Menurut Inen Dyan, alergi itu disebabkan oleh bulu ulat yang terpapar ke wajah dan tangannya saat memetik kopi. Rasanya sangat gatal. Kalau rasa gatal itu digaruk, maka racunnya melekat di kuku kita. Saat bagian tubuh yang lain digaruk, maka racun itu pun menular. Makin sering digaruk, maka bengkaknya makin meluas, bisa ke seluruh tubuh.
Dia menambahkan, di dahan dan daun kopi sangat banyak ulat bulu. Bentuknya berbagai model, rata-rata ukurannya kecil dan warnanya mirip daun atau batang kopi. Ulat bulu itu mampu melakukan penyamaran. Sering juga ditemukan ulat bulu itu sedang memakan kulit buah kopi. Sering juga saat memetik buah kopi, jari tangan ikut memegang ulat bulu tersebut.
“Kalo ulat bulu itu terlihat, enggak mungkin buah itu yang dipetik, bulunya sangat gatal” imbuh Inen Dyan sambil mempersilahkan meminum secangkir kopi panas.
Perempuan paruh baya itu mengingatkan, saat memetik buah kopi harus sangat hati-hati dengan ulat bulu yang oleh petani kopi di Aceh Tengah dinamai Sesongot. Tubuh ulat yang bernama Sesongot itu berwarna hijau. Diatas tubuhnya terdapat sejumlah bulu tegak berwarna hitam, mirip rambut manusia.
Ketika bagian tubuh kita terkena bulu tegak itu, rasanya sangat sakit. Tubuh kita langsung meriang. Kalau tidak diobati, maka tubuh kita akan meriang sampai seminggu. Otot disekitar bekas sengatan bulu ulat Sesongot itu akan mengeras.
“Obat tersengat Sesongot itu sebenarnya mudah, pecahkan tubuh ulat itu, lalu oleskan cairan tubuh ulat itu ke bagian tubuh kita yang tersengat. Lima detik kemudian, sembuh,” jelas Inen Dyan.
[caption id="attachment_318857" align="alignright" width="300" caption="Memetik kopi organik dalam ancaman ribuan ulat bulu dan binatang berbisa."]

Sedangkan alergi akibat terkena bulu ulat yang lain, menurut Inen Dyan, sebaiknya jangan digaruk atau diraba. Diamkan saja. Beberapa menit kemudian, rasa gatalnya akan hilang sendiri. Namun, kalau sudah bengkak-bengkak seperti wajah mereka, obatnya oleskan minyak goreng yang dicampur dengan garam. Besok pagi sudah normal kembali. Namun, bekasnya masih tetap ada.
“Makanya wajah dan tangan petani kopi jarang ada yang mulus, pasti ada bekas korengannya,” kelakar Inen Dyan.
Mengingat rasa gatal dan alergi karena bulu ulat dapat merusak kulit wajah, sebenarnya Inen Dyan tidak suka menjadi petani kopi. Namun, lanjutnya, mereka tidak punya pilihan pekerjaan lain. Keterampilan mereka hanya bertani, terpaksa mereka bekerja didalam ancaman ribuan ulat bulu. Kalau tidak memetik kopi, pasti keluarganya tidak makan. Itulah nasib petani kopi organik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI