Idul Fitri selalu membawa semangat kebersamaan dan kehangatan. Salah satu tradisi yang tak pernah absen adalah menyiapkan sajian kue lebaran untuk keluarga dan tamu. Dari kue-kue tradisional khas Jepara seperti kacang Jepara, kerupuk tengiri, carang madu, hingga kue-kue modern seperti nastar dan kastangel, semua harus tersedia di meja ruang tamu. Tapi di balik meja yang penuh dengan kue lezat, ada kisah perjuangan yang nggak kalah seru!
Perburuan kue ini dimulai jauh sebelum Ramadan berakhir. Aku biasanya menyusun daftar kue apa saja yang harus dibeli. Yang klasik dan wajib tentu kacang Jepara, rondho royal, dan madu mongso. Kue-kue ini punya daya tarik tersendiri, khas daerah dan selalu jadi favorit tamu yang mampir.
Misi pertama adalah berburu ke pasar tradisional di Jepara. Aku sempat keliling dari satu penjual ke penjual lain untuk cari harga yang pas. Tapi ternyata, harga tahun ini naik drastis! Akhirnya, setelah mempertimbangkan budget, aku putuskan untuk melipir ke Kudus, ke Pasar Kliwon, yang katanya harga di sana lebih bersahabat.
Perjalanan ke Pasar Kliwon pun dimulai. Perjalanan darat sekitar satu jam lebih ini ditempuh dengan penuh semangat. Sampai di sana, aku langsung disambut oleh jejeran toko kue dan camilan khas Lebaran. Mata langsung berbinar melihat pilihan yang lebih beragam dan harga yang memang lebih murah dibanding di Jepara. Misi sukses!
Nggak puas cuma ke Pasar Kliwon, aku lanjut berburu kue ke Pasar Bitingan di Kudus. Konon, di sini banyak produsen kue rumahan yang menjual langsung hasil produksi mereka dengan harga yang lebih terjangkau. Benar saja, setelah muter-muter, aku nemuin kastangel dan keciput dengan harga miring tapi kualitas tetap juara! Lumayan, bisa hemat budget buat tambahan stok.
Setelah sukses di Kudus, giliran mencari kerupuk tengiri yang legendaris. Aku langsung menuju Pengkol, sebuah desa di Jepara yang terkenal sebagai sentra produksi kerupuk tengiri. Perjalanannya cukup jauh, tapi begitu sampai di sana, aku disuguhi pemandangan ibu-ibu yang sibuk menggoreng kerupuk dalam wajan besar. Aromanya langsung bikin perut keroncongan! Aku pun borong beberapa bungkus buat stok Lebaran, plus beberapa tambahan untuk oleh-oleh.
Tapi perjuangan nggak berhenti sampai di situ. Setelah berburu kue tradisional, giliran kue-kue modern yang harus disiapkan. Nastar, putri salju, kastangel, hazelnut cookies, dan keciput, semua harus ada! Karena kalau nggak ada, siap-siap aja jadi bahan omelan ibu dan saudara-saudara.
Lebaran bukan cuma soal kue di meja, tapi juga cerita di balik perjuangannya, dari berburu, menyembunyikan, sampai berebut dengan keponakan! Setiap gigitan kue Lebaran menyimpan kenangan: aroma Pasar Kliwon, tumpukan toples di rumah, dan momen seru berebut nastar dengan keluarga.
Aku memutuskan untuk membeli sebagian dan membuat sebagian sendiri. Nastar, misalnya, lebih seru kalau dibuat sendiri. Meskipun pada akhirnya, separuh adonan habis duluan karena dicemilin anak-anak yang nggak sabar nunggu matang.
Proses bikin kue pun jadi tantangan tersendiri. Kadang adonan terlalu lembek, kadang kurang manis, belum lagi kalau kejunya kebanyakan sampai bikin kastangel jadi lebih mirip kerupuk. Tapi justru di situ serunya! Momen trial and error ini yang bikin persiapan Lebaran selalu berkesan.
Masalah lain muncul setelah semua kue tersusun rapi di toples. Biasanya aku udah siap banget menyusun toples-toples di meja tamu. Tapi belum juga satu minggu sebelum Lebaran, isi toples mendadak berkurang drastis. Ternyata, anak-anak dan keponakan sudah lebih dulu "mencicipi" sampai hampir tandas!