Mohon tunggu...
Muhammad Riyo Yudistira
Muhammad Riyo Yudistira Mohon Tunggu... Animator - Mahasiswa Uin Raden Intan Lampung

Hobi saya mengamati lingkungan sekitar guna menjaga kelestarian alam sehingga semua makhluk hidup dapat terjaga kesehatannya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelaah Pinjol dalam Perspektif Hukum dan Hukum Islam

26 Mei 2022   12:31 Diperbarui: 26 Mei 2022   12:33 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) UII menyelenggarakan Webinar Nasional Keislaman bertajuk "Pinjaman Online dalam Kacamata Islam". Acara yang diselenggarakan pada Sabtu (13/11) via Zoom ini menghadirkan pembicara Dosen dan ahli pidana Fakultas Hukum UII, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. dan Dinavia Tri Riandri yang merupakan Kepala Bagian Pengawasan Industri Keuangan Non Bank, Pasar Modal dan Edukasi Perlindungan Konsumen OJK-DIY.

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. sebagai penyaji pertama dalam acara tersebut menyampaikan bahwa permasalahan yang ada pada pinjaman online itu sangat banyak, di antaranya adalah hubungan antara pemberi jasa keuangan dan nasabah hanya bisa dilakukan secara online. Sehingga dengan adanya kegiatan secara online tersebut sangat mudah untuk disalahgunakan.

"Pemasalahan hukum pinjaman online dalam membangun hubungan bisnis adalah tidak bisa tatap muka secara langsung, jadi kalau pakai online hubungan bisnis tidak bisa tatap muka, hanya melalui virtual, vidio atau transaksi dilakukan secara elektronik, tanpa tatap muka inilah yang menjadi bisnis online sering sekali mengandung unsur penipuan. Banyak orang tertipu karena apa yang ditampakan oleh jasa pinjol seperti foto itu palsu," ungkapnya.

Ia juga menyatakan bahwa banyak masyarakat yang tertipu dengan adanya pinjol sebab di iming-imingi dengan berbagai hal, seperti kemudahan transaksi pinjam meminjam yang dilakukan oleh penyedia layanan jasa keuangan. Karena adanya iming-iming yang menggiurkan itu, akhirnya masayarakat tanpa pikir panjang langsung menyetujui hal ikhwal itu tanpa pikir panjang.

Kemudian syarat pemberian pinjaman mudah dan dipermudah, calon nasabah ditawarkan janji-janji menggiurkan, kaedah hukum pinjam meminjam itu mengandalkan dokumen identitas KTP saja sudah cukup semuanya itu memudahkan. "Pemberi pinjaman tidak menampakan sesuatu yang sesungguhnya demikian juga penerima pinjaman tidak menampakan sesuatu yang tidak sesungguhnya tapi keduanya memberi gambaran bahwa penerima memiliki kapasitas untuk bisa membayar," ungkap Dr. Mudzakkir.

Namun Dr. Mudzakkir juga menegaskan bahwa kita tidak seharusnya mencaci maki dan menyudutkan pinjaman online, hal itu dikarenakan sebenarnya pinjaman online memiliki kedudukan yang sah dari segi hukumnya. Sehingga tidak semua pinjaman online dapat dipukul rata sebagai penyedia layanan yang mendapat stigma negatif oleh masyarakat kita.


"Prinsipnya kita jangan mencaci maki pinjaman online, karena pinjol itu sah dalam sisi hukum, tapi yang paling penting penyimpangan dari pinjaman online itu, jadi kalau beberapa tema itu mencaci maki pinjaman online saya katakan pinjol itu sah karena sudah ada UU ITE, pinjamannya sah dan pinjaman online juga menurut hukum nasional sah," tandas Dr. Mudzakkir.

Sementara itu, Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. menyatakan bahwa pinjol yang sering terjadi di masyarakat seringkali cenderung disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu. "Dalam Ekonomi Islam sudah disepakati tidak boleh riba, riba itu mencakup sistem bunga oleh karena itu sistem bunga dalam Ekonomi Islam tidak diperkenankan termasuk dalam sistem pinjam meminjam," jelasnya. 

Pinjaman online yang menjanjikan kemudahan, terlebih di era pandemi, dipandang lebih efektif, cepat dan mudah daripada harus bertemu secara langsung di lokasi untuk melakukan transaksi utang piutang. 

Dalam rilis OJK (Otoritas Jasa Keuangan), hingga 22 Januari 2021  terdapat 148 penyedia jasa Pinjol yang sudah legal, antara lain seperti, Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kilat, Toko Modal, Uang Teman dan lainnya. 

Namun demikian, sarana modern yang memberikan kemudahan untuk melakukan transaksi pinjamam online (pinjol) pada praktiknya menyisahkan banyak problem di masyarakat.

Mulai dari praktik ribawi seperti bunga pinjaman yang mencekik, ancaman fisik bagi peminjam yang ttidak bisa bayar hutang, acaman penyebaran rahasia pribadi kepada publik melalui sosial sosial media dan lain sebagainya.   

Dalam kajian fikih muamalah kontemporer pinjam uang dengan cara online hukumnya boleh.

Serah terima secara hukmiy (legal-formal/non-fisik) dianggap telah terjadi baik secara i'tibran (adat) maupun secara hukman (syariah maupun hukum positif) dengan cara takhliyah (pelepasan hak kepemilikan di satu pihak) dan kewenangan untuk tasharruf  (mengelola/memperjualbelikan/menggunakan di pihak lain), meskipun serah terima secara hissan (fisik barang) belum terjadi. (Baca: Al-Ma'ayir As-Syar'iyah An-Nasshul Kamil lil Ma'ayiri As-Syar'iyah, halaman 57). Dalam ibarat fikih yang lain disebutkan: 

.... , .

"Yang dipertimbangkan dalam akad-akad adalah subtansinya bukan bentuk lafaznya, dan jual beli via telpon, teleks, telegram dan sejenisnya telah menjadi alternatif yang utama dan dipraktikkan." (Syekh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafiis, II/22).  

Meski transaksi pinjaman online (pinjol) hukumnya boleh, akan tetapi orang atau lembaga yang mempraktikan pinjaman online hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, tidak menggunakan praktik ribawi (riba: rentenir). Riba dalam berpiutah adalah sebuah penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam.

Larangan (keharaman) praktik riba disebut secara eksplisit (sharih) dalam Alquran: 

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS Al Baqarah 275). 

Larangan dan kecaman praktik riba disebut dalam banyak hadis Rasulullah, antara lain: 

- - "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba." Kata beliau, "Semuanya sama dalam dosa." (HR Muslim) 

Secara lebih rinci agar kita tidak terjebak praktik riba, Habib `Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin `Umar Al Masyhur menjelaskan dalam kitabnya: 

"Praktik hutang yang rusak dan haram adalah menghutangi dengan adanya syarat memberi manfaat kepada orang yang menghutangi. Hal ini jika syarat tersebut disebutkan dalam akad. 

Adapun ketika syarat tersebut terjadi ketika sebelum akad dan tidak disebutkan di dalam akad, atau tidak adanya akad, maka hukumnya boleh dengan hukum makruh. 

Seperti halnya berbagai cara untuk merekayasa riba pada selain tujuan yang dibenarkan syariat." (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 135)

Kedua, jangan menunda membayar hutang. Hukum menunda untuk membayar hutang jika sudah mampu hukum haram. Rasulullah SAW bersabda: 

  "Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya." (HR Nasai) Dalam hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan,

... "Penundaan (pembayaran) yang dilakukan orang mampu adalah suatu kezaliman...." (HR Bukhari). 

"Makna hadits di atas ("menunda bayar hutang zalim") bahwa haram bagi orang yang cukup secara finansial melakukan penundaan membayar utang setelah tetapnya utang tersebut, berbeda halnya dengan orang yang belum mampu (membayar)." (Syekh Badruddin Al 'Aini, 'Umdah al-Qari Syarah Shahih Al Bukhari, juz 18, hal  325).

 

Ketiga, memaafkan orang yang tidak mampu bayar hutang termasuk perbuatan mulia. 

Hakikatnya hutang harus di bayar. Bahkan jika yang berhutangpun sudah meninggal, maka ahli warisnya punya kewajiban untuk melunasinya. 

Namun, bagi orang yang meminjamkan, jika yang orang yang pinjam uang betul-betul tidak bisa melunasi hutangnya, maka memaafkan adalah suatu perbuatan yang mulia dalam ajaran Islam.

  "Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS  Al Baqarah 280). Dalam hadits disebutkan: 

 

"Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama dia (suka) menolong saudaranya."(HR Muslim).

Dalam hadits riwayat yang lain disebutkan perihal pentingnya memaafkan orang yang tidak mampu bayar hutang,

: ( ).

"Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW bersabda, " Ada seorang pedagang yang memberikan pinjaman kepada manusia, maka jika dia melihat orangnya kesulitan, dia berkata kepada pelayannya: Bebaskanlah dia, semoga Allah membebaskan kita.  (dari dosa-dosa dan adzab), maka Allahpun membebaskannya." (Muttafaq 'Alaih). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun