Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hembusan Angin Cemara Tujuh 36

13 Juli 2018   10:36 Diperbarui: 13 Juli 2018   10:48 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

*Hembusan Angin Cemara Tujuh 36.*

*III. 4. Pulang*

Penerbangan kira kira satu jam dari Amsterdam ke Brussel Belgia sore itu , adalah horor yang amat menegangkan. Sutopo, Wikarya dan Puspa berharap, ini menjadi pengalaman yang pertama dan sekaligus terakhir kalinya.

Setelah lulus dan wisuda,mereka bertiga, akan kembali ke Tanah Air dengan Sabena, perusahaan Airline Belgia. Memilih Sabena, Karena lagi gencar gencarnya berpromosi. Mereka mendapat tiket dengan harga sangat miring.

Rute yang akan ditempuh adalah; Amsterdam Brussel dengan pesawat agak kecil. Setelah transit di Brussel kurang lebih empat jam, akan naik kembali pesawat besar menuju Kuala Lumpur. Setelah tiba di KL, mereka akan menginap semalam di Malaysia, biaya hotel akan ditanggung Airline. Selanjutnya paginya dengan MAS, Malaysian Airline afiliasi Sabena, mereka akan terbang ke Jakarta.

Senja hari pesawat take off dari Schipol. Langit Amsterdam di musim panas itu kelabu. Tak berapa lama terbang, mulai terjadi goncangan goncangan kecil. Ketika Pramugari selesai menyajikan makanan ringan dan minuman, tiba tiba dari kaca jendela terlihat, langit sudah pekat gelap. Pilot mengumumkan, akan terjadi serangkaian goncangan.

Horor dimulai.

Benar saja, Jet kecil ini mulai bergetar, dan bergetar semakin keras. Tiba tiba seperti ada tangan raksasa menampar berulang ulang, Pesawat ini terlempar ke kiri ke kanan, oleng seolah hilang kendali.

Tapi tidak, pesawat ini tidak kehilangan kendali, tetap terbang kembali menuju Brussel. Namun Goncangan ini berlangsung terus menerus membombardir. Makanan dan minuman berantakan terbang kemana mana, tak tentu arah. Para penumpang berteriak teriak, menjerit mengatasi rasa takut. Puspa menangis, Wikarya berdoa pelan dan semakin mengeras....Tuhan perjuangan susah dua tahun , anak Isteri Tuhan.... jangan Tuhan ..... berilah maaf, ampunan.... beri kesempatan Tuhan. Wikarya dremimil, berdoa ketakutan.

Sutopo, yang duduk di jendela berkeringat dingin, tegang. Matanya nanar menatap keluar. Sinar mentari senja tidak nampak, tertutup awan, bahkan Langit  semakin gelap.

Tiba tiba, terjadi hal yang belum pernah dialami Sutopo selama puluhan kali terbang. Pesawat itu seolah kehilangan penopangnya. Seolah melalui wilayah hampa udara, Pesawat itu jatuh lurus ke bawah. Bantal, selimut, sepatu yang tidak dipakai dan barang barang lainnya berhamburan, berterbangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun