Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keluarga (Harus) Giat Terlibat Pendidikan Anak

13 Agustus 2018   13:13 Diperbarui: 13 Agustus 2018   13:35 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menemani Anak di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (dok.Lazuardi Athaillah)

Dalam British Education Research Journal (2015), Gillian Hampden-Thompson dari Universitas Sussex berhasil menunjukkan bahwa kunci kesuksesan pendidikan anak sangat bergantung pada family stability, bukan family structure. Artinya apa? Penelitian tersebut menjelaskan temuan utama bahwa bukan masalah anak diasuh orang tua tunggal (single parent) ataupun orang tua lengkap. Faktor kuncinya  ada pada kepedulian dan determinasi orang tua memberi support anak yang berpengaruh besar terhadap pencapaian kualitas pendidikan anak.

Riset tersebut mengamati situasi keluarga dari 10.000 pelajar sekolah di Inggris selama kurun empat tahun. Dari 13 persen subjek penelitian yang mengalami masalah keluarga, kurang dari 63 persen yang tetap bersekolah hingga umur 16 tahun. Sementara itu sisanya, anak-anak dengan tingkat situasi keluarga yang stabil, 81 persen sisanya bersekolah hingga akhir dengan motivasi yang tinggi. Ketidakstabilan situasi keluarga di satu pihak sangat mempengaruhi pilihan dan persepsi anak, apakah akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau terpaksa berhenti karena kondisi keluarga yang tidak stabil.

Manfaat Orang Tua untuk Pendidikan Anak1
Manfaat Orang Tua untuk Pendidikan Anak1
Kualitas Relasi Sekolah -- Orang Tua

Keluarga idealnya partner utama pendidikan. Keterkaitan peran orang tua dan masyarakat dengan kemajuan anak sangatlah erat. Riset mengenai keterlibatan keluarga selama lebih 5 dasawarsa tertuju pada benang merah yang sama. Keluarga berfungsi menyokong pembelajaran, memberi motivasi, mendorong determinasi, hingga menjadi model belajar sepanjang hayat bagi anak.

Masalahnya saat ini adalah tidak setiap orang tua menyadari bahwa setelah melewati pagar sekolah, pendidikan anak harus berlanjut di rumah. Bilapun ada, keterlibatan orang tua seringkali berjalan sendiri-sendiri oleh orang tua murid yang peduli pendidikan. Tidak setiap keluarga meluangkan kemewahan waktu yang mereka miliki demi anak. Semisal menanyakan perihal kegiatan sekolah, menenami anak belajar atau mengerjakan PR, maupun mewajibkan buah hati membaca satu jam sehari. Itu hal yang benar-benar sulit jika kedua orang tua tidak memiliki "stability" seperti yang disebutkan.

Problem lain ialah orang tua terkadang memaknai peran mereka sebagai "pengatur" bukan "peneman" yang baik bagi anak. Alih-alih memberi motivasi dan mendengarkan aspirasi mereka secara langsung, ketika di rumah atau saat mengantar mereka ke tempat les, orang tua membebankan anak dengan ekspektasi pribadi lewat penerapan aturan kedisiplinan ketat. Saat fenomena ini berlangsung, ketika itu pula keterlibatan orang tua menjadi timpang dan parsial.

Pada titik inilah, komunikasi antar orang tua dengan sekolah penting terjalin. Dalam kata lain, kualitas relasi antar sekolah dan orang tua atau masyarakat perlu peningkatan. Idealnya pendidikan keluarga -dalam hal ini praktik pengajaran- di rumah oleh orang tua, bisa terprogram dengan baik dan tidak satu sisi melihat kondisi anak.

Kepala Sekolah atau pihak manajemen punya pekerjaan rumah untuk mendorong keluarga agar selalu berbagi informasi penting terkait anak didik, begitu juga sebaliknya. Hal ini akan memunculkan sejumlah potensi strategi baik yang bisa dilakukan demi menyokong anak selama masa pendidikan, apakah itu di rumah maupun di sekolah. Pendidikan keluarga yang berpijak pada komunikasi intensif dengan sekolah akan mensinergikan banyak hal. Kemudian akhirnya relasi timbal balik tersebut menghasilkan simpul kuat dalam proses perkembangan anak.

Praktik Cerdas Pelibatan Keluarga

Sekali lagi, ide melibatkan orang tua dalam proses pendidikan tidak begitu mudah dalam praktiknya. Kebingungan ini muncul karena sebagian masyarakat belum tahu bagaimana metode yang tepat. Termasuk bagaimana model tersebut dijalankan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Strategi terbaik tetap harus selalu dipikirkan mengingat keragaman yang begitu tinggi di Indonesia.

Saat ini, Mendikbud telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 30 tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Selain itu, implementasi Perpres 87 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadi praktik baik dari pemerintah dalam hal pendidikan keluarga. Meski baru disahkan September 2017, hasil monitoring dan evaluasi Kemdikbud menilai dual-relationship sekolah dan orang tua-masyarakat sudah mulai terlihat, utamanya dalam penumbuhan karakter tertentu, gotong royong misalnya. Hal ini kuat dikarenakan prinsip kerja sama akan selalu hadir dalam membentuk ekosistem pendidikan yang diimpikan sekolah masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun