Mohon tunggu...
Muhammad NovalRofif
Muhammad NovalRofif Mohon Tunggu... Mahasiswa

seorang perintis yang mencoba untuk menuangkan isi pikirannya dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Book

dari adab ke ambisi: potret pergeseran moralitas dalam novel para priyayi karya umar kayam

17 Agustus 2025   10:35 Diperbarui: 17 Agustus 2025   01:43 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Dari Adab ke Ambisi: Potret Pergeseran Moralitas dalam Novel Para Priyayi Karya Umar Kayam

Dalam kancah sastra Indonesia, nama Umar Kayam tak bisa dipisahkan dari potret kompleks masyarakat Jawa, khususnya kelas priyayi. Melalui karya-karyanya, seperti novel Para Priyayi, Kayam bukan sekadar bercerita, tetapi juga melakukan bedah sosiologis yang tajam. Ia menyajikan sebuah realitas yang tak hanya tampak di permukaan, di mana adab dan tata krama yang menjadi ciri khas priyayi mulai bergeser, bahkan terkikis, oleh derasnya arus ambisi dan pragmatisme.

Ketika Adab Tak Lagi Menjadi Pedoman

Di masa lampau, figur priyayi adalah cerminan dari etika dan moralitas luhur. Mereka adalah penjaga tradisi, penegak adab, dan panutan dalam masyarakat. Nilai-nilai seperti nguwongke uwong (memanusiakan manusia), andhap asor (rendah hati), dan keselarasan hidup adalah pondasi yang menopang eksistensi mereka. Namun, Kayam dengan jeli menangkap keretakan dalam fondasi ini.

Melalui karakter-karakternya, Kayam menunjukkan bagaimana tuntutan zaman, persaingan kekuasaan, dan godaan materi perlahan menggerogoti nilai-nilai luhur tersebut. Ambisi untuk naik pangkat, mendapatkan status sosial yang lebih tinggi, atau mengumpulkan harta menjadi prioritas baru. Adab yang dulu dipegang teguh kini sering kali hanya menjadi topeng, sebuah formalitas yang digunakan untuk mempertahankan citra di mata orang lain.

Ambisi dan Lahirnya Priyayi Baru

Kayam juga menggambarkan lahirnya "priyayi baru" yang tidak lagi berakar pada garis keturunan atau adab, melainkan pada kekuasaan dan kekayaan. Generasi priyayi ini adalah produk dari modernitas, di mana nilai-nilai tradisional perlahan digantikan oleh logika pasar dan politik praktis. Pergeseran ini tidak hanya mengubah cara pandang mereka terhadap dunia, tetapi juga merusak tatanan sosial yang telah lama terbentuk.

Melalui narasi yang kaya, Kayam menyiratkan bahwa perubahan ini membawa konsekuensi serius. Konflik internal, pengkhianatan, dan hilangnya makna hidup menjadi harga yang harus dibayar. Ia menunjukkan bahwa hilangnya adab sebagai pedoman moral tidak hanya meruntuhkan individu, tetapi juga mengikis esensi dari kebudayaan itu sendiri.

Pesan Abadi dari Kacamata Kayam

Meskipun karya-karya Umar Kayam berlatar masa lalu, pesannya tetap relevan hingga kini. Kayam tidak sekadar mengkritik, tetapi juga mengajak kita untuk merenung. Apakah kita, sebagai masyarakat modern, juga sedang mengalami pergeseran moralitas serupa? Apakah adab dan nilai-nilai luhur kini hanya menjadi cerita di buku-buku, sementara ambisi dan pragmatisme menjadi satu-satunya pedoman kita?

Kisah para priyayi dalam karya Kayam ini adalah pengingat bahwa identitas budaya dan moralitas bukanlah sesuatu yang statis, melainkan terus berdinamika. Ia adalah cermin yang memantulkan pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang siapa kita dan ke mana kita akan pergi. Dari sini, kita tidak hanya memahami masa lalu, tetapi juga belajar untuk menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas, antara adab dan ambisi, agar esensi kemanusiaan kita tidak hilang dalam derasnya arus zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun