Penyesalan Armani mengingatkan kita pada konsep life review dalam psikologi perkembangan. Di tahap akhir kehidupan, manusia cenderung merefleksikan apa yang sudah dilakukan. Jika keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi timpang, rasa penyesalan bisa lebih mendominasi daripada rasa syukur.
Fenomena ini relevan bagi banyak orang yang hidup dalam budaya serba cepat. Generasi muda khususnya, dengan gaya hidup digital, seringkali terjebak dalam tuntutan untuk selalu produktif, selalu terlihat sibuk, dan selalu terkoneksi. Namun, produktivitas tanpa keintiman emosional hanya akan menciptakan kekosongan.
Momen bersama keluarga sejatinya menjadi jangkar psikologis. Ia memberi kita rasa memiliki, rasa diterima, dan rasa dicintai tanpa syarat. Inilah yang dalam literatur psikologi disebut sebagai secure attachment. Bahkan ketika dunia luar penuh ketidakpastian, keluarga bisa menjadi benteng resiliensi.
Dalam bisingnya dunia global, kita perlu secara sadar menciptakan ruang hening. Ruang ini bukan hanya jeda dari pekerjaan, tetapi juga ruang untuk hadir secara penuh bersama orang terkasih. Hadir dengan mendengarkan, menyentuh, dan berbagi pengalaman adalah bentuk mindfulness relationship yang semakin langka.
Kesuksesan bisa membuat nama kita dikenang, tetapi cinta keluarga membuat hidup kita berarti. Giorgio Armani mengingatkan, one in a million moment bukanlah koleksi barang mewah, melainkan kehangatan yang tak pernah tergantikan oleh harta sebesar apapun.Â
Kehidupan Armani adalah pelajaran bahwa kesuksesan tanpa keseimbangan bisa berujung pada penyesalan. Namun, ia juga memberi kita kesempatan untuk belajar tanpa harus mengulang kesalahannya. Kita bisa memilih, mulai hari ini, untuk memaknai ulang arti keberhasilan dengan memasukkan momen keluarga sebagai inti.
Dalam dunia yang sibuk, resiliensi bisa tumbuh bukan dari jam kerja lebih panjang, melainkan dari momen kecil yang memperkuat jiwa. Satu jam bermain dengan anak, setengah jam menemani orang tua, atau sekadar lima belas menit bercengkerama dengan pasangan bisa menjadi one in a million moment yang lebih berharga daripada bonus tahunan.
Akhirnya, momen bersama keluarga bukan hanya nostalgia, melainkan strategi psikologis untuk bertahan dalam dunia yang bising. Giorgio Armani telah mengingatkan kita dengan penyesalannya. Kini pertanyaannya, apakah kita mau belajar dari kisahnya, atau menunggu hingga terlambat menyadari bahwa kehangatan keluarga adalah harta paling abadi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI