Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Overthinking, Over Introspeksi, dan "Si Setan!"

15 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 15 Desember 2022   21:07 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Overthinking, Over introspeksi, dan "Si Setan!"

Tren Overthinking sampai akhir tahun ini masih seru diikuti, pun dialami. Karena kalau gak think gak mikir. Salahnya suka kejauhan dan offside, akhirnya gagal ngegol.

Apa sih yang jadi penyebab Overthinking? Kalau mau jujur-jujuran ya masa depan, masa lalu, gak lupa "masa bukan kamu?" Eaa. Gak ketinggalan yaitu kebanyakan nyalahin diri sendiri atau over introspeksi.

Gak usah muluk-muluk, yang namanya introspeksi atau nyar'i nya muhasabah jelas penting. Membaca ulang jejak rekam hidup yang sudah dilewati sangatlah penting. Setidaknya lebih menyenangkan bagi umat anti baca buku sejarah, atau disinsomnia dengan sejarah.

Muhasabah diri juga lebih baik daripada muhasabah tingkah laku orang lain. Bahkan muhasabah orang lain sebenarnya ya ngegosip itu. Meskipun kadang Kita belajar dari kesalahan orang lain yang tipis-tipis dengan gosip.

Diantara anjuran introspeksi diri yang masih terngiang sampai sekarang bagi saya ialah nasihat Imam Ghazali. Sayangnya bukan dari hasil membaca langsung karya beliau. Hanya hasil alhamdulillah tidak ngantuk saat mengaji dengan pak Kyai. Dengan jelas di waktu kelas dua belas saya ingat

"Curigailah dirimu dengan segala kekurangan dan kesalahan"

"Curigai diri! Bukan curigai orang lain". Dilanjut dengan jelas bukan curiga dengan hal-hal baik, tapi dengan segala kesalahan dan kekurangan. Bahwa sumber masalah itu ialah diri bukan orang.

Gak usah jelaskan lagi, tentu setelah mencurigai  ya diperbaiki. Bahkan kata pak kyai tulis di sebuah buku khusus tentang kekurangan-kekurangan itu. Dengan berangkat dari kesalahan, melompatlah Kita ke tingkat yang lebih tinggi yakni pertobatan.

Kebetulan saya bukan ahli hadis, jadi kalau salah ya sudah jelas sangat mungkin salah. Lalu kalau tidak salah, ada hadis yang menyampaikan seperti ini:

"Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sam dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk daripada kemarin, maka ia adalah orang terlaknat"

Dengan mengetahui kekurangan hari kemarin, maka kita kurangi kekurangan itu di hari esok. Setidaknya Kita hanya merugi, tidak sampai gulung tikar alias bangkrut. Akan lebih pbaik jika hari ini lebih baik karena dengan itu waktu yang kita jual akan tergantikan dengan keuntungan. Tidak sekedar kembali modal.

Banyak kebaikan memang dengan muhasabah atau kembali ke istilah di judul yakni introspeksi. Hanya saja, terlalu banyak introspeksi diri, hingga jatuhnya menyalahkan diri sendiri sering terjadi. Itulah over introspeksi yang jadi bagian dari overthinking.

Saya tahu dan merasakan, bahwa kondisi demikian sangatlah tidak nyaman. Meskipun memang hakikat menjadi baik itu tidak nyaman. Ada hal yang harus dikorbankan, harus digadaikan, atau harus dijual untuk melunasi pinjol. Alias ada fase sakit dan pahit untuk menjadi sehat.

Haruskah aku berkata kasar, "dasar setan!".

Lanjut di part 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun