Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dipaksa Menjadi Manusia Unik

11 Januari 2021   19:15 Diperbarui: 11 Januari 2021   19:54 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerbau yang tergantikan oleh mesin, dia hanya ada dalam lukisan. Saya melukisnya dari objek nyata di 2009. (Dokpri.)

Menjadi manusia unik sebuah keniscayaan ketika mesin-mesin menggantikan peran kita. Apabila pekerjaan sudah tergantikan oleh mesin-mesin yang serba otomatis, lalu kita mau melakukan apa?

***

Kalau musim tanam tiba, pemandangan di pesawahan dihiasi oleh sekeluarga kerbau yang membajak lahan. Para petani beramai-ramai saling membantu untuk menyelesaikan pekerjaan.

Tapi, itu dulu. Sebelum ada mesin traktor menggantikan tenaga si kerbau. Saat ini, sebuah mesin traktor bisa menggantikan sekeluarga kerbau pembajak sekaligus beberapa  buruh tani. Mesin sudah menggantikan peran manusia dan hewan pembajak. Kerbau  sudah terhapus dari pemandangan alam pedesaan.

Anak kerbau yang melenguh sambil berlari-lari di petakan sawah tidak bisa lagi kami nikmati. Kisah bocah angon yang sering menjadi objek fotografi atau lukisan kini hanya tinggal cerita. Satu sisi, kehadiran mesin-mesin di sawah kami sangat memudahkan pekerjaan. Namun, di sisi lain kami kebingungan karena satu per satu mata pencaharian kami hilang dari muka bumi.

Contoh di atas hanya sebagian kecil dari pengaruh mesin bagi kehidupan manusia. Tidak hanya di sektor pertanian, banyak lini kehidupan yang sudah tergantikan perannya oleh mesin. Lalu, bagaimana dengan kita sebagai manusia yang tergantikan?

***

Kalau matapencaharian sudah menghilang dari desa kami, apakah kami harus pergi ke kota? Baiklah kalau begitu. Besok lusa kami akan pergi dengan menumpang kendaraan umum dan berharap di kota ada pekerjaan untuk kami.

Tapi, harapan akan mendapatkan pekerjaan mulai pupus ketika saudara kami ada yang pulang dari kota. Saya tanya, " Kenapa pulang?"

"Kami kena PHK.", dengan wajah lesu dia menjelaskan alasan kepulangannya.

"Apakah perusahaan tempatmu bekerja sudah bangkrut?", saya kembali bertanya.

"Bukan ... bukan itu penyebabnya. Robot. Sekarang perusahaan sudah menggunakan mesin-mesin otomatis yang menggantikan tenaga manusia."

Oh, seperti itukah keadaannya. Jika mesin-mesin itu sudah menggantikan tenaga manusia, bisa dipahami jika pabrik-pabrik tidak membutuhkan manusia lagi. Kasusnya mirip dengan nasib si kerbau yang tidak dibutuhkan lagi oleh petani karena ada traktor.

Setelah mendengar keluh kesah saudara kami, bisa disimpulkan jika kami tidak bisa lagi berharap menjadi manusia-manusia "manual" layaknya mesin. Kami harus menjadi manusia unik yang tidak bisa tergantikan  oleh mesin.

Manusia unik yang saya maksud bukan manusia yang nyentrik atau aneh. Manusia unik bisa menjadi dirinya sendiri dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Awalnya saya sulit menerima kenyataan jika kehadiran para mesin _dengan dilengkapi kecerdasan buatan_ bisa menggantikan manusia. Sebuah kenyataan pahit kemajuan peradaban. Sisi gelap abad 21 yang sungguh menyesakan hati.

Kesulitan menerima kenyataan itu berawal dari sebuah pemikiran lama sejak di bangku sekolah jika manusia itu harus seragam. Pergi ke sekolah saja memakai seragam, maka kami berpikir jika manusia itu tidak perlu berbeda. Karena berbeda beresiko tidak mendapatkan tempat di masyarakat. Bisa dikucilkan.

Namun, setelah melakukan perenungan _tentu bukan di goa_ saya mulai menerima kenyataan jika menjadi manusia unik itu adalah keniscayaan. Bertanya pada diri sendiri apa yang unik dari diri ini. Apakah keunikan ini adalah bekal bagi kehidupan yang selama ini belum terangkat ke permukaan?


Bagi Anda yang berkesempatan berkunjung ke psikolog untuk mencaritahu potensi pribadinya, itu lebih baik. Namun, belajar mandiri untuk mencari keunikan kita juga bisa dilakukan. Meskipun itu tidak selalu mudah karena keterbatasan pengetahuan.

Saya mulai belajar otodidak membuat kerajinan kayu dan berharap ini menjadi keunikan pribadi. Selama ini saya tidak tahu jika saya bisa melakukan ini karena tidak ada satu orang pun yang memberitahu _baik orang tua maupun guru_ karena sebelumnya saya didoktrin untuk sama dengan orang lain.

Bagi Anda yang punya hobi, keunikan itu bisa menjadi modal di media sosial. Daripada Anda memposting ujaran kebencian mending memamerkan hobi Anda. Siapa tahu bisa mendatang pundi-pundi rupiah. Banyak kan contoh orang seperti itu?

Kalau mesin-mesin itu masih bisa meniru apa yang kita lakukan, maka cari lagi apa yang tidak bisa mereka lakukan. Saya mulai mengerti jika perang dengan para robot _seperti dalam film-film Hollywood_ itu bukan dengan menembakinya ... tapi terus berpikir untuk melakukan apa yang tidak bisa mereka lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun