Misalnya saja Puisi Pada Suatu Pagi Hari, milik Pak Sapardi. Atau lagu-lagu puitis milik Pak Ebiet juga banyak bercerita tentang embun dan kupu-kupu: Sebening Embun, dan Kupu-kupu kertas.Â
Atau tak usah jauh-jauh, Puisi dari sesama Kompasianer lihat saja puisi dari Zaldy Chan, beliau suka sekali mengutak-atik seputar pagi hari, embun, dan kupu-kupu.
Lalu mengapa puisi klise ini tetap nikmat untuk kita baca? Â Jimat macam apa yang dipakai LFA dalam proses penulisan puisi yang klise namun sedap itu? Mari kita bedah lebih dalam lagi.
Analisis Jimat yang dipakai LFA dalam Puisi Pada Suatu Pagi
1. Diksi yang Sederhana namun Segar
Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).
Kecerdikan LFA dalam memilih dan memilah diksi inilah jimat/kekuatan utama yang terkandung sehingga puisi ini menjadi begitu nikmat.Â
Berkat penggunaan diksi yang tepat, puisi Pada Suatu Pagi tetap terasa unik walaupun sudah banyak sekali puisi lain yang bertemakan sama. Perhatikan baris pertama puisi ini:
Pada suatu pagi, aku bertanya pada bulir embun. Untuk apa ia diciptakan jika kemudian harus dilesapkan?
Lihat.. dengan kalimat sederhana seperti itu saja kita sudah bisa merasakan suasana dingin dan segar pada suatu pagi hari. Perasaan itu muncul karena LFA dengan cerdik menempatkan diksi bulir untuk menegaskan kata embun.Â
Di mana kalau kita membaca kata bulir, tentu yang kita bayangkan adalah butir-bulatan-bulatan air yang segar, dan ketika membaca embun tentu akan terbayang di otak lita suatu keadaan yang amat dingin.
Jika misal kata bulir dihilangkan: aku bertanya pada embun. Pembaca mungkin tak dapat membayangkan dengan sempurna bagaimana bentuk embun. Iya nggak?
Kemudian, apa yang terbayang olehmu ketika membaca kata dilesapkan? Lesap, Ini kata yang asing, jarang dipakai. Tanpa buka kbbi, kamu tentu tidak tahu persis apa arti kata tersebut, bukan?