Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Guru - M Musa Hasyim

Guru PPKn yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Alasan Pemerintah Ngotot The New Normal, Motif Ekonomi atau Politik?

26 Mei 2020   11:10 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:21 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar yang membludak menjelang Lebaran, sumber: Antara.com/Iggoy El Fitra

Pernahkah kalian membayangkan jika PSBB ini akan berlangsung sampai akhir tahun? Saya rasa tidak akan selama itu karena belum tiga bulan saja sudah megap-megap. Yang megap-megap ini bukan hanya pemerintah saja namun juga rakyat biasa.

Hampir semua elemen sudah tidak kuat berada di rumah saja. Padahal kalau melihat tenaga medis yang berjuang di rumah sakit, berada di rumah tidak ada apa-apanya dengan mereka tenaga medis yang harus memakai APD setiap hari sampai tidak bisa pulang ke rumah padahal mereka juga ingin lebaran di rumah.

Perpanjangan PSBB sampai 4 Juni mendatang disinyalir sebagai masa terakhir PSBB ketat. Hembt, memang pernah ketat yah? Nah PSBB terakhir ini juga disinyalir sebagai gerbang awal pemerintah yang akan memberlakukan The New Normal.

Berkaca pada negara-negara yang sudah lebih dulu menerapkan prinsip The New Normal seperti China, Belgia, Korea Selatan, Vietnam, Hongkong dan beberapa negara lainnya yang sudah lebih dulu membuka kunci karantina wilayah karena bagi mereka tentu bakal susah juga untuk mengembalikan kondisi ekonomi dalam negeri jika terlalu lama mengarantina wilayahnya.

Mungkin ini masih akan terus diperdebatkan, jika yang ngomong adalah tenaga kesehatan maka sebagian besar mereka pasti tidak akan setuju begitu saja diterapkannya The New Normal namun jika yang berbicara adalah politisi dan ekonom,  mungkin lain lagi ceritanya.

Tenaga kesehatan pasti berpikiran bahwa kurva yang belum landai dan masih banyaknya kasus positif Covid-19 adalah alasan kuat kenapa The New Normal belum layak untuk diterapkan.

Mereka juga khawatir jika The New Normal diaplikasikan maka akan memunculkan gelombang kedua Corona yang ledakannya jauh bisa lebih besar dari gelombang pertama. Namun semuanya masih praduga sementara.

Mungkin negara-negara tetangga yang mulai menerapkan The New Normal ini dianggap telah berhasil menekan angka penderita Covid-19. Sementara negara kita? Lonjakan kasus positif saja belum ada tanda-tanda menurun tajam, yang ada melonjak naik bagai roket. Apalagi jika melihat fakta di lapangan di mana masyarakat kita begitu abai terhadap aturan.

Tapi ada pula yang berpikiran bahwa karantina atau tidak, risikonya sama-sama besar. Jadi kalau dihadapkan pada dua pilihan dengan akibat yang sama, pasti banyak yang memilih untuk tidak mengarantina.

The New Normal ini diwacanakan akan diterapkan pada awal Juni mendatang. Lalu apa sebenarnya alasan pemerintah yang terkesan buru-buru ini?

Pertama alasan ekonomi, apakah karena kondisi ekonomi yang terus terpuruk setiap menit, jam dan harinya. Tentu saja kita tidak bisa mengandalkan utang terus-menerus. Kita juga tidak bisa mengandalkan APBN jika pemasukan saja menurun. Apalagi mengandalkan konser amal, siap-siap dikritik lagi.

Akhirnya pemerintah membuat setidaknya lima fase dalam The New Normal ini. Jadi tidak ujug-ujug langsung membuka semua kran perekonomian dalam negeri secara bersamaan dalam satu waktu.

Kita bisa melihatnya dalam fase pertama 1 Juni 2020 di mana pasar, mall atau industri yang mengundang kerumunan yang mana belum diperbolehkan untuk dibuka. Hanya industri dan Jasa Bisnis ke Bisnis (B2B) yang boleh beroperasi pada tahap awal ini dengan aturan social distancing, persyaratan kesehatan, jaga jarak, dan juga memakai masker.

Mall, pasar, pendidikan akan diperbolehkan untuk dibuka pada fase ketiga atau pada tanggal 15 Juni 2020. Tentu saja, ini masih dalam tahap wacana, belum diketuk palu. Dan tentu saja, pemerintah masih akan terus memantau jumlah positif Covid-19 ini dan bisa jadi ini diterapkan bisa jadi dibatalkan.

Pertanyaannya nih, kemarin ketika lebaran dan pasca lebaran saja sudah segitu ramainya mulai dari mall, tempat ibadah, hingga area pemakaman.

Banyak dari mereka melupakan protokol kesehatan dengan alasan Lebaran, apakah tanggal 15 Juni 2020 nanti kurva kita akan menurun atau justru meroket tajam? Sepertinya akan menurun kalau tidak diadakan rapid test masal di setiap penjuru daerah atau jika mereka semua sudah sangat kebal terhadap Covid-19.

Kedua, alasan politik. Alasan ini diperkuat dengan adanya desakan dari warga sana-sini yang tidak betah akan PSBB. Dengan memberlakukan The New Normal, pemerintah akan dianggap peduli terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah.

Lagi pula, tidak mungkin pemerintah memberi BLT atau bantuan setiap bulannya, bisa-bisa tekor. Nah untuk menyiasati hal ini bagi pemerintah adalah dengan menerapkan kebijakan The New Normal karena masyarakat bisa membuka lapaknya kembali. Cara ini akan memperbaiki citra politik pemerintah di masa-masa pandemi kemarin yang dinilai kurang memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun