Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan yang Menghidupkan, Bukan Memaksa

2 Mei 2025   16:44 Diperbarui: 3 Mei 2025   08:50 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan meningkatnya keluhan terkait tekanan belajar dan kesehatan mental anak usia sekolah dalam beberapa tahun terakhir. 

Di sisi lain, guru pun berada dalam tekanan yang tak kalah berat---kurikulum, administrasi, dan target nilai membatasi ruang mereka untuk mendidik dengan hati.

Padahal, sekolah seharusnya menjadi rumah kedua. Tempat anak-anak merasa aman, diterima, dan dihargai. Sayangnya, iklim sekolah masih terlalu berorientasi pada nilai ujian dan kedisiplinan formal. 

Banyak anak merasa tidak punya ruang untuk mengekspresikan diri, mengeksplorasi minat, atau sekadar belajar dari kegagalan. Program pendidikan karakter yang semestinya menjadi penyeimbang, sering kali hanya berhenti di slogan dan seremoni.

Pendidikan sejatinya adalah proses yang menyentuh hati, bukan hanya mengisi kepala. Pendidikan bukan sekadar soal siapa yang paling cepat menjawab soal, tetapi siapa yang mampu berpikir kritis, bekerja sama, dan menghargai perbedaan. 

Di sinilah kita perlu menata ulang sistem pendidikan secara serius---mulai dari kurikulum, pelatihan guru, hingga arah kebijakan nasional.

Pendidikan yang menghidupkan adalah pendidikan yang membuat anak bahagia datang ke sekolah. Anak-anak hadir dengan rasa ingin tahu, bukan rasa takut. Mereka belajar dengan semangat, bukan tertekan oleh beban. 

Sekolah menjadi tempat bermain, bertumbuh, bersosialisasi, dan bereksperimen. Pendidikan memang perlu kedisiplinan, tetapi kedisiplinan yang lahir dari kesadaran, bukan paksaan. 

Justru dalam suasana belajar yang menyenangkan, tanggung jawab dan semangat belajar tumbuh lebih alami.

Di tengah arus globalisasi yang deras, pendidikan Indonesia harus tetap berakar pada kebudayaan sendiri. Budaya lokal, bahasa daerah, seni tradisi, dan kearifan lokal bukanlah beban masa lalu, melainkan sumber pembelajaran yang hidup dan relevan. 

Pendidikan yang berpijak pada budaya akan melahirkan generasi yang tidak hanya cakap secara global, tetapi juga kokoh dalam identitasnya. Anak-anak yang tahu siapa dirinya dan dari mana mereka berasal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun