Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sebelum Pesona Jokowi Pudar, Gibran Perlu Setitik Sinar

8 Oktober 2019   19:59 Diperbarui: 8 Oktober 2019   20:06 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks inilah, pandangan banyak orang tentang keraguan terhadap sosok Gibran yang belum matang serta kemungkinan untuk melanjutkan politik dinasti tak bisa disalahkan begitu saja karena Jokowi adalah Presiden Indonesia yang saat ini sedang berkuasa.

Berbeda dengan Megawati, yang memperkenalkan politik praktis kepada Puan Maharani jauh setelah dirinya tak lagi menjadi Presiden. Berbeda pula dengan SBY, yang "memaksa" AHY untuk terlibat dalam politik praktis justru ketika ia tak lagi menjabat sebagai Presiden.

Banyak pihak yang kemudian menganggap munculnya Gibran sebagai aji mumpung karena menganggap tak ada "kemendasakan" yang mengharuskan, terutama ketika melihat dari segi momentum, kematangan, dan pengalaman politik seorang Gibran. Cenderung agak dipaksakan. Maka, kemunculan Gibran, yang dikaitkan dengan Pilkada Solo --termasuk juga Bobby, menantu Jokowi, yang berniat maju di Pilwakot Medan-- bertolak belakang dengan citra Jokowi yang selama ini dianggap sebagai Presiden yang "menjauhkan" keluarganya dari dunia politik praktis.

Lalu, ada apa?

Maka, meski tak seutuhnya salah, mungkin ada benarnya sebuah analisa yang mengatakan, bahwa Jokowi sedang mempersiapkan penerusnya. Jokowi sedang berupaya memberikan "sinar" kepada Gibran, yang tak mungkin diberikan Jokowi ketika pesonanya mulai pudar dan berubah menjadi pendar. Meski bukan ia yang menikmatinya kelak, tapi ia akan bahagia ketika takdir sejarahnya dilanjutkan oleh keluarganya. Sebuah kewajaran, sebagaimana Megawati dan SBY juga sedang melakukannya.

Salam,

Mustafa Afif
Kuli Besi Tua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun