Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pikiran Manusia: Tebak-tebakan Menentukan Pilihan

28 Maret 2019   20:40 Diperbarui: 29 Maret 2019   20:29 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pikiran manusia memiliki banyak keistimewaan. Sejauh mana keistimewaan pikiran, tidak semua orang bisa memahaminya.

***

Di daerah saya, sering terdengar suara burung Sirit Uncuing dimana mitosnya dia mengabarkan orang akan kematian. Saya mulai berpikir, apakah itu suatu kebetulan atau suatu kejadian yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Binatang memiliki cara tersendiri untuk "memahami" kejadian di sekitarnya. Lalu, apakah manusia memiliki mekanisme sendiri untuk melakukan itu?

Saya tidak punya data ilmiah mengenai bagaimana pikiran manusia bekerja dalam menentukan pilihan. Lagipula, saya bukan orang yang menganggap pikiran sebagai mesin dimana bisa "dipereteli" dan dijelaskan secara terperinci bagaimana dia bekerja.

Di musim serba memilih, pikiran kita dituntut untuk menentukan sesuatu --yang bahkan kita minim informasi-- mengenai objek pilihan itu. Mungkin, banyak pula menentukan pilihan itu berdasarkan informasi yang salah.

Saya jadi ingat ketika masih anak-anak, waktu itu sering  main tebak-tebakan gambar sama teman. Ada beberapa gambar  dijejerkan secara terbalik kemudian secara bergiliran menebak gambar apa yang ada dibaliknya.

Tebak-tebakan, suatu cara simpel untuk menentukan pilihan. Ketika pikiran belum yakin akan pilihan mana yang akan kita tentukan maka tebak-tebakan bisa menjadi pilihan.

Perubahan

Saya pikir itulah yang diinginkan banyak orang ketika dihadapkan untuk menentukan pilihan. Perubahan tidak selalu harus berganti 'pemain', tentu saja bisa dengan pemain lama.

Perubahan seperti apa, itu pun sulit didefinisikan. Berganti pemimpin negara atau masih yang lama, tidak serta merta bisa mengubah segalanya. Apa yang dialami dan dirasakan setiap insan di mana pun berada akan berbeda. Seperti yang saya pikirkan, saya ingin desa saya menjadi makmur. Pergantian pemimpin negara tidak begitu berpengaruh karena sulit tersentuh oleh sumber-sumber 'penggerak ekonomi'.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya, masih banyak sisi-sisi dalam kehidupan di negeri dimana peran Pemerintah tidak begitu berarti. Justru, perubahan hanya bisa datang dari inisiatif sendiri.

Maka perubahan yang diharapkan tidak memiliki hubungan langsung dengan pergantian kepemimpinan negeri ini. Pada kenyataannya, kedatangan orang ke TPS hanyalah sebagai seremonial belaka. Ya, daripada dibilang warga negara yang tidak peduli, mending datang ke tempat pemilihan walaupun tidak disertai keyakinan.

Informasi

Apakah setiap pemilih memiliki informasi yang cukup sebagai dasar untuk menentukan pilihan? Apakah informasi yang diterima dapat dipertanggungjawabkan sehingga benar-benar menjadi bahan pertimbangan?

Informasi sebagai bahan pertimbangan tidaklah cukup sebagai faktor penentu dalam menentukan pilihan. Bisa saja, informasi malah membingungkan. Atau, informasi sengaja disebarkan untuk membuat bingung.

Coba tengok media massa dan -tentu saja sosial media-, berseliweran informasi bisa saja mengubah arah jalan pikiran seseorang. Bisa juga, membanjirnya informasi justru meyakinkan pikiran orang untuk tetap pada pendiriannya semula. Informasi, -terlepas kebenarannya-, nyatanya hanya menjadi komoditi alias 'barang dagangan'.

Saya tidak terlalu suka kondisi dimana informasi yang membanjiri media sehingga tidak bisa dibedakan antara mana informasi berguna dan mana sampah. Informasi menjadi tidak bisa lagi dijadikan acuan dalam menentukan keputusan.

***

Kebingungan dalam pikiran bisa terobati dengan banyak berdo'a. Kita sendiri tahu, hanya pada Alloh kita berpangku bukan pada sekelompok orang yang belum tentu mau membantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun