Mohon tunggu...
mutiaalauwia
mutiaalauwia Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bobby menonton, saya senang bermain tiktok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Begadang Bukan Solusi : Ketika Malam Yang Terjaga Menjadi Musuh Kesehatan dan Produktivitas

16 Juni 2025   08:39 Diperbarui: 16 Juni 2025   08:39 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
contoh gambar ilustrasi orang bergadang

Oleh: [Mutia Alauwia]

"Jangan begadang kalau tiada artinya..." --- Rhoma Irama tak sedang bercanda.


Di era yang katanya serba cepat dan kompetitif ini, begadang sudah seperti sahabat karib bagi banyak orang. Dari mahasiswa yang mengejar deadline, pekerja kantoran yang diburu target, hingga konten kreator yang mengejar tren malam hari---semua tampaknya sepakat: tidur bisa ditunda, tapi pekerjaan dan peluang tidak.

Namun, apakah kita benar-benar tahu apa yang sedang kita bayar dari tiap jam tidur yang hilang?

Tidur: Kebutuhan Bukan Kemewahan

Sering kali kita menganggap tidur sebagai aktivitas pasif, tidak produktif, bahkan membuang waktu. Padahal, tidur adalah investasi biologis paling murah namun paling vital. Dalam tidur, otak menyortir memori, tubuh memperbaiki sel-sel rusak, dan hormon bekerja menyeimbangkan metabolisme. Ketika tidur dikorbankan, yang terganggu bukan hanya energi esok hari, tapi juga kestabilan tubuh dan pikiran dalam jangka panjang.

Begadang dan Ilusi Produktivitas

Banyak yang merasa bisa menyelesaikan lebih banyak pekerjaan saat malam tiba. Sepi, tenang, dan bebas distraksi. Tapi riset membuktikan sebaliknya. Kurang tidur justru menurunkan konsentrasi, memperlambat reaksi otak, dan meningkatkan risiko kesalahan. Ibarat mobil yang tetap dipacu dalam kondisi mesin aus, akhirnya justru mogok di tengah jalan.

Ironisnya, kita sering merasa produktif saat begadang, padahal otak sedang bekerja dalam mode bertahan hidup. Kita jadi cepat lelah, mudah tersinggung, dan kehilangan daya kreativitas yang seharusnya menjadi nilai tambah pekerjaan itu sendiri.

Bahaya Kesehatan yang Mengintai

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa tidur kurang dari 6 jam per malam dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, obesitas, bahkan depresi. Tidak hanya fisik, kesehatan mental pun terancam. Keseringan begadang bisa memicu gangguan kecemasan, burnout, bahkan depersonalisasi.

Bukan cuma mitos, kantung mata hitam, kulit kusam, dan mudah sakit adalah alarm awal tubuh yang kita abaikan. Hingga akhirnya, tubuh tak lagi bisa diajak kompromi.

Kultur Begadang yang Perlu Ditinggalkan

Sayangnya, dalam banyak lingkungan, begadang dianggap sebagai simbol kerja keras. "Tidur itu untuk orang malas," katanya. Padahal, mereka yang tahu kapan harus istirahat dan mampu menjaga ritme hidup sehat justru yang akan bertahan lebih lama dalam maraton kehidupan.

Kita perlu membalik narasi ini. Tidur bukan kelemahan, tapi strategi bertahan. Manusia bukan mesin, dan bahkan mesin pun butuh perawatan.

Penutup: Saatnya Kembali Menyapa Pagi

Kesehatan bukan semata-mata soal fisik, tapi juga tentang bagaimana kita menghargai diri sendiri. Jika tidur adalah bentuk self-love paling dasar, maka begadang berlebihan adalah bentuk pengabaian paling halus.

Mari berhenti meromantisasi malam tanpa tidur. Karena esok yang cerah, butuh malam yang cukup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun