Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sabang, Kota di Ujung Sumatera yang Sayang Dilewatkan

23 Juli 2019   10:27 Diperbarui: 23 Juli 2019   10:45 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi-pagi kita udah cus untuk berangkat ke Sabang dari Banda Aceh, untuk ke sana kita memilih pakai becak motor ke pelabuhan Ulele, sebenernya lumayan jauh tapi kita cuma bayar bentor  30 ribu. Murahhhh....!

Pelabuhan ini lumayan rame dan banyak bule. Sebenarnya kelas kapal yang tertera di loket cuma bisnis dan eksekutif tapi saya  inisiatif aja tanya apa ada kelas ekonomi dan ternyata ada!

Tapi tiket ini disembunyiin, padahal lumayan harga ekonomi Rp 70 ribu kalau bisnis sampai eksekutif sampai ratusan ribu dan asal kalian tahu, kelasnya enggak dipisahin antara bisnis dan ekonomi hehehe....

Perjalanan sekitar sejam untuk ke ujung sumatera ini, meski saya berangkat pagi di pelabuhan juga sudah rame makanya harus beli tiket buru-buru biar enggak abis. Sebagai informasi, jalur ini hampir selalu ramai orang hilir mudik Sabang-Banda Aceh plus wisatawan jadi tiketnya suka cepet habis. Di sana kita dijemput sama guide teman bang faisal, seorang pria asli asal Sabang.

Saya rental mobil seharga Rp 500 ribu untuk 2 hari. Kalau wisata di hari Jumat, usahakan kejar waktu karena toko dan aktivitas di Sabang  total hampir berhenti kalau pas hari Jumat karena salat Jumat. Dibanding di daerah lain, salat Jumat di sini lebih lama. Jadi karena bingung mau kemana dan kita belum bisa lanjut ke Iboih, akhirnya saya dan mama mutusin nongkrong bareng ibu-ibu yang ternyata lagi gosiiiiip, kita sih numpang mau istirahat di bangku kayu dan membiarkan mereka saling berbincang.

Tapi meski sudah berusaha memejamkan mata, tetap tak jua tidur. Sebabnya cerita si ibu-ibu lebih seru untuk didengar. Dengan berapi-api mereka cerita tentang suami, dan salah satu dari mereka ternyata pelakor. Etdah....


Ternyata dari kota Sabang ke Iboih waktunya  bisa sampai 2 jam dan jalannya itu serem, jalanan naik turun, rumah-rumah penduduk pun jarang.

Iboih-Rubiah

Sampai di Iboih, sebenernya pantainya kecil dan enggak bagus-bagus amet plus sesak dengan tukang banana boat. Lihat begini saya langsung males. Tapi saya niat mau nyebur dan nyeberang ke Rubiah. Ternyata enggak menyesal, karena Rubiah cantik dalam lautnya. Untuk snorkeling oke banget apalagi diving, jangan lupa pakai fin katanya banyak bulu babi dan hewan aneh.

Sepanjang saya snorkeling di berbagai tempat,  ini tempat yang paling warna warni selain pantai Bira Sulsel. Ikan-ikannya enggak takut sama manusia dan cuma jarak 10 meter dari bibir pantai udah banyak banget ikannya waaaah! Usut punya usut ternyata katanya ikan ini dipelihara sama warga makanya enggak takut manusia.

Lucunya si mama yang tadi enggak ada rencana nyebur snorkeling tiba-tiba ikutan nyebur karena sayang bgt kan sudah sampai Iboih dan pulau Rubiah tapi gak lihat dalam lautnya. Mama yang gak bawa baju akhirnya mendadak beli baju dan pakai baju seadanya tapi dia excited banget karena itu pertama kalinya mama snorkeling hahaha...

Namun yang bikin saya sebel, meski baru pertama si mama lebih jago snorkeling daripada anaknya ini. Bete~

0 Kilometer

Dari Iboih kita langsung tancap gas untuk kejar sunset di 0 kilometer. Jalanan menuju ke sana sih deket sekitar 15 menit dari Iboih tapi ekstrem gitu karena matahari jarang tembus ke jalan karena tertutup rindangnya pohon. Apalagi masih banyak hewan liar yang ditemui di jalan, salah satunya babi hutan.

Dokpri
Dokpri
Usut punya usut ternyata babi itu punya nama dan jadi primadona kalau kita ke 0 kilometer. Lagi-lagi si babi gak takut sama manusia hehehe karena sering menyapa turis di sini.

Dengan pakaian seadanya karena si mama enggak bawa baju, kita tetap foto-foto di sana. Sayang, lagi ada pembangunan di 0 kilometer. padahal niatnya mau lihat sunset dari atas menara ehhh... menaranya belom jadi. Katanya di sana kita bisa minta serifikat bukti kalau kita pernah ke sana tapi enggak penting juga sih menurut saya hahaha.

Meski sedikit berdebu tapi cantiknya sunset gak bisa terhalangi. Apalagi sambil minum es kelapa sama rujak aceh hahaa.... ya meski pas momen tenggelamnya sang surya harus diburu bgt sampe desek-desekan bersaing sama turis bule dan domestik tapi tetap aja seru. 

Dokpri
Dokpri
Kita enggak bisa lama-lama di sini karena harus segera balik ke kota Sabang. karena jarak balik lumayan jauh sampai 2 jam dan harus melewati rumah penduduk yang jarang berikut tebing dan hutan soooo lebih cepat lebih baik..

Sopir pun langsung melajukan mobilnya dengan kencang, saat itu entah kenapa suasana jadi tegang. karena jalanan gelap banget, mobil jarang, nyokap duduk gak santai sambil baca wirid dan beberapa kali khawatir soal begal. Maklum di Jakarta lagi banyak begal. kalau sudah kek gini biasanya saya bete karena kadang nyokap sukses bikin semua orang jadi ketakutan. Baeklah.

Meski udah teramat lelah, tapi saya sama mama masih semangat berburu sate gurita. Akhirnya sampai di penginapan kita pake bentor yang harganya cuma Rp 5 ribu bolak balik. Abangnya baik dan ngocehhhh terussoal dia masih membujang hahaha.

 Satu-satunya tempat yang enak jual sate gurita adalah Taman Remaja dan kuliner di Sabang. Rame banget, semula kita mau menikmati malam di sana sambil menikmati angin pantai, tapi karena rame kita mutusin balik ke hotel mungil kita yang harganya cuma 85 ribu semalam hehehe. Padahal si abang ojek udah bilang mau tungguin kapan aja tapi tetap saja enggak enak. Saya enggak suka menunggu makanya saya enggak mau membiarkan org lain menunggu.

Dokpri
Dokpri
Kalau kalian jalan kemanapun jangan lupa ngobrol ngalor ngidul soal kehidupan dan budaya di tempat jalan-jalan kalian sama orang lokalnya. Sama kayak saya yang lagi dengerin cerita si abang berhanduk ini yang bilang kalau di Sabang tuh terkenal aman. Soal ini saya rasa benar adanya, karena pas pulang saya temui banyak perkakas pembangunan yang tergeletak begitu saja. Padahal kalau ini di Jakarta sudah habis dicolong orang hm...

Abang ini  juga cerita soal dia yang melajang karena pilihan hidup dan apatis soal pernikahan. Untuk yang satu ini saya senyum aja, hahaha

Kelaperan teramat sangat, langsung kita sambar tuh sate gurita sesampainya di hotel, baru beberapa gigitan, mati lampu. Alamak! Sudah kebayang aja nih pemerataan listrik amburadul ala Indonesia.... ga nyala2 broh! Alhasil kita minta lilin, makan dan tidur gelap-gelapan dengan tempat tidur super kecil yang buat kita tidur saling memeluk dan memunggungi :)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun