Mohon tunggu...
Mario b o j a n o Sogen
Mario b o j a n o Sogen Mohon Tunggu... Penulis - Pengagum Senja | Penulis | Content Writer Nongkrong.co

Aku ingin menjadi seperti kunang-kunang. Dalam gelap aku terang. Dalam gelap aku bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Salam Terakhir: 4. Puisi dari Mega

22 Januari 2022   09:42 Diperbarui: 28 Januari 2022   06:57 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mike meraih handphonenya - memeriksa beberapa pesan whatsapp yang masuk. Beberapa pesan hanya berupa broadcast renungan harian Katolik. Ada juga pesan grup yang hanya ucapan selamat pagi.

Tapi jarinya seketika berhenti pada sebuah pesan dari Mega. Tidak biasanya pagi-pagi sekali Mega sudah mengirim pesan. Mike mengkliknya - ia tertegun melihatnya. Benarkah ini ?

SENJA

ada yang berbeda
pada senja yang temaram
semilir angin membelai mesra
aku mematung - tatapanku hampa
pada baris-baris awan yang saling mengejar di udara

ada yang aneh
aku jelas merasakannya
aku yakin aku tak salah
ya, aku telah jatuh cinta
pada lelaki yang mengisi hari-hariku

bermalam-malam lalu masih tiada
masih hampa disini
di hati kecilku
namun kini tiba-tiba mencekik leherku
cinta; rasa itu datang tiba-tiba

aku tahu aku salah
aku tahu kamu marah, tak suka
harusnya ia tiada
tapi aku manusia biasa
tak kuasa menghalau magisnya; aku sungguh telah jatuh cinta padamu

pada senja yang temaram - Mega

Mike terpaku. Tertegun dan menatap kosong isi pesan berupa puisi dari Mega. Tubuhnya tiba-tiba mengejang. Tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Mengumpat dalam hati pun ia tak sanggup melakukannya. Mega benar-benar jatuh cinta pada Mike. Mega telah dengan berani mengungkapkan isi hatinya.

Dengan cepat Mike memencet tombol home pada layar handphone - langsung kembali ke tampilan menu utama sehingga dengan jelas menampakkan foto ibu dan almarhum ayahnya. Ia meletakkan handphonenya ke atas meja lalu pergi ke kamar mandi mencuci muka.

Mike sebenarnya jarang mandi pagi kalau sedang di kost saha, kecuali kalau berangkat kerja pagi. Kalau tidak kemana-mana, mencuci muka sudah cukup baginya.
Ia kembali ke meja, mencoba meraih handphonenya tapi gerakan tangannya berhenti seketika. Handphone berdering. Sebuah panggilan masuk dari Mega.

Pikirannya berkecamuk. Mike bingung, mau mengabaikannya seolah-olah tak mendengarnya, atau ia dengan cepat mendorong tombol merah dan menggesernya ke atas untuk menolak panggilan.

Tidak. Aku tidak boleh menolak panggilan ini. Aku biarkan saja berdering - nadanya kubiarkan memecah keheningan kamar kostku, batinnya.

Mike membiarkan handphonenya berdering di atas meja sampai panggilannya berhenti sendiri. Ia berjalan menuju kamar mandi lagi, mengambil handuk yang ia gantung di depan pintu kamar mandi semalam.

Ia sendiri bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba ingin mandi padahal hari ini ia tidak kemana-mana. Mike berencana mempelajari ulang ilmu-ilmu kuliah yang telah ia dapatkan.

Handphone berdering lagi ketika ia sedang mandi. Persetan. Mike membiarkannya. Toh ia sedang mandi. Palingan Mega lagi yang menelpon, gumamnya dalam hati. Mike dengan cepat menyelesaikan mandiku. Tapi ia sendiri masih bingung dengan apa yang ia lakukan. Pokoknya mandi saja.
Pikirannya  tiba - tiba tertuju pada Mega lagi.

Mungkin saja Mega menelpon memintanya menemuinya. Ahh, apa-apaan. Tidak mungkin. Mike mulai bergulat dengan pikirannya sendiri. Ini kan masih liburan. Ada perlu apa mau ketemuan ? Tapi tunggu, puisi itu. Ya, dia pasti tahu Mike sudah membaca puisi yang mewakili isi hatinya itu. Apakah dia menelpon hanya untuk menanyakan kenapa Mike tak membalasnya ?

*****
Mike sudah rapi - mengenakan kaos oblong berwarna hitam, celana pendek yang panjang hanya sampai lutut; warnanya hitam juga.

Tiba-tiba handphone berdering lagi. Mike melotot berusaha membaca tulisan di layar handphone.

"Ibu,,," teriaknya pelan lalu dengan cepat meraih handphone, menggeser tombol hijau menjawab panggilan dari Ibunya.

"Hallo, Bu, " Mike dengan segera menyapa Ibunya di seberang dan terdengar suara wanita setengah tua itu. Suaranya berat dan putus-putus, mungkin pengaruh signal di kampungnya yang masih belum sebagus daerah lainnya.

"Hallo, nak," suara ibu dari seberang terdengar berat - agak kurang jelas tetapi Mike berusaha mendengarnya dengan baik.

"Maaf mengganggumu nak. Ibu cuma mau mengabarimu, Om Bram meninggal," kata ibu langsung to the point.

Sejenak Mike mematung. Bayangan wajah lekaki yang disebutkan ibu muncul seketika dalam ingatannya. Lelaki itu, saudara kandung ibu yang membantu ibu mengurusi peternakan ayam peninggalan ayah setelah ayah pergi.

Lelaki yang menggantikan peran ayah ketika ia ditinggal pergi ayahnya. Kini Om Bram telah tiada. Dua sosok ayah hebat dalam hidup Mike telah tiada kini. Mike benar-benar hanya punya ibu sekarang. Tiada siapa-siapa lagi.

"Hallo, nak," suara ibu mengagetkannya.
"Kamu mendengarnya ?" Ibunya bertanya lagi setelah lama menunggu Mike merespon perkataan ibunya.

"Ya Bu. Aku mendengarnya," jawabnya cepat, berusaha menyembunyikan kesedihan pada ibu.

"Sudah dulu ya, nak. Ibu hanya memberitahumu soal itu saja. Jaga dirimu ya, nak. Doakan Om Bram semoga segala dosanya diampuni," kata ibu mengingatkan sebelum mengakhiri teleponnya.

Hati Mike berkecamuk tak karuan. Urusannya dengan Mega yang pagi-pagi sudah mengirimkan puisi ungkapan isi hatinya belum juga ia selesaikan, sekarang ia harus mendengar kabar duka meninggalnya Om Bram.

Mike tertunduk lesu. Kedua tangannya memegang dan meremas-remas rambutnya sendiri. Ia meraih handphonenya lagi, mencari foto Om Bram yang tersimpan di galeri  handphonenya, lalu menatap kosong wajah Om Bram.

"Om, maaf Mike tidak bisa pulang. Semoga Tuhan mengampuni segala dosa Om. Beristirahatlah dalam damai Om," katanya lirih pada foto Om Bram. Tanpa ia sadari air mata menetes di pipinya. Mike telah kehilangan dua sosok ayah dalam hidupnya.

Laki-laki yang beberapa tahun terakhir ia anggap pengganti ayahnya, yang membantu ibunya mengurusi ternak peninggalan ayahnya kini telah berpulang.

Rasanya seperti ia ingin berhenti berjuang sendiri disini dan pulang ke kampung, menghabiskan lebih banyak waktu bersama ibunya, membantu mengurusi semua keperluan usaha kecil peninggalan ayahnya. Rasanya tak tega meninggalkan ibunya yang kini benar-benar sendiri.

Mike mengusap rambutnya lalu megatur posisi duduknya - ia bersila. Mike lalu memejamkan matanya, berusaha menenangkan pikiran dan melupakan semua masalah yang saat ini mengganggu pikirannya. Mike membuat tanda salib lalu berdoa sendirian memohon kepada Tuhan demi keselamatan arwah Om Bram.

Semoga Tuhan mengampuni segala dosa dan kesalahan yang telah Om Bram lakukan selama masa hidupnya dan menyediakan surga terindah bagi  Om Bram.

Tanpa ia sadari, air matanya kembali menetes di kedua pipinya. Mike menangis.

"Kehilangan yang paling menyakitkan ialah ketika orang itu meninggalkan kita dan beralih dari dunia ini "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun