Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Merah Putih: One For All, Ide Besar yang Terbuang di Balik Animasi Kaku

18 Agustus 2025   18:03 Diperbarui: 18 Agustus 2025   18:03 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi film "Merah Putih One For All" (Sumber: rri.co.id)

Dalam animasi bertema kebangsaan, yang penting bukan sekadar menghadirkan simbol, tetapi menghidupkan makna simbol itu dalam perilaku dan perjalanan tokoh. Bandingkan dengan film animasi luar negeri yang mampu menjadikan bendera, lagu, atau tradisi bukan sekadar aksesoris, melainkan denyut utama cerita. Di sini, nasionalisme terasa datar, tanpa getaran emosional.

Kelemahan ini semakin diperparah dengan kurangnya riset visual. Representasi desa dalam film ini generik, tidak mengacu pada kultur atau detail geografis tertentu di Indonesia. Padahal, animasi bisa menjadi medium untuk merayakan kekayaan visual Nusantara. Dengan menampilkan keunikan lokal, film seharusnya bisa menancapkan akar nasionalisme yang lebih otentik.

Sebagai tontonan untuk keluarga, film ini juga tidak berhasil memberikan pengalaman hiburan yang memuaskan. Anak-anak mungkin akan bosan karena gerakan karakter yang kaku, sementara orang dewasa akan merasa kehilangan kedalaman cerita. Satu-satunya yang bisa dipetik mungkin hanya niat baik dari pembuatnya untuk menghadirkan tema kebangsaan.

Animasi adalah seni menghidupkan dunia, bukan sekadar memindahkan gambar ke layar. Tanpa riset, detail, dan emosi yang tulus, sebuah film hanya akan menjadi proyek mahal yang tak mampu menyentuh hati penontonnya. 

Secara akademik, film ini bisa menjadi studi kasus tentang bagaimana ambisi besar tidak cukup jika tidak diiringi perencanaan produksi, riset, dan eksekusi yang matang. Sinema animasi modern menuntut integrasi antara teknologi, seni visual, dan narasi yang kuat. Mengandalkan momentum tanggal rilis saja tidak akan mampu menutup kelemahan mendasar.

Kesimpulannya, Merah Putih: One For All adalah film yang gagal mewujudkan potensinya. Ia bisa menjadi bahan refleksi bagi industri animasi Indonesia: bahwa nasionalisme tidak bisa hanya ditempel lewat simbol, melainkan harus dihidupkan melalui kisah yang jujur, karakter yang manusiawi, dan teknik sinema yang mumpuni. Sayangnya, yang tersaji di layar kali ini hanyalah ambisi yang setengah matang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun