Melewati pintu gapura khas Giri, mata saya menyapu atap yang dulunya belum ada sekarang sudah berdiri megah. Keluhan bagi peziarah yang sering kehujanan saat melantunkan doa. Maka sekali lagi, Yayasan Sunan Giri Gresik terus berbenah. Layaknya wisata religi lainnya, tempat ini dikelilingi kotak infaq. Harapannya selain berziarah juga bisa sisihkan sebagian harta. Dari pelataran, saya berjalan ke kanan menuju makam utama. Naiki tiga anak tangga keramik sedikit curam, tak lupa tundukkan kepala karena area makam lebih rendah dibanding ruang di dalamnya. Menuju pusara Sunan Giri, peziarah umum biasanya hanya diperbolehkan sampai bagian luar, meskipun sudah memasuki kuncup makam. Bagian dalam miliki pintu yang selalu terkunci. Akan dibuka apabila ada peziarah khusus seperti pejabat, ulama, kiai, dan orang penting lainnya. Samar terlihat di dalam kuncup hanya ada makam Sunan Giri. Nisan dilapisi kain beludru hitam dilengkapi tulisan arab dan latin "Sunan Giri R. Paku, lahir 1442  wafat 1506".  Di sebelah kanan pusara, terlihat dua kotak besi tersusun rapi.  Kotak hijau dan abu-abu. Berdasarkan penuturan juru kunci, kotak besi hijau itu digunakan untuk menyimpan beberapa benda bersejarah, seperti sajadah dan keris Sunan Giri. Keris Kolomunyeng  namanya. Konon, keris tersebut berasal dari pena. Saat Sunan Giri belajar ada serangan dari Majapahit, lalu dengan kuasa Allah pena tersebut dilempar kemudian berubah wujud menjadi keris yang memutar-mutar mengejar musuhnya. Menurut bahasa Jawa munyeng artinya mutar.Â
Pondasi kuncup makam terbuat dari bebatuan putih dan dinding gebyok kayu dengan detail ukiran indah dan rumit. Motif bunga mendominasi. Â Atap bangunan terdiri atas tiga lapis terbuat dari kayu mirip genteng. Keluar dari kuncup makam, saya sempatkan berkeliling sejenak. Berbagai sudut ruangan terdapat rak buku, seperti Alquran, kitab majemuk, maupun buku yasin dan tahlil.Â
Saya menyusuri kanan kuncup makam dan bertemu juru kunci. Pria berkumis berbaju army itu tidak menyebutkan nama, hanya memperkenalkan diri sebagai juru kunci dan bercerita sedikit tentang keris kolomunyeng. Sambil bercerita, beliau menunjuk deretan makam di samping belakangnya, yakni makam putra Sunan Giri (paling kanan: Sunan Dalem). Makam putra Sunan Giri lainnya, Raden Supeno berada di bukit Giri Kedaton.Â
Sedangkan istri Sunan Giri dimakamkan di sebelah kiri area kuncup. Beranjak dari juru kunci, saya telusuri puluhan makam di sekitar area. Sebelum memasuki tempat wudu, peziarah bisa menikmati segarnya air dari gentong-gentong yang telah disediakan. Gelas plastik warna-warni seolah siap digunakan peziarah, letaknya dekat gentong. Tak perlu keluarkan uang, air ini halal dan gratis. Seberang tempat wudu sudah terlihat tempat salat. Ukurannya cukup luas, bisa menampung kurang lebih lima belas jamaah.
Usai salat mahrib, saya menuju pintu keluar. Gapuro keluar ini menjadi ikonik kota Gresik. Batuan putih tersusun berundak, bagian atas terdapat ukiran. Turuni tangga, tepat diantara makam-makam tersebut terdapat kantor Yayasan Sunan Giri. Selain kantor yayasan, di area makam tepat di sebelah barat pintu masuk utama terdapat museum Sunan Giri. Sepuluh tahun lalu museum beralamatkan di Jalan Panglima Sudirman Gresik (sekarang Gallery Pudak/kawasan parkir shuttle  Makam Maulana Malik Ibrahim).
Keluar dari kawasan makam, deretan kios makanan, minuman, baju, mainan, asesoris, tasbih, sarung, dll. Kuliner khas Gresik yang bisa dijumpai adalah pudak. Â Jajanan tradisional itu terbuat dari campuran tepung beras, gula pasir atau gula jawa, serta santan kelapa. Kemasan kue manis tersebut cenderung unik yakni pelepah pinang. Varian pudak bermacam-macam, antara lain: sagu, coklat atau gula jawa, dan putih (gula pasir), dan juga pudak hijau (pandan).Â