"Nggak ada target 100 hari. Ini kan kita melanjutkan sebelumnya," kata Presiden Jokowi.Â
Kalau memang mau mengevaluasi, mengkritik, atau mengapresiasi kerja pemerintahan, kenapa pula harus menunggu dan berpatokan pada 100 hari kerja?Â
Bukankah sejak hari pertama menjabat pun, atau kapan saja, nyatanya kritik, evaluasi, juga apresiasi boleh disuarakan dan disampaikan? Sekarang itu zamannya keterbukaan.
Atau bukankah pemerintah sendiri, Presiden, Wakil Presiden, para menterinya, dan yang berkepentingan, baik itu seminggu, setengah bulan, atau sebulan sekali, atau mungkin mendadak, paling tidak, selalu mengadakan rapat, ada rapat koordinasi, rapat kabinet, dst. Itu?
Artinya, jangan sampai "100 hari kerja" itu akhirnya menjadi mitos dan sakral yang menjebak kerja-kerja pemerintah. Padahal banyak hal yang harus dikerjakan. Tidak sesederhana yang dibayangkan.Â
Penonton biasanya memang lebih pintar dari pemain. Tidak begitu merasakan dan paham apa yang sebenarnya. Bisanya berteriak-teriak. Melontarkan kritik, tapi tanpa memberikan solusi, apalagi apresiasi.
Maaf, ini bukan berarti adalah corong pemerintah. Bukan. Tapi cobalah berpikir realistis dan rasional. Jangan ikut-ikutan halu, dan terjebak mitos-mitos. Termasuk mitos 100 hari kerja. Berikan kesempatan pemerintah bekerja dengan baik. Bukan begitu, Pak Amien Rais?