Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memang Hanya JK

23 Oktober 2019   13:06 Diperbarui: 31 Januari 2020   15:56 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu-satunya Wapres yang lebih akrab dan terkenal hanya dengan inisial namanya: JK.

Sejak beberapa waktu yang lalu sebenarnya saya ingin menganggit tulisan terkait sosok "(pem)beda" di negeri ini sebagai bentuk apresiasi dan rasa terima kasih terhadap kerja, jasa, prestasi, dan pengabdian panjangnya terhadap bangsa ini (meski, siapalah saya). 

Namun karena belum benar-benar purna masa tugasnya, saya urungkan. Sekarang, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru sudah dilaksanakan, para menteri sudah dilantik.

Saatnya saya tuliskan, setidaknya untuk menghilangkan "rasa punya hutang" sebagai anak bangsa terhadap sosok yang luar biasa berjasa.

Telah banyak orang yang menguraikan tentang Pak JK, satu-satunya Wakil Presiden yang menjabat Wapres dua kali dengan Presiden yang berbeda, baik dari sisi kegesitan kerja dan kinerjanya meskipun dalam usia yang tak lagi muda, prinsip hidup dan karakternya, serta sejarah dan pemikiran-pemikirannya. 

Jadi, apa yang saya tuliskan ini hanyalah usaha untuk mencari yang tersisa dari sebanyak cerita tentang sosok JK.

Kita mengenal Pak JK yang begitu lekat dengan beberapa peristiwa dan istilah. Sebut saja peristiwa Perjanjian Helsinki sebagai tonggak perdamaian di Aceh yang sekian tahun bergejolak. 

JK kemudian dikenal sebagai juru damai dan negosiator ulung, termasuk juga ketika mengatasi beberapa konflik seperti di Ambon, Poso, misalnya. Sebuah prestasi yang tercatat dengan tinta emas dalam perjalanan sejarah bangsa ini.

Menjadi semakin menarik ketika dalam politik dan diplomasi luar negerinya, JK memilih cara "Diplomasi Tangan di Atas"; sebuah gaya diplomasi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa di mata dunia karena tak hanya menjadi bangsa "peminta" tapi dengan berani memosisikan diri sebagai bangsa "pemberi".

Jika beberapa developing country rajin meminta bantuan kepada negara maju, seperti Amerika Serikat misalnya, maka suatu ketika JK dengan percaya diri pernah menawarkan bantuan kepada Amerika. 

Ia datang dengan konsep dan rasionalisasi yang matang. Negara adidaya pun dibuat "menganga", sebagaimana pernah ia ceritakan di Mata Najwa.

Namun meski begitu, jangan sampai merendahkan lawan bicara, apalagi untuk negosiasi perdamaian. Bagi JK, siapapun harus mampu membuat lawan bicaranya terhormat dan merasa dihargai. Modal utamanya adalah konsep dan logika yang lebih matang sehingga memungkinkan lawan bicara menyetujui dengan komitmen yang ditawarkan.

Memang hanya JK

Pak JK juga lekat dengan istilah "Lebih Cepat, Lebih Baik". Sebuah adigium yang sangat representatif dengan pribadi JK yang suka dengan kerja cepat, ambil keputusan untuk kepentingan rakyat. 

Tak perlu menunggu hal-hal yang sifatnya normatif apalagi protokoler. Hal seperti ini yang ia tunjukkan ketika dulu menghadapi bencana Tsunami di Aceh. JK melakukan gerak cepat, membuat kebijakan dan turun lapangan.

Cara kerja seperti ini, banyak menuai pujian sekaligus mengundang pertanyaan, terutama ketika muncul istilah "JK is the real President". Ketika mendampingi SBY, JK disebut banyak "melangkahi" kewenangannya hingga muncul asumsi adanya "Dua Matahari" dalam pemerintahan. 

Padahal, memang begitulah caranya bekerja. Gerak cepat, namun tetap sadar diri dan sadar fungsi. Rumusnya tetap sama. Dalam mendampingi dua Presiden yang berbeda, prinsipnya ysng digunakannya tak berbeda: "Satu langkah di belakang Presiden. Satu tone lebih rendah dari Presiden".

Mengingat Pak JK, juga tak bisa dilepaskan dari kebijakan konversi minyak tanah ke gas, yang ternyata mencapai sukses luar biasa karena benar-benar dirasakan oleh rakyat hingga sekarang. Beberapa kebijakan progresif dan subtantif selama menjadi orang penting di negara ini juga menjadi amal tak putus yang bisa dinikmati hingga saat ini, oleh bangsa ini.

Meski kerap kali ia ingin dibenturkan dengan Presiden, terutama dengan Jokowi, dan tak berhasil. JK tetap mesra dengan Jokowi, karena memang begitulah tugasnya. Jokowi pun tak terlihat baper sehingga salah respon terhadap laku dan kerja JK.

JK dan Kecintaan Terhadap Ilmu Pengetahuan, Membaca, dan Buku

Dalam bidang sosial, apalagi. JK banyak terlibat dan aktif dalam kegiatan dan organisasi sosial kemasyarakatan, terutama kerja-kerja kemanusiaan. Kita tak perlu tahu berapa anak yatim yang diasuhnya, berapa masjid yang dibangun atau dibantunya. 

Kita juga tak perlu membahas soal aktifitasnya di Palang Merah Indonesia (PMI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI), akan sangat panjang.

Tapi yang jelas, satu hal yang pasti, bahwa selain menjadi sosok yang "ahli kalkulator" alias ahli hitung-hitungan secara ekonomi dan pembiayaan, Pak JK adalah sosok pemimpin yang cinta ilmu pengetahuan. 

Tak berhenti belajar dan membaca buku. Dalam beberapa kesempatan, JK selalu menekankan pentingnya kedua hal tersebut.

Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal. Pertama, bahwa untuk menjadi juru damai dan memiliki kemampuan negosiasi yang ulung, seseorang haruslah menjadi pembelajar sejati. Hal ini ditunjukkan JK ketika mendamaikan Aceh. 

Ia belajar dan membaca buku-buku tentang Aceh. Sejarah konflik dan munculnya GAM, para pelaku serta pemetaan geografisnya. Semuanya di pelajari melalui pembacaan terhadap teks yang terdapat dalam buku.

Bahkan tak hanya itu, JK mendalami sastra di Aceh dan menikmati lagu-lagu Ambon karena berbicara soal perdamaian bukan hanya berbicara negosiasi, tawar menawar, logika, dan rasionalisasi saja tapi juga berbicara rasa dan jiwa. Sulit untuk membuat obrolan yang nyambung dan searah jika seseorang tak memahami lawan bicaranya. Tak paham rasa, jiwa, budaya, dan karakter mereka saat duduk dalam satu meja.

Dari mana mendapatkan semua itu? Dari belajar, dari membaca buku!

Kedua, jika Pak JK memberikan anggaran tak terbatas kepada keluarganya, terutama cucu-cucunya untuk berbelanja buku, maka anggaran yang lebih tak terbatas lagi pasti diberlakukan untuknya. Sisi ini mungkin tak banyak yang mengulasnya karena JK tidak lahir dari dunia akademisi melainkan dari dunia bisnis.

Namun kita tak perlu meragukannya sebagai sosok pembelajar dan pembaca sejati. Itulah yang menjadi modal dari segala kebijakan dan kinerja yang dihasilkannya selama ini. Beberapa waktu lalu, JK masih membiasakan diri membaca 8 koran nasional meskipun akhirnya tergerus dengan adanya media sosial.

Sebagai politisi senior, guru dalam politik, sekaligus pengusaha yang disegani, JK memiliki keistimewaan tersendiri. Ilmu dan pengalamannya yang matang, memang membuatnya irit komentar soal perpolitikan, tapi JK selalu berhasil meloloskan dukungan-dukungan politiknya untuk meraih kemenangan. 

Tak aneh ketika sebuah tesis mengatakan, bahwa kemana arah dukungan JK, kemungkinan besar akan memberikan efek kemenangan.

Tapi jauh lebih penting dari perspektif itu, akan terasa lebih manis dan asik ketika memandang JK sebagai sosok bapak bangsa yang mencintai ilmu pengetahuan yang tak berhenti belajar dan membaca buku. Sebab kebiasaan itulah yang menunjang potensi dan kemampuan yang dimilikinya selama ini sehingga berhasil menjadi salah seorang yang istimewa dalam perjalanan bangsa ini.

Memang hanya JK. Terima kasih, Pak. Sehat dan berkah selalu.

Salam,
Mustafa Afif
Kuli Besi Tua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun