Mohon tunggu...
Musaafiroh el Uluum
Musaafiroh el Uluum Mohon Tunggu... Penulis - Sang Pengembara dari Pesantren

Tak sekedar memandang awan berarak Juga bukan sekedar mereguk kopi hitam yang enak Tapi... Musaafiroh el-'Uluum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sambungan...

11 Juni 2019   10:54 Diperbarui: 11 Juni 2019   11:00 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Episode 2...

Hari masih sore, tapi langit tak mau tahu, ia tetap menggelap sebab sang sahabat, mentari telah kembali ke tempat peraduannya. Kini berganti bulan dan bintang yang bergelayut ria di tempatnya jauh nun tinggi di atas. Jalanan kembali melenggang. Asak-anak yang tadinya ramai memenuhinya dengan permainan kelereng dan beteng pun telah menghilang. Sholah sedari tadi duduk di atas kursi di emperan rumah tak memperdulikan ribuan nging-ngingan nyamuk yang berputar di atas kepalanya. Hingga banyak dari mereka yang nyemilin tubuh cekingnya. 

Dari kantung hitam yang setia bertengger di bawah matanya menandakan ia terjaga semalaman. Ia terlihat banyak fikiran. Sedari tadi tak ada aktivitas yang ia lakukan kecuali hanya mengerdipkan kedua mata yang tak kelilipan itu sambil sesekali menarik nafas panjang yang ia tarik lewat lobang mulutnya. Akhirnya ia merasa terusik dengan pergerakan nyamuk yang pada kekenyangan. Dari tadi kemana aja loe Shol. Nyamuk udah pa da kekenyangan loe baru kerasa. Sedekah gumamnya. Ia pun masuk ke ruang tamu dan duduk di atas kursi tua. Tepat di depannya juga terdapat meja tua seperti biasanya.

'Ada kopi' Pikirnya, yang langsung ia comot dan srupuut.

"Week.. cih.. cih...". "Apaan nih? Aneh rasanya...". Hardiknya sembari memuntahkan kopi. Sholeh yang tak ahu apa-apa dengan nmenenteng sebuah buku langsung ambil posisi duduk di sebelah Sholah.

"Week.. cih.. apaan nih... aneh banget rasanya.." Rutuk Sholah pada Sholeh yang lagi asyik membaca bukunya.


"Bang..". "Apa sih dek..." Sholeh balik bertanya pada adeknya yang tak sabaran itu.

"Ini kopi apaan bang?". Tanyanya lagi sambil mengangkat cangkir kopi yang barusan diminumnya dan menunjukkannya pada abangnya.

"Bpphh.. ihihihi..". Yang ditanya malah cekikikan.

"Bang.. ditanyain malah ketawa. Ini kopi apaan?". Tanya Sholah lagi. Gregetan sama si abang. Ditanya malah cekikikan, ketawa gak jelas.

"Ahaha..ahaha...". ketawa si Sholeh tambah kenceng.

"apaan sih bang?" Tanya Sholah makin kagak ngerti sama tingkah abangnya.

"Elu apaan sih Shol.. itu mah kopi kemaren sore.. ihihihi.. inget nggak waktu kita minum sama Pak Bondan?" Kata Sholeh sembari balik nanya.

"Busye...t deh bang.."

"Lagian elu sih main seruput aja..."

"Aduh bang... kalo kopi kemaren ngapain sih masih ada disini?" Keluhnya

"Yee mana aye sempet.. Emang kamu nggak inget, tadi pagi kan kita ke kantor polisi".

Sholeh mengingatkan Sholah tentang kepergian mereka ke kantor polisi tadi pagi. Rencananya mereka berdua mencari kebenaran tentang peristiwa semalam yang mengusik keduanya sehingga tak dapat tidur dengan tenang. Saat pak Bondan disergap oleh sejumlah orang berpakaian hitam seperti agen CIA Amerika dengan membawa senjata api ringan berkaliber 5,56 x 45 mm yang biasa dilihat di tipi.

                Anehnya, ketika Sholeh dan Sholah mendatangi kantor polisi dan menemui pak Kapolda, ia menjelaskan bahwa menurutnya tak ada pemberitahuan ataupun perintah penyergapan dari pusat untuk meringkus bandar maupun teroris. Adapun himbauan, yang ada hanyalah untuk berjaga-jaga untuk keamanan sekitar. Tapi untuk polisi bagian penyergapan, mereka biasa menyamar menjadi preman untuk membongkar kedok para kakap.

" Aku masih penasaran Shol...". Kata Sholeh yang udah nggak kumat elu gua-nya.

"Apa bang?". Tanya Sholah dengan telunjuk yang mengorek-ngorek kuping kirinya.

                                                                                                                                       # # # #

            Pagi yang sangat cerah, secerah dan sesejuk suasana Desa Kahuripan Asri. Desa yang kebetulan menjadi tempat bersemayam dua manusia unik seperti Sholeh dan Sholah. Mentari telah memendarkan pesona semburat cahayanya, namun kemilau embun pagi enggan beranjak dari tempat persinggahannya. Alunan indah burung camar iringi seribu langkah para pekerja menjemput rezeki halal yang telah disiapkan jauh sebelum kehadiran mereka, bahkan jauh sebelum tanah yang mereka jajaki ini diciptakan. Senyum ceria terpancarkan di wajah berseri mereka menandakan siapnya menyambut penyematan kemuliaan kepada pekerja keras seperti mereka. Demi sesuap nasi. Demi harga mati kehidupan keluarga mereka. Demi cita-cita tinggi mereka. Demi harapan indah mereka. Dan demi meraih ridho-Nya. Walau kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Yang penting halal.

            Hari ini, Sholeh dan Sholah berada di masjid. Sedang gotong royong. Diundang  katanya. Hah.. diundang? Gotong royong pakek diundang segala?. Sampek di sana, eh ternyata mereka diundang buat masang cctv. Apaan? Cctv?. Buat apaan?.

"Assalamu'alaikum..." Sapa seseorang yang ternyata pak RT

"Wa'alaikumussalam.." Jawab mereka bersamaan.

"ah.. kebetulan mas Sholeh dan mas Sholah udah datang"

"Hehe.. iya pak."

"Maaf mengganggu, ini demi keamanan masjid di desa kita" Sholeh yang dari tadi mulutnya mangap-mangap pengen bertanya perihal cctv pun tak jadi karena telah terjawab oleh pak RT.

Tanpa pikir panjang Sholeh pun bergegas mengambil tangga dan menyandarkannya pada dinding sebelah pintu. Sholah yang bisa membaca kondisi tahu harus berbuat apa. Ia segera menaiki tangga tersebut dan menerima uluran seperangkat cctv yang kemudian dipasang tepat di atas pintu utama masjid. Cctv pertama berhasil dikerjakan. Sekarang Sholeh memindahkan tangganya ke sisi lain. Dan Sholah pun menyelesaikan dengan sangat baik. Pemasangan terakhir dilakukan di tiang teratas gerbang masuk halaman masjid. Untuk cctv yang ini pemasangannya agak rumit. Entah kenapa sedari tadi kabelnya tak mau nurut padanya. Hingga tak terasa waktu pun mendekati dhuhur. Tampak Mbah Sadrun menaiki anak tangga hendak memasuki area masjid untuk mengumandangkan adzan dhuhur.. Umurnya hampir 90 tahun. Tapi energi dan suaranya tak diragukan lagi. Beliau sering adzan di masjid itu, bukan sering lagi hampir setiap waktu sholat tiba, beliaulah yang melantunkan adzan. Sebab, para pemudanya pergi bekerja. Sambil meneruskan langkah rigkihnya beliau menghentikan langkahnya dan berkata" Hati-hati nak..."  Sholah yang mengetahui itu mengacuhkannya, hanya Sholeh yang membalas sapaan Mbah Sadrun. ia terus saja memusatkan perhatian pada objek di depannya.

            "Allaahu akbar.. Allaahu akbar..." Terdengar kumandang adzan dhuhur dari speaker masjid itu. Sholah masih saja belum berhasil. Ia pun memutuskan turun tangga membenarkan kabel 'mbulet' itu.

"Udah tinggal aja bang.." Ujarnya pada Sholeh

"Beneran nih.." Tanya Sholeh

"Iye..."

"Yaudah aku tinggal ya"

"Hmm.."

Tak lama setelah itu, "Hayya 'alal Falaah...."

"DuarrrrRRR..." Ledakan yang hebat membuat para warga termasuk Sholeh berbondong-bondong mendatangi sumber suara. Asap hitam membumbung tinggi menutupi semua area kejadian. Puing-puing bangunan runtuh bertebaran di mana-mana. Korban jiwa segera dicari yang tak lain adalah Mbah Sadrun. Alhamdulillah tubuh Mbah Sadrun masih utuh dengan wajah yang berseri-seri. Beliau meninggal husnul khotimah. Insyaa Allah. Sholeh pun ikut senang melihat itu. 'untung para warga tadi masih belum ada yang berangkat ke masjid'. Pikirnya, tapi entah rasanya ada yang menjanggal hatinya. Tiba-tiba seorang pria menepuk bahunya dari arah belakang, yang ternyata adalah pak RT.

"Eeh.. pak RT... bikin kaget aja"

"Lho, adik kamu mana?"

"Sholah?" Tunggu-tunggu. Tadi kan ia meninggalkan adiknya di sini. Lalu kemana dia?. Ledakan yang tak disangka-sangka asalnya itu menghancurkan sisi kanan masjid lalu merembet ke depan. Tempat gerbang utama terpasang. Itu artinya... tempat Sholah memasang cctv terakhir. Itu artinya..... Sholah?????

                                                                                                                        # # # #

Di Puskesmas...

            "Sholah... bangun Shol.. jangan tinggalin aku.. ini kakak kamu... sadar Shol.. Sholah.." Tangis Sholeh pecah di samping tubuh Sholah yang sedang terbaring lemah. Setelah kehilangan ayah dan ibunya, ia tak mau kehilangan adek satu-satunya. Meskipun nyebelin, tapi Sholeh tetep sayang sama dia.

"Uhuk-uhuk... hehe.." Si Sholah yang baru saja bangun memperlihatkan gigi pepsodentnya. Membuat kakaknya terheran-heran.

"Shol..."

"Elu cengeng banget sih kak, orang gua kagak ngapa-ngapa"

"Elu resek banget sih Shol" Dengus si Sholeh seraya membanting tangan Sholah yang tadinya digengganm erat dan berdiri.

"Ya.. pan gua pura-pura pingsan aja" Jujur Sholah dengan watadosnya.

"Nggak lucu tau nggak..." Bentak Sholeh setengah berteriak.

"Sudah-sudah... habis ada kecelakaan kok malah berantem" Ujar pak RT melerai.

"Kamu juga Sholah, nggak tahu kakaknya lagi panik gitu kok dikerjain"

"Iya pak, bercanda doang"

 "Hahaha... maafin... yah kak yah.."

"Iye... awas lu ulangin lagi, gue hajar lu"

"Hihihi..." Agaknya gertakan itu tak membuatnya takut malah ia cengengesan.

Dasar Sholah..Sholah... Nyebelin baget sih elu jadi orang. Ledakan tadi siang menghancurkan sisi kanan masjid dan merembet ke arah depan. Tempat si Sholah memasang cctv terakhir.. Alhasil, Sholah terpental keras keluar masjid, ke badan jalan. Untung saja ia tak terlempar ke jalanan raya sebelah utara masjid. Mereka heran, siapa gerangan yang telah tega dan berani merakit bom di masjid.

"Bang..."

"Hmm..."

"Kira-kira siapa ya yang berani-beraninya nge-bom masjid? Tempat ibadah loh bang.."

"Ye... siapa juga yang bilang tempat makan..." Jawab Sholeh ketus

"Ye... bang, gitu aja sewot..."

"Lagian elu sih... ngajak ribut aja" Si Sholeh yang kebawa emosi masih aja menggunakan elu-guanya. Padahal, Sholeh tipe orang pemaaf. Mungkin karena ulah Sholah yang telah keterlaluan mempermainkan hatinya. Ketulusan cintanya pada adeknya Sholah.

"Bang, inget nggak tadi siang Mbah Sadrun ngingetin kita untuk berhati-hati"

"Iya inget, napa?"

"Hebat yah... jangan-jangan Mbah Sadrun itu wali"

"Insyaa Allah... lihat aja kesholehan dan kealimannya. Insyaa Allah beliau wali"

"Iye... bener-bener"

"Eh... ngomong-ngomong kamu tadi kan pasang cctv, terus gimana tuh udah beres apa belom?" Agaknya emosi Sholeh mulai susut dengan hilangnya elu-guanya.

"Tenang aja bang... beres..." Kata Sholah meyakinkan sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Beneran Shol?" Tanyanya tak percaya

"Iye... nggak percayaan banget sih..."

"Siip..". "Kamu mau tau nggak siapa pelakunya?". Gantian Sholeh yang mengacungkan jempol.

Rupanya Sholeh menemukan ide yang cemerlang untuk menemukan si pelaku.

                                                                                                               # # # #

Di Rumah...

            Keesokan harinya, Sholeh dan Sholah memutuskan mendatangi masjid guna mengambil cctv terakhir dan ccvt kedua untuk mengungkap pelaku pengeboman.. 'Kenapa hanya dua?'. Ya mungkin karena ledakan kemaran siang menyebabkan hancurnya cctv pertama yang ada di pintu masuk masjid. Setelah berhasil, mereka pun bergegas pulang ke rumah. Sholeh mengutak-atik benda hitam itu mencari suatu petumjuk. "Yapz..." Teriaknya saat menemukan sesuatu yang dicarinya. Kepingan mungil yang biasa disebut chip itu kini berada di tangannya. Langsung saja ia masukkan USB dan menancapkannya ke komputer. 'Zeep...Sreeep...' Kejadian ledakan bom itu menimbulkan kecacatan data pada chip itu, sehingga sebagian terlihat tak sempurna.

"Itu bang.. itu"

"Iya Shol.."

Mereka menyaksikan dengan seksama putaran film dari cctv kedua. Terlihat seseorang bersetelan hitam dengan kupluknya menutupi seluruh kepala hingga wajah. Ia terlihat amat serius memegang benda dengan puluhan kabel di sekelilingnya.

"Itu kan..." Sholah memicingkan matanya

"Boom..." Teriak keduanya panik.

"Oh my God...". "Oh tidak...". "Siapa dia?". "Tunjukkan wajahmu beib..." Ocehan mereka seakan mereka sedang menjadi agen yang mengintai umpannya.

"Huft... akhgrr..." Dengus Sholeh seraya meninjukan kepalannya disebabkan cctv mati secara mendadak.

"Ah... mati lagi..." Sholah pun ikutan merutuk kesal dibuatnya.

"Tenang masih ada satu lagi" Sholeh menjentikkan alis kanannya kepada Sholah

Sholeh segera menemukan chipnya dan berusaha memunculkannya ke layar komputer.

"Binggo" Teriaknya senang karena kemunculan gambar yang terang pada layar. Namun, sejenak mereka terdiam. Air mukanya menjadi serius. Pupil mata mereka seakan tak mau beranjak dari depan layar. Kelopaknya pun terpaksa menahan kedipan yang berat. Entah mulut yang tadinya penuh ocehan kini terbungkam dengan kenyataan yang ada di depan mereka. Sesaat setelah kejadian ledakan tersebut, asap hitam masih berkepulan dari puing reruntuhan bangunan yang berserakan. Terlihat warga pun akhinya meninggalkan TKP yang tak terlihat karena pekatnya asap menyelimu. Pemandangan yang begitu mengejutkan sekaligus membungkam seribu tanda tanya yang terus berputar di otak mereka. Orang bersetelan hitam itu muncul lagi pada chip cctv yang pertama. Namun, ia memberikan suprise kepada keduanya. Ia membongkar sendiri kedoknya.  Menunjukkan sesuatu yang tak terlihat menjadi terlihat. Dengan menanggalkan kupluknya dan.... suprise.....

"Pak Bondan???..." Mereka berdua berteriak meminta penjelasan yang tak mungkin ada yang bisa menjawab rasa penasaran itu. Rasa yang selam ini membuncah dalam angan dan fikiran. Rasa yang mengalahkan rasa rindu dan jatuh cinta pandangan pertama pada gadis sebelah desa. Entah konspirasi apa lagi yang mereka rencanakan untuk meruntuhkan bangsa ini. Meruntuhkan agama suci ini. Islam.

Tamat....

Musaafiroh el-'Uluum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun