Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dendam Kesumat di Lembah Tandikat

20 Oktober 2011   05:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:44 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangkur yang dilempar Biju melesat cepat menembus dada Putri Anai yang tiba-tiba berlari ke arena pertarungan dan mencoba melindungi Rangga. Perempuan itu jatuh bersimbah darah. Tubuhnya kejang-kejang sesaat, lalu diam.

" Putri.... Tidaakkk…!!!"

Rangga melompat menahan tubuh Putri Anai yang jatuh. Darah segar dari mulutnya terus mengucur deras. Perempuan itu tak lagi bergerak. Mati.

Biju tak bergeming. Matanya menatap tajam ke arah dua insan yang bersimbah darah di hadapannya. Satu sosok lelaki yang saat ini menjadi musuhnya. Dan satunya lagi tubuh istrinya, Putri Anai, yang telah dia tinggalkan dua tahun silam dan tertembus mata sangkurnya yang tajam.

"Bajingan, ku bunuh kau...!!!"

Rangga berlari sekuat tenaga ke arah Biju dan menyerangnya. Belum sempat ia mendekat, dua jarum beracun melesat lebih cepat menembus ulu hatinya. Rangga terjungkal ke belakang. Tubuhnya tepat jatuh di samping kepala Putri Anai. Kemudian diam tak bergeming.


Angin bertiup kencang menyaksikan dua insan yang bersimbah darah itu. Daun-daun dari pepohonan berguguran. Malam semakin larut. Jangkrik tak mengeluarkan suara. Lolongan anjing terdengar menyayat di tengah hutan Tandikat memecah suasana yang semakin mencekam.

Lelaki itu, Biju, tak bergeming dari bumi yang menopang kedua kakinya. Deru napasnya begitu tenang.

Sebelum melangkah meninggalkan dua mayat yang terbujur kaku di hadapannya, sesaat ia memandang tubuh perempuan yang tak lagi bernyawa itu. Perempuan yang lebih sepuluh tahun ia gauli. Dan yang menemani hari-harinya....

Terkenanglah ia akan masa-masa indah bersama perempuan itu, dulu.

"Uda, kalau kita punya anak laki-laki, kau akan beri nama apa?" tanya Putri Anai manja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun