Mohon tunggu...
Muhammad Leksono
Muhammad Leksono Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Semua karya yang tercipta dibantuan oleh secangkir teh.

Bukan pencinta kopi, tapi ingin membuat kedai kopi. Lebih suka minum teh. Masih mencari jadi diri, hal itulah yang membuat saya masih asik sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Obrolan dengan Sahabat Setelah Melewati Fase Kegagalan

29 November 2019   13:55 Diperbarui: 30 November 2019   18:32 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obrolan dengan sahabat (unsplash/Bewakoof.com Official)

Ini hidup, bukan sinetron yang saat pemeran utama jatuh atau dilanda kesesahan langsung ada cewek yang datang lalu mengerangkul, serta berbisik perlahan "Sabar, ada aku di sini untukmu" Enggak akan ada! 

Kenapa bisa enggak ada orang yang bantu? Saat itu kita dikasih waktu untuk merenung, mendengarkan kembali kata hati bukan kata orang, kita dikasih ruang sendiri untuk menangis, berteriak, mencaci diri sendiri, menyesali kebodohan, mengoreksi kesalahan pribadi bukan menyalahkan situasi. Setelah lelah untuk itu semua, siapkan diri untuk bangkit. Bercermin, lalu berucap "Aku pasti bisa bangkit!"

Fase sekarang adalah fase mental. Fase ditempanya mental menjadi masak, dibentuk menjadi lebih kokoh dari sebelumnya, tidak pantang jatuh apalagi tersungkur dalam lembah putus asa.

Kita tidak mungkin selalu berdempetan dengan sahabat atau kerabat setiap saat. Di masa depan kita akan hidup sendiri, memutuskan ingin apa ke depannya? Kuliah di mana? Lalu kerja dengan siapa? Tidak selalu temanmu satu passion denganmu, dia juga akan memilih kesuksesannya sendiri, dan mencari titik kesuksesan yang dia anggap bahagia untuknya.

Kita akan hidup sendiri, berkeluarga, lalu punya anak. Merawat anak bersama pasangan, lalu membesarkan anak kita agar menjadi seseorang yang "lebih" daripada kita---Sepertinya saya berbicara terlalu jauh.

Ini hanya ombak kecil dari ombak besar yang nantinya akan kita hadapi. Lebih baik kapal ini terus maju ke depan walau layar robek, dan orang lain mengatakan di depan sana ada badai besar, ketimbang berputar balik dari pelayaran hidup. Berjuanglah selalu hingga kita tau pahitnya perjuangan dan manisnya kesuksesan.

Andai kata, kapal yang kita bawa ini tenggelam, setidaknya kita masih bisa untuk berenang, atau mengambang di laut lepas walau hanya bermodalkan bekas patahan bangkai kapal yang tenggelam. 

Cara apa pun, dan usaha apa pun, jangan sekalipun lihat orang lain yang sudah sampai di tepi karena kapal yang mereka pakai lebih mahal.

Tapi ingat, pandang kesuksesan kita, bukan kesuksesan orang lain. Biar Tuhan melihat kalau kita bukan orang pengecut, atau pecundang. Buktinya kami rela terombang-ambing demi cita-cita kita. Hingga akhirnya Tuhan berkata "Kamu selanjutnya yang sukses".

Tulisan ini sebagai pengingat bila suatu waktu nanti aku terombang-ambing di laut pilu lagi, aku ingat ucapan sahabatku ini. 

Tulisan ini juga sebagai pengingat dirimu, saat kau jatuh, ingat kau pernah berbicara ini kepada diriku. Kita berbincang empat mata, ditemani oleh secangkir kopi yang kau sesap sembari menasihatiku dan segelas teh manis yang aku teguk saat ucapanmu begitu mengena ke dalam hati ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun