Mohon tunggu...
Muhammad Maruf
Muhammad Maruf Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemikir, suka isu ekonomi, teknologi dan reliji

Lahir dari tanah sumatera, sekarang saya merantau di Jakarta. lebih detail cek www.muhruf.com/ email muhruf@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Analogi Stabilitas Sistem Keuangan dengan Tubuh dan Sepeda

24 Juni 2019   02:07 Diperbarui: 24 Juni 2019   02:38 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Ada sebuah pemisalan populer tentang bagaimana peran vital uang dalam perekonomian. Uang ibarat darah yang dipompa oleh jantung untuk mengalirkan darah bersih dan menyedot darah kotor ke seluruh organ, sehingga tak satupun mahluk hidup yang bisa hidup tanpa alirannya. Uang dibawa oleh bank yang menerima simpanan dana dari sebagian masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada sebagian masyarakat yang membutuhkan.

Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada perekonomian sebuah negara yang kondisi sistem keuangan tidak sehat dan tidak stabil. Masalah akan datang bertubi-tubi, mulai darah tinggi (mungkin cocok disebut hyper inflasi) hingga lemah, lesu, pucat (malaise ekonomi) akibat anemia atau kurang darah.  Bila jantung berhenti berdetak akibat pasokan darah tersumbat, darah terkontaminasi zat beracun maka seseorang akan sakit, koma, hingga berakibat fatal.

Ini juga terjadi dalam perekonomian dan pernah dialami Indonesia pada 1997/1998 dimana krisis nilai tukar mata uang, merembet ke perekonomian hingga politik. Indonesia, nyaris kolaps waktu itu setelah bank-bank kehabisan uang, sebagian mati dan sebagian lagi dirawat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Entah apa jadinya bangsa ini bila pada waktu itu tak ada bank yang bisa disembuhkan.

Krisis multidimensi 1998 telah memberikan pelajaran amat berharga bahwa perekonomian nasional perlu dijaga agar bertumbuh dan sehat. Ibarat naik sepeda, laju goes perlu dijaga pada kecepatan tertentu, tidak terlalu lambat agar tidak jatuh, dan tidak terlalu cepat agar tidak celaka. Stabilitas adalah syarat utama pembangunan, anonimnya adalah volatilitas. Apapun itu, yang namanya kondisi tak menentu pasti tidak enak dan membahayakan, dan ini pula yang berlaku pada sistem keuangan. Sayangnya, stabilitas dan volatilitas adalah musuh bebuyutan yang dipastikan akan tetap berhadapan hingga akhir zaman.

 

Stabilitas Sistem Keuangan

Dikutip dari laman resmi BI,  Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada intinya menyatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil  pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Ini persis seperti orang sakit, dimana ia tidak bisa bekerja, produktif, dan bila penyakitnya parah bisa meninggal.  Dalam kontek sistem keuangan, penyakit-penyakit itu sudah dianggap membahayakan bila sudah menghambat aktivitas penderita.

Seperti pula penyakit, ada banyak jenis masalah dalam sistem keuangan yang belum tentu semuanya dapat dikategorikan membahayakan perekonomian, atau istilah kerennya sistemik. Dalam sebuah sistem keuangan, gagalnya kondisi stabil bisa dipicu oleh faktor dalam negeri dan luar negeri, dimana menurut BI risikonya antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.

Globalisasi telah membuka sekat-sekat membuat pasar keuangan antar negara semakin terbuka. Dampaknya, bila diibaratkan kembali dengan sepeda tadi, maka kondisi laju yang stabil saat ini tidak hanya ditentukan oleh kepiawaian pengendara, kondisi sepeda yang prima, melainkan juga kondisi eksternal seperti jalan dan cuaca. 

Sepeda itu adalah sistem keuangan di Indonesia bisa komponennya terbagi dalam dua bagian besar, yaitu sistem moneter atau perbankan dalam hal ini aktor utamanya adalah BI, dan sistem lembaga keuangan non bank dimana Kementerian Keuangan menjadi regulatornya.

Belakangan, 'penghuni' ekosistem keuangan nasional itu berubah seiring dinamika perekonomian global yang mendorong reformasi kelembagaan sistem keuangan. Ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada September 2004 dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Agustus 2012.  LPS sebagaimana namanya, asuransi yang menjamin dana nasabah dibank tetap utuh meskipun institusinya tutup.  

OJK adalah lembaga independen reinkarnasi dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, sebuah unit di bawah Kementerian Keuangan yang dilikuidasi seiring hadirnya lembaga ini.  OJK mewarisi pekerjaan Bapepam LK untuk meregulasi dan mengawasi Industri Kuangan Non Bank (IKNB).

Yang menarik adalah tugas tambahan OJK untuk mengawasi perbankan yang sepenuhnya dilimpahkan dari BI pada Desember 2013, mengikuti best practice internasional. Padahal peran itu telah menjadi 'brand' tak terpisahkan dengan BI sejak lama. Apa jadinya bank sentral tanpa bisa mengawasi bank-bank secara langsung? Bagaimana mungkin BI yang sudah seperti jantung bisa menyedot dan memompa uang secara efektif via bank yang juga ibarat pembulu darah tanpa hak pengawasan?

Makroprudensial

Peran pengatur dan pengawas bank yang beralih OJK atau mikroprudensial telah lama disandang oleh BI, bahkan sebelum reformasi. Setelah orde reformasi BI fokus kepada sesuatu yang lebih besar, yaitu makroprudential, sebuah istilah untuk peran yang sebetulnya telah dijalankannya pada awal millennium. Peran ini diambil dari pentingnya melihat kondisi sistem keuangan dari helicopter view, tidak parsial, berurutan dan lintas sektoral. Melihat tidak hanya bank, atau satu dua masalah dan potensi masalah di lembaga jasa keuangan melainkan menelisik seluruh sistem keuangan dan memastikan risiko sistemik dapat dicegah, dihindari, atau diobati.

Istilah makroprudential menjadi popular setelah negara sekaliber Amerika Serikat terhuyung-huyung oleh tsunami finansial akibat gagal mencegah gelombang besar efek buruk sekuritisasi kredit kepemilikan rumah, atau subprime mortgage pada 2008. Istilah ini menjadi tenar dan segera menjadi kurikulum wajib kebanksentralan dunia karena fakta membuktikan bank sentral sekaliber Federal Reserves gagal mengantisipasi KPR macet yang menjadi bola salju masalah nasional dan ekonomi dunia.

Di dalam negeri, peran makroprudensial BI sukses membantu perekonomian Indonesia melewati masa-masa menegangkan krisis global 2008. BI dalam menjalankan kebijakan makroprudensial berorientasi kepada sistem, mencakup dimensi runtun waktu (time series) dan antarsubjek (cross section), serta diimplementasikan dengan perangkat prudensial. 

Makroprudential bisa menutupi kekurangan kebijakan mikroprudensial yang kini dijalankan OJK, moneter yang dijalankan sendiri oleh BI dan kebijakan fiskal yang menjadi domain Kementerian Keuangan. Beruntung, BI telah mendirikan Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) pada awal 2000 jauh sebelum krisis global 2008.

Penjaga Stabilitas

Meskipun BI adalah otoritas tunggal moneter, namun sistem keuangan yang stabil tak mungkin bisa diwujudkan dengan peran tunggalnya. Bahkan, pendekatan makroprudensial yang antar subjek membuat banyak risiko-risiko yang muncul dalam sistem keuangan terbukti justru timbul jauh dari prilaku lembaga jasa keuangan. Ambil contoh, masalah lonjakan  kenaikan kebutuhan pokok pada waktu lebaran yang memicu inflasi lebih dipicu masalah distribusi dan ketersediaan barang daripada sisi kelebihan pasokan uang.

Contoh lain misalnya, pasokan dolar AS yang sedikit di Indonesia bukan hanya disebabkan rendahnya nilai ekspor, tetapi juga diakibatkan oleh prilaku eksportir yang menyimpan dana hasil ekspor di bank luar negeri. Solusinya, lebih merupakan domain pemerintah, atau kebijakan fiskal dimana  insentif atau bahkan pemaksaan diperlukan agar dana dana itu masuk ke sistem perbankan dalam negeri. Dampak masalah ini cukup serius bagi BI yang diberi mandat menjaga nilai tukar rupiah.

Dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan. BI bersama pemerintah, OJK, dan LPS membentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Komite ini, dengan peran dan tugasnya masing masing, berkelindan menjaga sistem keuangan nasional tetap stabil. Para pemimpinya selalu menggelar pertemuan untuk memastikan kondisi sistem keuangan Indonesia berjalan dengan baik. Forum ini sekaligus menjawab nada miring potensi masalah koordinasi seputar peralihan peran mikroprudensial dari BI kepada OJK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun