Kini, dobrakan solutif dari Yayasan Sunan Giri Gresik sigap menyikapi kondisi tersebut, beberapa tahun belakangan sudah tersedia terminal bus khusus peziarah.
Ratusan ojek tertata rapi di parkir bus. Pengendara memakai rompi biru, coklat, dan hijau. Mereka punyai rute berbeda. Ojek rompi coklat melintas jalan Sunan Prapen (pintu masuk selatan).
Ojek rompi hijau mengakhiri perjalanan di pintu utama atau parkir bagian bawah area makam, selanjutnya peziarah diantar ojek rompi biru menuju terminal.
Masing-masing warna rompi dikelola paguyuban yang berbeda. Pembagian rute dan besaran ongkos ojek telah disepakati antar paguyuban. Selain ojek dapat pula manfaatkan dokar atau delman.
Bedanya terletak pada tarif, jumlah penumpang, dan jalur menuju makam. Ojek bisa bonceng satu hingga dua penumpang, kisaran ongkos Rp4.000 sampai Rp8.000. Sedangkan dokar dapat dinaiki 4-5 peziarah dengan merogoh kocek Rp15.000 hingga Rp20.000.Â
Langkah kaki terkadang berhenti sejenak, ambil uang untuk sedekah orang-orang disekitar anak tangga. Para peminta sedekah itu kebanyakan sudah terorganisir. Sering saya melihat segerombolan orang peminta-minta turun dari angkot ataupun mobil pribadi dan didrop di area makam.
Namun, kemarin tatkala saya berkunjung ke makan, jumlah mereka jauh lebih sedikit dibandingkan satu tahun silam. Asumsi saya, ada perbaikan kebijakan terkait hal tersebut.Â
Menapaki pintu masuk utama, peziarah diarahkan mengikuti tanda panah merah besar nempel di dinding bebatuan putih. Belok kanan dan naiki sekitar sepuluh anak tangga. Kemudian belok kiri dan akan menjumpai puluhan botol minum terisi air berkah sumur dari kompleks makam.
Ada dua petugas penjaga stand air minum. Disamping itu, petugas akan mendata rombongan peziarah. Satu botol air minum tidak dipatok harga, peziarah diminta secara ikhlas masukkan sejumlah uang di kotak infaq yang telah disediakan.