Lampu-lampu jalan menyala, satu per satu, memberikan cahaya kekuningan yang menambah suasana sendu. Bayangan pepohonan memanjang di aspal, menegaskan bahwa hari benar-benar hampir usai.
Di perjalanan pulang itu, banyak hal terlintas di benak. Kenangan-kenangan kecil yang dulu terasa sepele kini justru terasa berharga. Seperti saat mengajarkan gadis itu belajar naik sepeda di gang sempit dekat rumah. Atau ketika ia malu-malu menerima pinjaman komik. Semua potongan kenangan itu berkelebat cepat, membuat dada terasa sesak.
Tidak ada lagi kesempatan untuk menyampaikan rasa suka yang selama ini disimpan rapat. Tidak ada lagi waktu untuk sekadar berkata bahwa perasaan itu nyata.Â
Semua sudah terlambat, karena truk itu telah membawa pergi bukan hanya barang-barang, tapi juga seseorang yang berarti.
Bunga kosmos di tepi jalan tetap bergoyang, tak peduli manusia yang menatapnya dengan pandangan kosong. Mereka akan terus tumbuh, terus berganti musim, terus mekar meski ada hati yang diam-diam merasakan kehilangan.
Dan di atas sepeda yang berjalan pelan menuju rumah, hanya ada satu kesadaran yang mengendap: keberadaan gadis itu tidak akan pernah terlupa.Â
Senyumnya, tatapannya, bahkan tangisannya akan selalu tinggal, menjadi bagian dari sebuah cerita cinta pertama yang tak pernah benar-benar diucapkan.
Malam pun akhirnya turun. Jalanan kota dipenuhi lampu kendaraan yang berkilauan. Sepeda terus bergerak, membawa pulang tubuh yang letih dan hati yang penuh dengan kenangan.
Di sudut jalan terakhir sebelum rumah, kembali tampak bunga kosmos bergoyang pelan. Indah, tapi kesepian. Sama seperti perasaan yang masih tertahan, menunggu waktu yang mungkin tak akan pernah datang untuk terucapkan.
(MAW)