Mohon tunggu...
Mursal Bahtiar
Mursal Bahtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hamba Allah

Orang Timur

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Usiamu yang Ke 77, Masihkah Harus Kutanyakan Dewasamu?

9 Agustus 2022   23:11 Diperbarui: 9 Agustus 2022   23:56 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (gambar pousta pinterest)

Tanda hari dimana engkau merdeka kini dihiasi slogan dan ucapan bertambat umbul-umbul yang menghiasi biduan lapangan upacara dan jalan raya. Berbagai jenis lomba menambah riuhnya perayaan hari dimana kau terlahir dan merdeka.

Rabu, 17 Agustus nanti, genap usiamu yang ke 77 tahun. Itu bukanlah usia yang muda. Rasanya malu, bila hendak daku tanyakan tentang kedewasaanmu. Aku terlalu muda, dan akan terlihat angkuh jika menanyakan hal itu kepadamu. Namun walau begitu, kedewasaan kadang bukan dilihat dari berapa usiamu. Kedewasaanmu juga bukan dilihat dari seberapa banyak uangmu untuk berpindah kota yang sedari awal engkau panggil Ibu.

Seprtinya jika engkau disamping Bapakmu, barangkali engkau akan berbisik "Betapa tega kau madukan ibuku! Apakah ibu sudah kurang cantik lagi untukmu? atau memang mungkin dapur milik ibu telah sesak akibat asap api kala ia menanak nasi. Hmmmm..! aku masih tak paham dan mengangguk pelan-pelan.

Indonesia! Ku sebut namamu agar bangkit  semangatku. Telah banyak aku membaca buku-buku sejarah tentangmu. Mulai dari siapa Pemimpin pertamamu hingga siapa saja yang kau panggil pahlawan.

Banyak dari tiap pahlawan yang kutelusuri, lebih terkesan aku kepada pahlawan dari timur Indonesia. Baabullah, Nuku, Usman Syah, dan Kolano Daradjati, mereka adalah Maloku Kie Raha (negeri empat gunung) Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan.

Merdeka tanpa tapi, atau merdeka kita pertanyakan. Jangan tanya kenapa daku harus bertanya. Lepas dari penjajah kita telah merdeka. dekati sejahtera, kita lupa memaknai arti merdeka didalam batin. Coba tanyakan siapa saja yang telah merdeka kedalammu, dan dengarkan suara hatimu, siapa yang telah lebih dulu merdeka. Di barat ataukah ditimur Indonesia.

Sama saja, timur ataupun barat. Ditimur Kie Raha, dengan Paraf yang terhunus mereka telah datang kembali. Merawat negeri dengan dalil Investasi. Sementara, manifestasi omong kosong beberapa dekade teriak perubahan kita belum juga sejahtera. Banyak yang masih kegelapan dikala yang lain diterangi dengan lampu bersaklar. Sesekali biarlah kita bertukar, ibu dari kota-kota harus merasakan kegelapan dan biarkan seantero pelosok desa terpencil terang. Agar kita pun berganti rasa.

Lalu kita dipetakan dengan sejumlah ketetapan. Keluarga kaya, menengah dan tak mampu, seolah hilang asas sosial. Memang telah menjadi ketetapan takdir Ilahi, tapi kenapa manusia telah mampu menjadi pecundang ketika Tuhan berkata "Manusia Sama di mataKu"

Mereka yang mengurusi merasa mampu. Kemampuan mereka mungkin hanya mengurusi tapi banyak yang tidak menjadi Tauladan. Berapa banyak yang berkedok sok mengurusi tapi berpanjang tangan menelan yang bukan haknya. Berapa banyak yang rela tuang nyali dilubang tambang tanpa jaminan lalu terusir dengan dalil tak kantongi izin. Berapa banyak obituara terpublikasi dimedia kekinian. Berapa banyak utang kita kendati di atas mimbar mereka katakan negeri kita kaya. Berapa banyak yang yang mengarahkan hidupnya ke hara kiri dengan alasan terhimpit alasan perut. Itu ngeri di negeri ini.

Kasihan..! Mereka mencari kemerdekaan hidup. tapi ruetnya izin membuat mereka menepi lalu menyuap meski secuil. Sementara, ada yang datang dengan modal besar, kita tak berdaya menahan laju atas dasar aturan lalu apa yang kebanyakan kita dapati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun