Tak jauh dari situ, setelah melihat kereta yang besar, saya melihat meja dengan display unik. Di atasnya, berjejer miniatur kereta api tambang, dan kendaraan-kendaraan skala kecil lainnya. Ternyata, ini adalah komunitas pecinta miniatur. Siapa sangka, hobi seperti ini punya tempat di tengah CFD? Mereka bukan hanya memamerkan, tapi juga mengedukasi tentang seni miniatur.
Mungkin hal paling tak terduga hari itu adalah ketika saya mendengar dentuman drum dan raungan gitar listrik dari kejauhan. Saya kira ada konser, tapi ternyata suara itu datang dari... halte bus. Ya, benar. Komunitas band rock yang menamakan diri mereka "ROCK IN HALTE" sedang manggung di sana.
Dengan panggung sederhana, mereka menggebrak suasana dengan lagu-lagu cadas. Saya merasa di CFD Solo ini, setiap sudut bisa jadi panggung.Â
Selama menyusuri jalan, saya dihampiri oleh seorang bapak-bapak yang menawarkan pijat refleksi. Di sebelahnya, ada aksi sulap sederhana. Beberapa meter kemudian, saya melihat ada yang memainkan alat musik sape' alat musik khas suku Dayak, lengkap dengan pakaian adat Dayaknya.Â
Ada anak-anak sekolah sedang pentas seni. Mereka memainkan alat musik, bernyanyi, menari, dan bahkan menampilkan potongan adegan "Film Jumbo", diperankan oleh para murid dari sekolah di Solo. Ada juga anak-anak TPA yang tadarus Quran.
Tak cukup sampai di situ, ada pula komunitas pecinta ular yang mengizinkan pengunjung untuk foto bareng ular besar (dengan pengawasan tentunya), dan komunitas pecinta anjing yang mengajak para pengunjung, terutama yang mengajak anjing peliharaannya untuk parade kecil-kecilan.
Lalu ada komunitas winchun, karate, dan bahkan pertunjukan silat di atas matras yang digelar di pinggir jalan. Beberapa komunitas olahraga bela diri sering menggelar latihan terbuka di sepanjang jalan, dan siapa pun boleh ikut nonton.