Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Gotong Royong atau Gontok-Gontokan? Saat Saudara Jadi Rekan Kerja

26 Juli 2025   00:34 Diperbarui: 26 Juli 2025   00:34 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keharmonisan tenaga kerja (Sumber: sisternet.co.id)

Di tengah semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, kerja bareng saudara sendiri kerap dianggap sebagai pilihan ideal. Ada rasa percaya, keakraban, serta keyakinan bahwa hubungan darah dapat mempererat kekompakan kerja. Namun, kenyataan di lapangan tidak selalu seindah narasi kekeluargaan tersebut.

Dalam teori psikologi industri, khususnya pada aspek dinamika kelompok kerja, kolaborasi antara individu dengan kedekatan emosional tinggi justru bisa menjadi bumerang. Hubungan personal yang kuat dapat mengaburkan batas profesionalisme, apalagi jika tidak dibarengi dengan manajemen konflik yang sehat.

Masalah kerap muncul ketika kinerja salah satu anggota, yang notabene saudara sendiri, tidak sesuai harapan. Kritik atas kinerjanya bisa dianggap sebagai serangan personal, bukan masukan profesional. Di sinilah peran emosi keluarga mulai menimbulkan gesekan.

Alih-alih menyampaikan evaluasi secara objektif, atasan atau rekan kerja yang juga anggota keluarga sering terjebak dalam dilema psikologis, antara menegur sebagai profesional atau membiarkan demi menjaga harmoni keluarga. Dalam teori role conflict, ini disebut konflik peran ganda yang mengaburkan peran profesional dan peran kekeluargaan.

Jika dibiarkan berlarut, konflik semacam ini dapat menyebabkan atmosfer kerja menjadi tidak sehat. Rekan kerja lain yang bukan anggota keluarga mungkin merasa tidak nyaman karena dinamika yang tidak seimbang. Istilah "anak emas" atau "keluarga istimewa" pun kerap menjadi bibit kecemburuan.

Kerja bareng saudara bukan soal siapa yang dekat di hati, tapi siapa yang sanggup menjaga batas antara cinta keluarga dan etika profesional. Ruang kerja butuh objektivitas, bukan pengorbanan emosional yang terus-menerus menggoyang stabilitas.

Dalam organisasi modern yang mengedepankan meritokrasi, kolaborasi berdasarkan kemampuan dan profesionalisme lebih diutamakan dibanding kedekatan emosional atau ikatan darah. Ini bukan berarti menolak nilai kekeluargaan, tetapi bagaimana nilai tersebut tidak merusak sistem kerja yang sehat.

Gotong royong dalam konteks profesional seharusnya dibangun di atas prinsip mutual respect dan shared vision. Visi kerja bersama menjadi fondasi utama, bukan sekadar hubungan kekerabatan. Jika visi ini tidak dimiliki bersama, konflik mudah muncul dalam bentuk sabotase emosional, komunikasi pasif-agresif, atau bahkan penarikan diri secara psikis.

Psikologi industri menekankan pentingnya pemisahan antara ruang privat dan ruang kerja. Ketika hubungan keluarga ikut masuk ke ruang kerja, maka batas antara keduanya menjadi kabur. Akibatnya, keputusan-keputusan penting dalam organisasi bisa menjadi tidak objektif.

Tentu tidak semua kerja bareng saudara berakhir buruk. Banyak usaha keluarga di Indonesia yang sukses besar karena dibangun dengan nilai-nilai kebersamaan yang sehat dan pembagian peran yang jelas. Namun, itu membutuhkan kedewasaan emosional dan struktur organisasi yang tegas.

Konflik psikologis yang timbul dari kerja bareng saudara biasanya bersifat laten, tidak terlihat tetapi terus memanas di bawah permukaan. Tidak jarang, keluarga yang dulu hangat berubah menjadi canggung karena perkara honorarium, keputusan strategis, atau rasa tidak dihargai dalam pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun