Mohon tunggu...
Muji Setiyo
Muji Setiyo Mohon Tunggu... Professor in Mechanical and Automotive Engineering UNIMMA

Muji Setiyo adalah dosen dan peneliti aktif di Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Magelang - Kampus Unggulan Muhammadiyah

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Progress Kendaraan Listrik di Indonesia, Malaysia, dan Thailand: Siapa yang Paling Serius?

18 Juli 2025   01:16 Diperbarui: 18 Juli 2025   07:55 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tren Riset Kendaraan Listrik di Indonesia, Malaysia, dan Thailand (Sumber: Automotive Experiences)

Kita sedang menyaksikan transformasi besar dalam dunia otomotif, terutama di kawasan Asia Tenggara. Kendaraan listrik (EV) tak lagi sekadar wacana masa depan, tapi sudah jadi bagian dari strategi nasional beberapa negara. Yang menarik, negara-negara di ASEAN menunjukkan pendekatan yang berbeda-beda dalam menyambut era transportasi berkelanjutan ini. 

Thailand, misalnya, tampak sangat agresif. Pemerintahnya mendorong penuh industri kendaraan listrik melalui insentif besar-besaran, pembangunan infrastruktur pengisian daya, hingga membuka lebar-lebar pintu investasi asing di sektor manufaktur EV. Tak heran, Thailand kini dianggap sebagai pemimpin dalam adopsi kendaraan listrik di kawasan ini.

Sementara itu, Indonesia dan Malaysia masih tertatih di awal. Keduanya memang punya niat, tapi tantangannya tak sedikit. Harga EV yang masih tinggi, infrastruktur pengisian yang belum merata, hingga rendahnya kesadaran publik membuat adopsinya berjalan lebih lambat.

Namun, ada sisi lain yang menarik dari segi akademik dan riset,  data menunjukkan bahwa tren riset kendaraan listrik di Indonesia, Malaysia, dan Thailand memiliki karakteristik yang berbeda. Universitas-universitas di Malaysia justru lebih unggul. Dalam rentang 2015 hingga 2025, Malaysia mendominasi jumlah publikasi ilmiah soal EV di ASEAN. Indonesia dan Thailand juga mulai menunjukkan geliat, tapi belum sejajar.

Infrastruktur, Biaya, dan Kesadaran: Tiga PR Besar

Salah satu tantangan terbesar dalam adopsi EV di kawasan ini adalah infrastruktur. Thailand sudah memiliki lebih dari 2.500 stasiun pengisian daya hingga 2023. Bandingkan dengan Indonesia yang baru punya sekitar 1.131 stasiun. Pemerintah memang menargetkan 4.300 stasiun pada 2025, tapi butuh lebih dari sekadar target untuk mewujudkannya.

Harga juga jadi masalah besar. Di Malaysia dan Indonesia, mobil listrik masih tergolong mewah. Tanpa subsidi atau insentif besar, publik akan tetap memilih kendaraan konvensional yang lebih murah.

Belum lagi soal kesadaran publik. Banyak masyarakat masih ragu, apakah EV benar-benar aman, efisien, dan hemat? Padahal, teknologi terus berkembang. Baterai solid-state dan sistem pengelolaan cerdas berbasis AI sudah mulai dikembangkan, tapi masih perlu pembuktian dan edukasi masif agar diterima.

Saatnya Kebijakan Bersuara Lebih Nyaring

Indonesia sebenarnya sudah cukup progresif. Perpres No. 55 Tahun 2019 adalah salah satu tonggak penting yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendukung EV. Mulai dari pengurangan pajak, subsidi untuk industri, sampai program insentif bagi konsumen mulai dijalankan.

Malaysia juga tak kalah serius. Lewat Kebijakan Otomotif Nasional (NAP) dan Kebijakan Energi Nasional (NEP), Negeri Jiran ini tak hanya fokus pada konsumen, tapi juga mengembangkan sisi hulu: riset baterai, teknologi hijau, dan ekosistem industri otomotif yang lebih ramah lingkungan.

Thailand? Negara ini tampaknya lebih siap dari semua sisi. Mereka tak ragu menarik investor besar, mempercepat produksi baterai lokal, hingga menjadikan negara ini sebagai basis manufaktur EV untuk kawasan Asia Tenggara. Tak berlebihan kalau ada yang menyebut Thailand sebagai "Detroit"-nya ASEAN dalam urusan EV.

Masa Depan EV

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun