Mohon tunggu...
MUHAMMAD SYAIFUL ANWAR
MUHAMMAD SYAIFUL ANWAR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Semua orang punya paradigma, stigma, dan logika yang berbeda. Kalau Anda belum bisa mengkonversikannya melalui perkataan, mari,,,,kita coba untuk ungkapkan dalam sebuah tulisan!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hiruk Pikuk Pemilu 2024 Kian Memburuk

19 Februari 2024   15:24 Diperbarui: 19 Februari 2024   15:37 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana dikutip dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia ke-4 “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pernyataan tersebut seperti tidak berfungsi ketika memasuki fase di pesta demokrasi. Kenapa tidak berfungsi?

Karena mereka tidak segan untuk melakukan segala cara dan upaya untuk bisa meraih tujuan dari kepetingannya. Mereka yang dari golongan atas tidak sungkan berlomba-lomba menggunakan berbagai strategi dan juga taktik untuk memenangkan kontestasi di pesta demokrasi ini. Mereka saling beradu potensi, bersaing, dan berkompetisi untuk menduduki sebuah kursi pemerintahan tertinggi di negeri ini. Potensi yang seharusnya bersumber dari diri sendiri, kini seakan hilang dan terganti. Bahwa mereka yang menang adalah mereka yang punya uang, kekuatan, kekuasaan, kewenangan dan ada yang menggunakan politik dinasti. Rakyat yang seharusnya sebagai subjek dalam pemilu, kini berubah menjadi objek dalam pemilu itu sendiri. Mereka seakan-akan dimobilisasi untuk memilih orang yang mereka sendiri tidak mengenalnya.

Mereka yang berada dikalangan pejabat pemerintahan paling atas mengsetting dan menunjuk para tokoh yang mempunyai pengaruh dan kemampuan untuk memobilisasi rakyat di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan bahkan dalam ranah pemerintahan lebih kecil, yaitu pemerintahan desa. Betapa hebatnya manufer orang ini untuk memilih tokoh penangung jawab tiap daerah yang mempunyai tugas untuk memobilisasi mayoritas rakyat. Lantas dengan apa mereka memobilisasi rakyat? Apakah dengan uang? Atau mungkin kewenangan yang mereka miliki sebagai kepala daerah disalah gunakan? Atau yang lainnya? Mungkin temen-temen punya jawaban sendiri mengenai itu.

Berikut ini beberapa kewangan kepala daerah yang mungkin di salahgunakan;

  • Mobilisasi birokrasi
  • Izin lokasi kampanye
  • Memberikan sanksi atau membiarkan kepala desa yang tidak netral

Setelah mengetahui kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah. Apakah mungkin kepala desa juga melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya? Tentu saja sangat mungkin bukan?

Berikut merupakan kewenangan yang mungkin disalahgunakan oleh kepala desa;

  • Data pemilih
  • Penggunaan pembangunan dana desa
  • Data penerima BANSOS, PKH, BLT
  • Wewenang alokasi Bansos

Kenapa mereka tidak netral dan malah ada keberpihakan ke salah satu paslon? Ya wajar saja mereka ada keberpihakan, orang diatas mereka juga berpihak kan? Bahkan tokoh tertinggi di jalannya roda pemerintahan juga berpihak dan tidak netral. Sebetulnya tokoh paling tinggi tersebut tidak apa-apa berpihak ke salah satu paslon, asalkan;

  • Diikutsertakan dalam kampanye dan tidak boleh kampanye sendiri (Pasal 281)
  • Atau jika dia petahana yang mencalonkan lagi (Pasal  299 (ayat 1))
  • Terdaftar sebagai tim kampanye (Pasal 299 ayat 3)

Tetapi apakah beliau terdaftar ke dalam tim kampanye dan sudah cuti dari tugasnya? Silahkan temen-temen amati sendiri. Selain itu, juga ada syarat tokoh pemerintahan boleh berkampanye, diantaranya yaitu;

  • Mengajukan cuti
  • Tidak pakai fasilitas negara (kecuali pengamanan)
  • Memperhatikan tugas negara dan pemerintahan
  • Pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon

Apakah syarat tersebut sudah dipenuhi semua? Apakah temen-temen menjumpai persoalan tersebut di Indonesia? Pasti temen-temen juga sudah banyak menemukan fenomena tersebut seperti, para tokoh pemerintah yang menyelipkan kampanye di tengah-tengah acara yang mereka itu bertugas sebagai pejabat pemerintah. Ada tokoh pemerintah yang berkampanye terselubung, karena mereka tidak terdaftar sebagai tim kampanye. Ada yang fotonya terpampang jelas di poster ataupun baliho sebagai beground dan maskot salah satu paslon, ada juga yang menaikki mobil dinas dengan mengacungkan jari mengidentifikasi keberpihakan ke salah satu paslon, ada yang naik hellycopter dan pesawat angkatan udara untuk kampanye, dan bahkan akun resmi dari Kementerian dengan jelas menyatakan dukungannya ke salah satu paslon dengan memberi tanda tagar paslon tersebut. Bahkan ada juga kasus demo kepala kades tuntut revisi UU sampai merusak fasilitas negara.

Lantas, siapa yang mempunyai kewenangan untuk menindak berbagai macam pelanggaran tersebut? Tentunya Bawaslu lah yang memilik kewenangan untuk menindak dan memberi sanksi tegas yang menjera terhadap pelanggaran tersebut. Tapi sangat disayangkan Bawaslu yang seharusnya memberi sanksi tegas supaya mereka jera justru hanya memberikan sanksi teguran. Apakah yang terjadi sehingga Bawaslu tidak berani memberikan sanksi yang cukup tegas?

Pernyataan di atas sebagai gambaran secara umum problematik pemilu di tahun 2024. Di sini saya sebagai mahasiswa program studi Pemikiran Politik Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya menyelesaikan tugas menulis essay yang di berikan oleh Ibu Laili Bariroh, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Sisem Politik Indonesia tentang pemantauan pelaksanaan pemilu dari tanggal 13 s/d 15 Februari 2024 di tempat sekitar saya. Sebelum itu, saya mengapresiasi dengan adanya film edukatif yang ditayangkan pada masa tenang pemilu 2024. Film yang berjudul “Dirty Vote” yang mengungkapkan secara jelas kecurangan dalam pemilu. Film senada yang edukatifpun juga dibuat dan ditayangkan pada masa tenang pemilu 2019 yang berjudul “Sexy Killers”. Tapi sayangnya film tersebut tidak ditayangkan di channel televisi.


H-1 pemungutan suara berlangsung seperti biasa, orang-orang ramai membicarakan pemilu di segala tempat, termasuk di warung kopi sebelah rumah saya. Saya tidak ikut nimbrung disana, cuma saya mendengarkan dengan seksama obrolan mereka. Mereka sangat fanatik dengan paslon yang mereka dukung tanpa peduli kesalahan apa saja yang diperbuat sampai merugikan negara ini. Hari diamana tidak boleh adanya kampanye buktinya juga masih ada orang yang saling membicarakan dan bertukar cerita tentang nominal uang yang mereka dapat dari orang yang mencalonkan diri yang biasa disebut dengan politik uang. Mereka tetap menerima uang itu seakan-akan sudah menjadi tradisi yang telah mengakar. Mereka selalu membenarkan kebiasaan, bukan membiasakan kebenaran.

Kalau missal mereka tidak diberi uang, apakah mereka akan tetap memilih atau tidak memilih sama sekali? Atau bahkan akan lebih dari pada itu? Kita tidak pernah tahu. Politik uang itu ibaratkan sebuah luka infeksi(racun), jika yang terkena upas itu kaki dan belum menjalar ke bagian tubuh yang lain mungkin masih bisa diobati dan disembuhkan. Jika penyakit itu sudah menjalar ke bagian yang lainnya apakah masih bisa diselamatkan? Kemungkinkan akan diadakan operasi sampai amputasi. Kalau missal politik uang ini bisakah untuk diputus penyebarannya? Kita mulai dari golongan bawah atau golongan atas? Dan siapa yang bisa untuk membantu menuntaskan kebiasaan ini?

Saat hari pemungutan suara sudah berjalan dengan lancar sistematis. Cuma kekurangannya satu, yaitu masyarakat belum mengenal lebih dalam orang-orang yang ada di kertas suara tersebut. Meskipun sudah ada media atau website yang menjelaskan tentang sosok figur yang ada di kertas suara itu, tetapi hal itu juga belum maksimal. Pemungutan suara berlangsung sampai jam 13.00 dan dilanjut dengan perhitungan suara. Perhitungan suara dimulai dari calon presiden dan wakil presiden dan di lanjut yang lainnya. Setelah selesai perhitungan suara cepat calon presiden dan wakil presiden dimenangkan oleh nomor urut 02.

Setelah penghitungan suara pada tanggal 15 Februari 2024 muncul berita-berita yang salah input data tidak sesuai dengan yang aslinya. Apakah itu semata-mata hanya kelalaian atau sengaja untuk direkayasa supaya selisih juga terpantau cukup banyak? Saya juga belum sepenuhnya faham. Dalam setiap pemilu pasti yang kalah akan teriak curang, dan yang menang akan teriak tidak ada kecurangan. Entah itu sudah jadi adat atau mungkin benar adanya kecurangan itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun