Mohon tunggu...
Muja Hidin
Muja Hidin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa universitas mulawarman

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ~pramoedya ananta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pola Emansipatif Politik, Metode Menghadapi Ancaman Dinasti Politik

8 Juli 2020   23:04 Diperbarui: 8 Juli 2020   23:06 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertrand Rusell filsuf asal inggris pernah berujar dalam kutipannya yang mengatakan "power is sweet, it is drug, the desire which increase with a habit". kekuasaan itu manis ia adalah obat dari rasa keinginan yang menjadi kebiasaan.

Dalam hal ini rusell mungkin tengah sinis dan sedikit menyindir dengan mengatakan kekuasaan itu ibarat sebuah candu yang membuat seseorang menghalalkan segala cara agar mendapatkannya.

Namun apa yang dikatatkan rusell sejatinya bukanlah hal yang dapat dinafikkan bahwasannya sejarah telah membuktikan bahwa, manusia adalah makhluk yang senantiasa mendambakan akan sebuah kekuasaan.

Senada dengan pemikiran hobbes yang mengatakan bahwa sejatinya diantara sifat-sifat manusia, sifat untuk berkuasa bisa dikategorikan merupakan sifat manusia yang paling bisa dikatakan purba,alamiah sekaligus merupakan sifat yang sudah menjadi hal fundamental yang sejatinya sudah melekat di dalam diri seorang manusia. 

Thomas hobbes di dalam bukunya "The leviathan"  pun juga berujar dan menyebut manusia dilahirkan dengan membawa hasrat untuk berkuasa, yang dikatakan sebagai hasrat di dalam diri seorang manusia yang terus menerus muncul dan tidak pernah kenal Lelah. Satu-satunya hal yang dapat menghilangkan dorongan tersebut adalah kematian.

Melihat argument hobbes dan rusell di atas saya akan menarik bagaimana sebuah kecenderungan politik di Indonesia yang menurut saya, apa yang di katakan hobbes dan russel dalam realitas pemikiran politiknya itu sangat sejalan ketika kita melihat realitas politik di tanah air hari ini.

Tentunya salah satu hal yang menjadi sorotan di dalam wajah politik tanah air kita hari ini adalah istilah-istilah yang mengarah kepada "dinasti politik", tak bisa dipungkiri bahwasannya fenomena perpolitikan di tanah air pasca reformasi 1998 cenderung mengadopsi sebuah sistem demokrasi terbuka.

Bahkan ada kecenderungan sedikit mengarah kepada liberal. terbukanya ruang publik untuk berpolitik kemudian segera diikuti oleh fenomena tinggi dan rendahnya kontestasi politik dalam persaingan perebutan kekuasaan.

Namun kurang etis sekali jika kita mengatakan bahwa politik hanya menjadi sebuah sarana bagi segelintir oknum untuk memuaskan hasratnya untuk mendapatkan kekuasaan.

Karena, sejatinya dalam perspektif filsafat politik ditegaskan bahwa politik sendiri adalah upaya yang esensial dalam menjawab persolalan-persoalan yang bersifsat etis yaitu dalam rangka untuk mendistribusikan keadilan seluas-seluasnya bagi seluruh rakyat tentunya ini menjadi hal yang paling esensial di dalam politik .

Namun kondisi perpolitikan di Indonesia hari ini justru memunculkan gejala-gejala patalogis yang tadinya mengapa politik itu menjadi ideal hari ini justru menjadi berbalik yang memunculkan spekulasi dari masyarakat publik yang bertanya-tanya mengapa perpolitikan di tanah air hari ini sangat buruk? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun