Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Eyang Sugih

17 Mei 2020   09:18 Diperbarui: 17 Mei 2020   09:18 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Cis, cis," ucap gadis kumal dengan bibir tersenyum sumringah, seperti anak-anak minta jatah ampao.

"Duit, dia minta duit, kasih aja," ucap Ibu dari belakang punggungku.

"Makasih, makasih." Sekiranya itu yang terucap dari bibirnya, setelah aku memberikan selembar uang dua puluh ribuan, gadis itu berlalu.

"Tadi mah lima ribu aja, dia mah asal dikasih duit, udah." Aku hanya tersenyum sebagai ganti jawaban ucapan ibu. Kemudian melanjutkan masuk ke rumah Eyang Sugih.

Masa kanak-kanak dulu, aku sering sekali ke rumah ini. Hampir seluruh acara keluarga selalu dilaksanakan di sini. Dari mulai arisan mingguan, arisan keluarga, hingga halal bihalal keluarga besar Eyang Tirta Kencana. Ayah dari Eyang Sugih, yang juga kakek buyutku dari pihak ibu.

Namun setelah aku lulus SMA, acara halal bihalal tak pernah diadakan lagi, entah apa sebabnya.

Dulu kelurga Eyang Tirta Kencana sangat berpengaruh. Hampir separuh tanah di desa ini miliknya. Namun kini semua telah berubah, meskipun masih tergolong kaya, Eyang Kaji tidak seperti dulu lagi.

Setelah dibagi-bagikan pada anak-anak nya, sedikit demi sedikit hartanya terkuras habis. Bukan karena usahanya bangkrut atau biaya rumah sakit, tetapi kelakuan cucu-cucunya yang kelewatan. Sering mencuri barang-barang milik Embahnya untuk dijual. Hidup berfoya-foya menjadi tabiat anak keturunan Eyang Sugih.

Eyang Sugih adalah anak bungsu dari Eyang Tirta Kencana, karena itulah ia paling besar menerima harta warisan. Jangan tanya aturan mana mengenai pembagian warisan seperti itu, meskipun tidak semua, banyak yang mempraktekan demikian.

Mendapat harta warisan besar, tidak serta merta menjadikan kehidupan Eyang Sugih baik. Rusdi, anak bungsunya meninggal karena overdosis saat usia masih muda, dengan meninggalkan anak perempuan abnormal. Sementara istri Rusdi, kabur bersama pria lain setelah melahirkan Rusmini, puterinya.

Masih teringat jelas diingatan. Dulu, Rusdi menikah dengan Ruminah setelah diarak di jalanan kampung, ke kantor Desa. Meskipun waktu itu aku tak mengerti apa yang terjadi, lambat laun aku paham bahwa mereka telah melakukan perbuatan asusila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun