Mohon tunggu...
Muhimatun Nisak
Muhimatun Nisak Mohon Tunggu... Buruh - Belum bekerja

Keunikan bagian dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dayung Perahumu

14 November 2022   06:20 Diperbarui: 14 November 2022   06:44 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di malam hari, sekumpulan awan di langit bergerak menutupi seluruh teluk yang tenang dengan kegelapan yang tak tertembus, membuat suara hujan yang mulai dan berhenti turun tidak merata terdengar jelas---mendekat, menjauh. Memang, malam berawan seperti ini bak pepatah bagi para pelaut di pantai barat benua yang luas itu. Langit, daratan, dan lautan menghilang dari dunia ketika Mentari---seperti kata pepatah---telah terlelap dengan selimut awan hitamnya.

Beberapa bintang mulai muncul mengiringi sinar mentari yang mulai meredup di cakrawala menuju hitam kelam. Di samudra yang luas, kapal terus mengapung sunyi dan layar terbentang tak terlihat di atas kepala Anda. Mata Tuhan pun---ucap mereka dengan nada suram---tidak dapat melihat apa yang tangan kita lakukan; dan Anda bebas meminta pertolongan setan paling jahat jika memang kelicikannya bisa melawan gelap malam yang membutakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun