Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi Generasi Z. Mereka dikenal sebagai generasi yang sangat akrab dengan teknologi dan merasa nyaman mengekspresikan diri secara bebas melalui berbagai platform, salah satunya Instagram. Salah satu fenomena yang menarik dan cukup terkenal di kalangan mereka adalah penggunaan Second Account atau akun kedua di Instagram. Akun ini berfungsi sebagai ruang personal dan anonim yang memungkinkan mereka berekspresi tanpa tekanan dari pandangan orang lain.
Seperti Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2019) mengeksplorasi bagaimana remaja di Indonesia menggunakan media sosial untuk pembentukan identitas diri. Studi ini menemukan bahwa platform seperti Instagram dan TikTok digunakan oleh remaja untuk mengekspresikan diri, mengeksplorasi minat, dan membangun citra diri yang diinginkan. Namun, tekanan sosial untuk menampilkan kehidupan yang sempurna sering kali menyebabkan stres dan kecemasan di kalangan remaja.
Penggunaan media sosial secara intensif oleh Generasi Z memiliki dampak signifikan terhadap pembentukan identitas dan interaksi sosial mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Valkenburg dan Piotrowski (2017), media sosial dapat menjadi alat untuk eksplorasi identitas dan ekspresi diri, namun juga dapat membawa konsekuensi negatif seperti tekanan untuk selalu terlihat sempurna dan kecemasan sosial.
Dengan penggunaan second accound Instagram pengguna merasa bebas mengekspresikan diri tanpa memikirkan untuk membangun citra yang baik di sosial media. Melalui artikel ini, kita akan memahami bagaimana Second Account menjadi pelarian bagi Generasi Z dari tekanan sosial dan bagaimana teori dari Erich Fromm dan Erik Erikson dapat menjelaskan fenomena ini secara psikologis.
Fenomena Second Account sebagai Ruang Ekspresi Bebas
Berdasarkan penelitian yang dipublikasi dalam prosiding "Resiliensi Indonesia dalam Pusaran Disrupsi Global", diketahui bahwa banyak Generasi Z membuat akun kedua di Instagram sebagai tempat mereka mengekspresikan diri secara bebas. Mereka merasa akun ini sebagai panggung personal yang berbeda dari akun utama yang biasanya digunakan untuk tampil di depan umum. Dengan adanya akun kedua, mereka bisa berbagi aktivitas, hobi, maupun cerita pribadi yang mungkin mereka takutkan jika diunggah di akun utama karena kekhawatiran akan penilaian sosial, cyberbullying, maupun ketidaknyamanan lainnya. Fitur anonim dan kemudahan berinteraksi di akun kedua memberi mereka kebebasan yang lebih besar, sehingga mereka merasa lebih aman dan nyaman untuk mengekspresikan sisi asli dari diri mereka.
Menurut penelitian tersebut, generasi Z menggunakan Second Account sebagai media untuk mengungkapkan identitas diri dan berekspresi tanpa harus memikirkan kecemasan sosial yang biasanya muncul saat mereka berinteraksi dengan orang lain secara langsung maupun melalui akun utama mereka. Mereka merasa bebas untuk menunjukkan kepribadian yang sesungguhnya, yang mungkin selama ini tersembunyi karena adanya tekanan sosial atau ekspektasi dari lingkungan sekitar.
Mengapa Generasi Z Membutuhkan Pelarian ini?
Remaja dan generasi muda berada dalam masa pencarian jati diri dan identitas yang tepat (Erikson, 1968). Mereka mencoba berbagai peran dan cara mengekspresikan diri untuk menemukan mana yang paling cocok. Ketika mereka merasa terlalu terkekang oleh norma sosial dan ekspektasi dari lingkungan, mereka akan mencari ruang yang aman untuk melakukan eksplorasi tersebut. Second Account menjadi salah satu solusinya.
Di satu sisi, fenomena ini juga menunjukkan keinginan mereka untuk tampak otentik dan jujur terhadap diri sendiri. Mereka ingin membangun identitas digital yang mencerminkan diri mereka yang sebenarnya tanpa takut dihakimi. Hal ini sejalan dengan pandangan Erich Fromm mengenai manusia yang membutuhkan kebebasan dan keaslian dalam mengekspresikan dirinya. Fromm menyatakan bahwa manusia butuh ruang untuk mengekspresikan jati dirinya untuk mencapai kebahagiaan dan keseimbangan psikologis. Dengan adanya Second Account, generasi Z merasa memiliki ruang pribadi, sebuah kebebasan internal yang memungkinkan mereka untuk mengekspresikan keasliannya dan tidak terkungkung oleh norma sosial yang membatasi.