center of Everything." It quoted a China  People's Daily article that claimed that four hundred out of the Forbes 500 companies have invested in more than two thousand projects in  mainland China. And that was five years ago.

Sampai hari ini, itu berarti sudah 16 tahun sejak sang raksasa menjadi anggota WTO. Dan kita pernah merasakan dampaknya ketika China memutuskan sebuah kebijakan untuk melakukan devaluasi mata uangnya. Dengan demikian, hanya dalam tempo 16 tahun sejak menjadi anggota WTO, China telah berhasil melakukan alih teknologi, meningkatkan kualitas dan produktivitas manufakturnya dan yang lebih penting, telah berhasil meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya dan secara sukses melakukan reformasi birokrasi internalnya. 

Sang raksasa telah menguasai informasi tentang sumber daya, komoditas produk, pasar, ilmu pengetahuan dan informasi lainnya secara setara dengan negara maju lainnya, dan karena itu memiliki peluang yang sama dengan yang lain ketika mengambil bagian dalam kompetisi global. Sehingga tidak sekedar menjadi flattener bagi kemampuan kompetitif negara yang melakukan offshoring di wilayahnya (theglobal competitive playing field is being leveled) namun juga menjadi flattener bagi seluruh lapangan permainan (the playing field is being leveled). Dan ini adalah satu-satunya flattener paling berpengaruh dari flattener yang manapun.

Penutup

The world is flat walaupun tak begitu tepat, mungkin kita lebih familiar dengan istilah globalisasi: semakin mengecilnya hambatan jarak, waktu, dan batas wilayah serta akses informasi yang disebabkan oleh kemajuan teknologi di bidang transportasi dan informasi - telekomunikasi; demokrasi - liberal beserta pasar bebas biasanya akan selalu menyertainya. Karena itu, mulai dari komoditas produk, teknologi, keuangan hingga sumberdaya manusia dari berbagai negara dengan beragam budaya dan bahasa kita bisa menjumpainya berada di sekeliling kita hari ini. 

Sejauh ini, kecendrungan untuk menuju pasar bebas dan keterbukaan atas investasi asing adalah sesuatu yang tak dapat dibendung; dan yang terbaik adalah menyiapkan diri kita bersama sebuah strategi, agar kita bisa mengambil kesempatan dan manfaat atasnya, sehingga suatu hari alih teknologi bisa dilakukan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing bisa dicapai yang pada gilirannya memberi kekuatan dan kemampuan saing serta eksistensi sebuah negara dan bangsa.

Akhirnya sebagai penutup, kami mengutip syair yang dibuat oleh Jack Perkowski, Chairman dan CEO ASIMCO Technologies, manufakturer otomotif Amerika:

Every morning in Africa, a gazelle wakes up. It knows it must run faster than the fastest lion or it will be killed. Every morning a lion wakes up. It knows it must outrun the slowest gazelle or it will starve to death. It doesn't matter whether you are a lion or a gazelle. When the sun comes up, you better start running.

Selamat membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun