Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - -

Just share my thoughts

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lupakan Cebong-Kampret, Tonton "Sexy Killers"

23 April 2019   13:31 Diperbarui: 23 April 2019   14:00 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez


Sexy Killers telah mendapat 18 juta viewers tanpa trending di YouTube. Film dokumenter ini berisi tentang keberadaan tambang batu bara dan PLTU yang merusak lingkungan serta merugikan masyarakat. PLTU adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan bahan bakar batu bara. Batubara adalah sumber daya yang paling cepat dan murah untuk biaya produksi listrik yaitu Rp600/KwH. Jauh dibanding dengan Gas Rp1000/KwH, BBM Rp1600/KwH,  dan Matahari Rp2900/KwH. Mengapa batubara dinilai paling murah ? karena ongkos sosial, ekonomi, keselamatan, dan kesehatan  dibebankan pada mereka yang terkena dampaknya. Katanya nihhh sampai tahun 2027 54% listrik masih menggunakan bahan batubara.

Batu bara didapat dari hasil menambang di Kalimantan. Dengan keberadaan perusahaan tambang yang lokasinya tidak terlalu jauh dari pemukiman warga, maka banyak warga yang merasa dirugikan terutama petani. Mereka berasal dari pulau Jawa dan Bali yang ikut program transmigrasi pemerintah pada tahun 1980'an. Semenjak dibukanya lokasi tambang mengakibatkan rusaknya jalur air ke sawah mereka. Protes sudah pernah dilakukan, salah satunya Pak Nyoman yang pernah melakukan aksi dengan menghadang alat berat dan berujung kurungan tiga bulan. 

Hal ini menimbulkan efek jera bagi masyarakat. Kerugian yang dialami antara lain rumah mereka retak, lahan mereka berkurang, langkanya air jernih, juga masalah lubang  bekas galian yang tidak ditutup kembali sehingga menimbulkan banyak korban. Pihak perusahaan tidak menepati janji untuk menutup kembali lubang bekas galian tambang. Saat gubernur Kalimantan Timur, Islan Noor ditanya mengenai hal ini, tanggapannya sungguh tidak ada rasa empati. Hanya menanggapi dengan santai dan berkata "tidak masalah. memang nasibnya meninggal di kolam tambang. Korban jiwa di mana-mana terjadi. Pertanggung jawabannya di dunia akhirat. Masyarakat tahu ada lubang. Sudah ditandai. Masih ada lagi, jangan-jangan ada hantunya." Bisa bayangin kan cringe banget kata-kata ituuhh menyangkut nyawa tapi nyerempetnya ke hantu.

Batu bara di bawa ke pulau Jawa tepatnya melalui Karimun Jawa untuk pembangunan PLTU terbesar se Asia Tenggara di Batang, Jawa Tengah. Meski bukan karna adanya tambang, namun masyarakat pun sama sengsaranya. Sumber penghasilan mereka jadi berkurang karna lahan mereka tergusur untuk pembangunan PLTU yang diresmikan oleh Jokowi. Tanah mereka belum dijual namun sudah ditempati. Mereka masyarakat biasa tidak punya power. 

Dua warga yang tidak mau menjual lahannya, dikurung selama tujuh bulan sesuai keputusan Mahkamah Agung dengan alasan melakukan kekerasan. Pernyataan Jokowi pada debat capres mengenai lahan yang katanya "tidak ada ganti rugi, adanya ganti untung" nyatanya masih ada konflik agraria seperti ini. Sungguh miris. Perusahaan PLTU ini dimiliki oleh konsorsium perusahaan Jepang dan Indonesia. 

Dari Indonesia ada PT.Adaro Power yang merupakan anak perusahaan dari PT.Adaro Energy yang juga melakukan tambang batubara di Kalimantan. Perusahaan tersebut didirikan pada tahun 2004 oleh lima pengusaha yang dua di antaranya adalah Sandiaga Uno dan Garibaldi Thohir (adik Erick Thohir). Sandiaga Uno dan Erick Thohir tergabung dalam investor Angel-EQ Network. Perusahaan Sandi yaitu PT.Saratoga Investama Sedaya menjual asset kepada Luhut Binsar Panjaitan  (PT.Toba Bara) senilai Rp130 miliar berupa saham PLTU Paiton di Jawa Timur. Jadi PT.Toba Bara tidak hanya mengelola batubara namun juga menguasai pembangkit listriknya.

Di Cirebon PLTU juga bersinggungan dengan petani garam karena laut diuruk dijadikan jeti. PLTU ini dimiliki PT.Indika Energy yang juga mempunyai tambang batubara.

Nasib yang sama juga dialami oleh masyarakat Bali tepatnya di Buleleng. PLTU Bali dimiliki oleh  perusahaan konsorsium Cina dan Indonesia dengan dana bantuan dari Bank Cina. Para nelayan tidak bisa menangkap ikan dengan maksimal karena banyak lalu lalang kapal tongkang pengangkut batabara.

Masyarakat Palu juga bernasib sama yang pemukimannya dekat dengan pembuangan limbah. Mereka menghirup debu beracun yang bisa menimbulkan penyakit pernapasan dan juga kanker pada jangka panjang. Perusahaan tidak membuang  debu limbah sebagaimana mestinya. Lembah fly ash seharusnya dikapalkan dan dibuang khusus untuk limbah B3. Awalnya perusahaan akan menutup debu limbah dengan geo membran namun mereka hanya menutupnya dengan terpal yang kemudian akan tertumpuk lagi dengan limbah yang baru. PT. Pusaka Jaya Power dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung namun hal itu tidak terlalu memberikan dampak yang berpengaruh untuk masyarakat. Selama tujuh tahun (2009-2016) PLTU ini dimiliki oleh PT.Toba Sejahtera milik Luhut Binsar Panjaitan sebelum pindah tangan termasuk 5% saham yang dimilki oleh pemerintah kota Palu.

Itu Tadi dampak sosial, dampak lingkungan pun tak kalah parah. Kapal tongkang pengangkut batu bara hilir mudik bisa mencapai 1 sampai 3 kapal per hari. Ketika cuaca buruk atau kurang bahan bakar, maka kapal akan parkir dan hal itu membuat terumbu karang rusak karna tergilas kapal atau terkena jangkar. Belum lagi dengan tumpahan batu bara yang jatuh ke laut yang bisa sangat mencemari.

Perusahaan swasta yang mengelola tambang batu bara dan juga PLTU ternyata dimiliki oleh para elit politik negeri ini. Kalau saat ini kubu politik terbagi dua, jangan kaget ternyata kedua kubu mempunyai andil dalam hal ini, mulai dari yang masih aktif ataupun menjalankan secara tidak langsung.

Dari kubu Jokowi ada Gibran Rakabumi putra sulung Jokowi pernah tercatat sebagai pemegang saham dan komisaris PT.Rakabu Sejahtera yang sekarang digantikan oleh adiknya yaitu Kaesang. Hmm baru tau ternyata doi ga cuma jualan pisang atau martabak. Saham perusahaan mebel ini tidak hanya dimiliki oleh keluarga Jokowi namun saham juga dimiliki oleh TKN Jokowi sekaligus Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dengan peerusahaannya Toba Sejahtera yaitu induk dari Toba Bara yang memiliki tambang batubara dan PLTU yang baru saja membeli saham Sandiaga Uno (PLTU Paiton). Bidang usaha PT.Rakabu tidak hanya meubel namun ada konstruksi, property, multimedia, pembebasan lahan, pengembangan wilayah transmigrasi, dan masih banyak lagi. Selain itu juga ada kebutuhan rumah tangga seperti sabun, shampo, tisu yang menggunakan kayu dan kelapa sawit.

TKN Jokowi yaitu Fahrul Razi adalah komisaris di Toba Sejahtera sekaligus di perusahaan pemerintah yaitu PT.Antam. selanjutnya ada Saadi Marasabessy adalah komisaris di PT.Kutai Energy, perusahaan ini pun merupakan anak perusahaan dari Toba Sejahtera. Kemudian ada Oesman Sapta TKN Jokowi yang ada kaitannya dengan PT.Total Orbit di Kalimantan Selatan. Kemudiana ada Andi Arsyad atau Haji Isyam adalah pemilik tambah batubara di bawah grup Jhonlin.

Hari Tanoe yang juga di kubu jokowi mempunyai bisnis tambang batubara yaitu MNC Energy dan sembilan perusahaan di Kalimantan Timur dan Sumetara Selatan. Sang wakil presiden yaitu Jusuf Kalla dan dua grup perusahaan lagi yang bekerja sama dengan PLN.

Dari kubu Prabowo ada Sandiaga Uno pemegang saham PT.Saratoga Investama Sejahtera yang juga pernah menjadi direktur tambang batubara pada PT.Multi Harapan Utama di Kutai. Adik Prabowo yaitu Hashim Djojohadikusumo pemegang saham PT.Batu Hitam Perkasa yang memlili PLTU Paiton di Jawa Timur sebelum dijual ke PT.Saratoga milik Sandiaga yang kemudian dijual lagi oleh Sandiaga ke Luhut Binsar. Selanjutnya ada Ferry Mursida Baldan melalui istrinya meimilki tiga izin usaha penambangan batubara di Berau Kalimantan Timur. Dan Prabowo sendiri adalah pemilik Nusantara Energy Resources yang menaungi 17 anak perusahaann.

Di luar kubu politik pun banyak jenderal-jenderal yang memiliki jabatan di perusahaan-perusahaan tambang.

Sebagian perusahaan-perusahaan mereka tercatat di bursa efek yang sudah bersaham syariah. Pihak yang mencantumkan apakah perusahaan tersebut syariah atau tidak adalah Dewan Syariah Nasional dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dipimpin oleh Ma'ruf Amin. Dan Ma'ruf  Amin juga termasuk Dewan Pengawasan Bank syariah yang salah satunya adalah Bank Muamalat. Bank Muamalat mendapatkan modal dari konsorsium Lynx Asia (perusahaan investasi Singapore). Ada tiga nama yang juga berbisnis di bidang batubara yaitu Rizal Risjad pendiri PT.Berau Coal Energy. Kedua, ada Djamal Attamini yaitu komisaris di Toba Bara, dan Diki Yordan menjadi direkturnya.

Lupakan sejenak perdebatan cebong-kampret. Banyak orang yang suka berkoar ngaku 'Saya Pancasila' tapi tidak mengamalkan sila ke-2 yaitu 'kemanusiaan yang adil dan beradab' juga sila ke-5 yaitu 'Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia'. Nyatanya mereka menikmati bisnis tersebut. Contoh tadi hanya sebagian, pasti masih ada masyarakat di luar sana yang mengalami hal yang sama.

Di balik nyamannya orang mendapatkan listrik, kita baru tahu banyak saudara-saudara kita yang menanggung imbasnya. Untuk diri saya sendiri akan mulai dari hal yang kecil mencabut charger setelah dipakai misalnya. Hemat listrik hemat energy. Selamat Hari Bumi.

Terima kasih untuk Watchdoc yang sudah membuat film dokumenter ini. 1 jam menonton adalah waktu yang berfaedah. Semoga bisa bikin tentang hal lainnya di Indonesia biar kita yang orang awam bisa tahu dan got a new insight. Semoga bisa menjadi semacam whistleblower untuk masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun