Santo merasa geram atas apa yang didengarnya. Di ruang tengah, ada Mak Ijah (ibunya) bersama barisan emak-emak arisan "Le Minho." Bukan nama arisan yang bikin Santo ngelus dada, melainkan tingkah laku mereka. Lihat saja, Mak Ijah dan delapan emak-emak lainnya tidak memakai masker dan saling mengobrol tanpa menjaga jarak. Santo hanya melihat dari celah-celah kamarnya. Santo berkali-kali teriak, "Mak, ingat virus corona itu nyata. Ati-ati!"
Ucapan Santo tidak digubris, bagai masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Mak Ijah malah asyik bergosip ria sambil menyiapkan hidangan buat buka puasa bersama.
"Eh, kalian sudah wudu, kan?" tanya Mak Ijah ingin meyakinkan.
"Sudah, dong, Nyai Ijah! Kan kita-kita sudah mematuhi perintah dari nyai paling cantik se-kompleks."
"Pintar ibu-ibu ini. Kalian termasuk golongan orang yang beriman. Corona hanya akan hilang kalau kita berwudu. Gak perlu masker, pengap."
Santo sedikit mendengar obrolan emak dan pasukannya itu. Dia hanya geleng-geleng kepala. Berkali-kali dia istigfar, sejak kapan emaknya berpendirian seperti itu. Selain itu, Santo merasa khawatir jika emaknya nanti terjangkit virus tak kasat mata itu.
"Mak, Corona tetap akan datang jika wudunya gak pake sabun. Apalagi gak pake masker, saling mengobrol pula," kata Santo sambil menaikkan volumenya dari dalam kamar. Suaranya menembus celah-celah sampai di ruang tengah.
Mak Ijah dan teman-temannya tidak menggubris, lagi. Mereka malah bercakap-cakap, melanjutkan obrolan unfaedahnya "Santo. Nanti Kamu cari makanan buka sendiri, yah! Ini buat emak dan teman-teman emak yang percaya kalau wudu dapat membasmi Corona," teriak emaknya setelah puas menyindirnya.
"Terserah, Mak. Santo sudah menyiapkan kurma. Cukup bagi Santo," balas Santo.
Santo merasa capai sendiri menasihati emaknya. Dia pun memilih diam. Dia hanya bisa berdoa semoga emaknya segera diberi kesadaran dan dijauhi virus asal Wuhan itu.
Santo memilih mengambil earphone, mendengarkan musik-musik Islami ketimbang mendengar celotehan penuh hoaks dari emak-emak pengagum teori konspirasi. Sekonyong-konyong, dia ingat teman sekampusnya yang meninggal dunia karena Covid-19. Temannya itu merupakan dokter koas yang rentan tertular virus. Berbeda dengan emaknya, Santo sangat percaya bahwa Covid-19 nyata adanya. Sementara emaknya, kadang masih memegang teguh pendirian lamanya bahwa Covid-19 merupakan bentuk konspirasi dan tentara Allah. Tak heran, emaknya akan mencocokologi virus dengan agama. Katanya agamalah yang bisa menyelamatkan Covid-19 sehingga emaknya sering ke masjid tanpa masker, membasuh muka atau berwudu.
Sebenarnya bukan hanya emaknya saja, tetangga-tetangga di sekitar masjid juga berpendirian demikian. Mungkin emaknya tertular virus cocokologi dari lingkaran pertemanannya. Sudah begitu, Santo sedikit maklum lantaran emaknya hanya menempuh pendidikan sampai SD saja.
Dua jam berlalu sangat singkat. Emaknya entah pergi ke mana, dia pergi meninggalkan Santo sendirian di rumah ketika dia lagi asyik mendengarkan musik. Di kulkas, ada catatan dari emaknya.
"Nak Santo, Emak jadinya pindah tempat ke rumah teman emak. Lagi pula, kita juga berencana salat berjemaah di masjid agung. Biar sekali-kali emak jalan-jalan sore, ngabuburit gitu."
Santo kembali geleng-geleng padahal tadi emaknya sudah menyiapkan takjil, lantas buat apa takjil itu?
"Emak memang orang paling kebal sama virus. Berani sekali emak pergi ke masjid agung tanpa masker," ucap Santo begitu melihat masker kain milik emaknya diletakkan begitu saja di atas kulkas.
"Emak meninggalkan takjil buat Nak Santo, sekalian bagi-bagi buat tetangga yah. Kalau takut takjil ini mengandung virus, buat takjil sendiri saja," begitu pesan terakhir dari emaknya.
Apa mau dikata. Santo memilih menyantap takjil dari ibunya. Dia yakin akan baik-baik saja namun dia masih mencemaskan keadaan ibunya.
***
Keesokan harinya, ketika waktu sahur tiba. Suhu tubuh emak Santo sangat tinggi. Santo ketar-ketir.Â
Jangan-jangan!
Sebagai anak tunggal dan ayahnya sudah meninggal dua tahun silam, Santo akhirnya menyiapkan makanan sahur dan mengurus ibunya sendirian. Dia mengompres dan membuatkan ramuan herbal untuk ibunya.
"Mak, nanti pagi kita ke dokter, yah!" kata Santo lirih.
"Tidak, jangan bawa Emak ke dokter. Di sana sumbernya Corona. Emak cukup wudu saja, Insya Allah sembuh."
Santo geleng-geleng. Emaknya seperti kerasukan hantu yang tidak takut dengan virus Corona.
"Tapi, Mak, suhu tubuh Emak sudah melebihi batas normal. Santo khawatir, Emak terkena virus. Apalagi Emak ada penyakit bawaan."
"Kamu mau durhaka sama Emak? Kalau tidak, jangan bawa Emak ke dokter atau rumah sakit."
Santo pasrah. Dia pun memilih diam. Meski begitu, Santo masih menyuapkan makanan sahur untuk ibunya yang sebelumnya sudah disiapkan olehnya. Santo sudah cukup ahli dalam urusan masak-memasak semenjak ayahnya tiada. Dia sering ke dapur, membantu ibunya ketika kuliah daring dimulai. Alhasil dia pun ketularan jago dalam urusan masak.
Keesokan harinya, petir siang bolong menyambar tepatnya ketika Santo sedang mengerjakan tugas kuliah, dirinya mendapat kabar mengejutkan.
"Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun, telah meninggal dunia, Ibu Sulis 45 tahun karena Covid-19." Begitu pesan berantai yang masuk ke grup keluarga arisan ibunya. Yah, ponsel pintar Santo masih barengan dengan ibunya. Jadi Santo bisa lebih mudah menemukan pesan dari teman-teman ibunya.
Tangan Santo gemetar hebat. Dia sesegera mungkin menghampiri ibunya. Kondisinya belum pulih semenjak sahur. Dia pun menelepon satuan tugas Covid-19 di daerah. Ada layanan jemput bagi pasien yang dikira kuat terkena Covid-19. Tak lama kemudian, ambulans datang.
"Mak, Santo memanggil ambulans bukan karena ingin durhaka, tapi justru Santo ingin berbakti, Mak!" ucap Santo yang pada waktu itu juga ikut dibawa ambulans.
Begitu tiba di rumah sakit, Santo pasrah menerima hasil. Ternyata dirinya negatif sementara ibunya positif. Santo tidak bisa mengunjungi ibunya. Dia hanya bisa video call-an. Beruntung pihak rumah sakit menyediakan ponsel pintar bagi pasien supaya bisa menghubungi keluarganya.
"Maafin Santo, Mak karena Santo belum bisa mencegah Emak."
"Hush! Justru Emak yang salah. Emak kolot sekali, tidak percaya Covid-19 dan yakin betul kalau wudu dapat membasmi corona."
"Sebenarnya Emak tidak salah. Wudu memang bisa memasmi Corona asalkan sebelum Wudu cuci tangan pakai sabun dan selalu memakai masker serta selalu menjaga jarak."
"Kamu memang anak Emak yang pinter. Nanti jika Emak sudah sehat. Emak akan membuat makanan terenak buat Nak Santo."
Santo merasa senang, kondisi emaknya semakin membaik. Emaknya juga mampu menjaga kondisi mentalnya supaya tidak jatuh. Pasalnya, kondisi mental yang jatuh dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Â Emaknya pun jadi rajin minum obat dan selalu patuh pada suster yang merawatnya.
"Insya Allah, kita bisa lebaran bersama di rumah, Mak," pungkas Santo mengakhiri video call-nya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI