Mohon tunggu...
Musanz
Musanz Mohon Tunggu... Jurnalisme Warga

Halaman ini adalah halaman Jurnalisme Warga

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

BPOM Kick Off Cegah dan Tangank Rantai Pasok Bahan Berbahay

15 September 2025   21:09 Diperbarui: 15 September 2025   21:09 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dok musasanz 

Jakarta -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menggelar Kick Off Aksi Bersama Pencegahan dan Penanganan Rantai Pasok Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan pangan olahan, Senin (15/9/2025).

Langkah besar ini melibatkan berbagai kementerian, lembaga, hingga asosiasi dan pelaku usaha, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Lingkungan Hidup, Bareskrim Polri, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta asosiasi industri terkait. Tujuannya: memperkuat pengawasan dari hulu hingga hilir.


Deputi Bidang Penindakan BPOM, Tubagus Ade Hidayat, mengungkapkan tren tindak pidana obat dan makanan terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Pada 2024, PPNS BPOM menangani 282 perkara, terdiri dari 124 perkara obat dan NAPPZA, 55 perkara obat bahan alam, 91 perkara kosmetik, serta 12 perkara pangan olahan.

"Nilai keekonomiannya tidak kecil. Misalnya, perkara obat-obat tertentu di Semarang, Cikarang, dan Marunda senilai Rp398 miliar, serta perkara kosmetik berbahaya dengan nilai Rp5,5 miliar. Banyak juga ditemukan bahan baku berbahaya seperti formalin, merkuri, tramadol, hingga hidrokinon," jelas Tubagus.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan pentingnya aksi ini demi melindungi kesehatan masyarakat sekaligus menjaga daya saing ekonomi nasional. "Pada 2025, potensi pasar obat dan makanan diperkirakan mencapai Rp4.674 triliun atau 8,7 persen PDB. Namun, peredaran produk berbahaya masih menjadi ancaman besar," ujarnya.

Taruna menekankan bahwa pengawasan tidak cukup hanya pada produk jadi, tetapi juga harus menyasar rantai pasok bahan baku. "Selama bahan berbahaya mudah diakses, penyalahgunaan dalam produksi masih sangat mungkin terjadi. Karena itu, pengawasan harus dimulai dari hulu dengan kolaborasi lintas sektor," tegasnya.

Sejumlah asosiasi dan pelaku usaha juga ikut berkomitmen, di antaranya Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Indonesian E-Commerce Association (IdEA), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), ASPERINDO, dan PAPPKINDO.

Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang, menyoroti masih adanya pelanggaran pelaku usaha yang memakai bahan berbahaya demi menekan biaya produksi. "Praktik ini jelas membahayakan konsumen dan merusak sistem produksi nasional. Kolaborasi lintas sektor mutlak dilakukan," tegasnya.

Sementara itu, Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kemenkomdig, Alexander Sabar, mengingatkan ancaman di ranah daring. "Masih segar di ingatan tragedi 2022, obat sirup berbahaya sebabkan gangguan ginjal akut pada 251 anak. Dari Oktober 2024--September 2025, kami tangani lebih dari 11.000 konten negatif, termasuk 830 konten terkait bahan berbahaya," ungkapnya.

Aksi bersama antara tujuh kementerian/lembaga dan lima asosiasi ini dimulai dengan pertukaran informasi antarinstansi, dilanjutkan dengan operasi gabungan dan pembentukan satuan tugas (Satgas). Seluruh pihak diharapkan berperan aktif demi mencegah penyalahgunaan bahan berbahaya, melindungi kesehatan masyarakat, serta menciptakan iklim usaha yang adil dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun