Komentar ini juga menjadi bukti bahwa psikososial konsumen budaya massa dibentuk oleh aktor industri budaya tersebut sehingga merasa struktur masyarakat telah sedikit berubah menjadi lebih progresif karena adanya konten berbagi rezeki.
Narasi yang dibawa dalam konten berbagi rezeki seperti melakukan usaha riil untuk membantu orang lain, memotivasi orang lain untuk berbagi memang tidak sepenuhnya salah, objek berbagi dalam video mungkin bisa mendapat kesempatan untuk merubah hidupnya melalui kepopuleran video tersebut.
Namun yang tidak mereka sadari adalah bahwa kisah hidup adalah satu-satunya daya tarik dan menjadi objek rasa iba yang dikemas oleh industri kebudayaan yang nyatanya tidak memiliki intensi jelas untuk mengentaskan kemiskinan atau memberdayakan masyarakat.
Produk budaya populer ini merupakan hasil dari buatan industri kebudayaan yang dilakukan untuk menciptakan kesadaran semu dan komodifikasi kemiskinan.
Solusi jangka panjang yang dapat dilakukan untuk menghentikan fenomena eksploitasi kemiskinan yang paling utama adalah upaya dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah serta penghentian produksi konten oleh industri kebudayaan yang berwenang.
Di sisi lain, solusi yang dapat dilakukan masyarakat umum adalah membuat konten kritik yang menjadi tandingan dari konten berbagi rezeki, bisa berbentuk edukasi, video blog maupun drama.
Salah satunya telah dilakukan oleh kanal youtube dengan nama RemoTivi dengan video yang berjudul “Sirkus Kemiskinan di Layar Kaca” hal ini akan menarik minat masyarakat sehingga dapat membawa sebuah kesadaran akan eksploitasi yang dilakukan oleh industri kebudayaan.
***
REFERENSI
Kaufholz, Eliane. 2012. Kulturindustrie Adorno&Horkheimer. Editions Allia: Paris. ISBN : 978-2-84485-436-0.
Adorno, Theodor W., dan Horkeimer, Max. 2002. Dialectic of Enlightenment. Stanford University Press: California. ISBN o-8047-3632-4
Storey, John. Cultural Theory and Popular Culture An Introduction. University of Sunderland: England. 10.2307/432052