Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Maulana
Muhammad Irfan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Trauma yang Melekat di Tragedi Kanjuruhan dan Kaitannya dengan Teori Belajar Asosiasistik

8 Oktober 2022   18:36 Diperbarui: 8 Oktober 2022   18:46 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tragedi Kanjuruhan 01 Oktober 2022 yaitu tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang pada pertandingan Arema FC Vs Persebaya Surabaya. Tragedi ini bisa dikatakan sebagai imbas dari rivalitas antara Arema FC dan Persebaya Surabaya yang pada saat itu Arema FC mengalami kekalahan 2-3 dari Persebaya Surabaya.


Banyak berita yang beredar ternyata dibalik itu ada peristiwa penembakan gas air mata ke tribun penonton yang dilakukan oleh beberapa aparat kepolisian. Penembakan ini dilakukan karena adanya kericuhan. Alih-alih kericuhan dapat teratasi dengan penembakan tersebut, namun yang terjadi malah sebaliknya yang mengakibatkan banyaknya korban atas penembakan tersebut.


Larangan penggunaan gas air mata tercantum pada aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulations pasal 19b, dalam peraturan tersebut tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'. Yang artinya bahwa senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan. Sumber: detiknews

Dilansir dari Kompas.com, Polri update total korban Tragedi Kanjuruhan menjadi 678 orang, diantaranya korban meninggal dunia 131 orang dan jumlah yang terluka 547 orang. Sebanyak 547 korban luka itu terdiri dari 481 orang mengalami luka ringan, 43 luka sedang, dan 23 luka berat.

Dilansir dari BOLA.NET Akibat dari kejadian ini, Indonesia menduduki peringkat kedua dalam daftar tragedi di sepak bola setelah Bencana Nasional Estadio, Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 yang menewaskan 328 orang.

Setelah membaca kronologi atas tragedi Kanjuruhan, lalu bagaimana keadaan mental atau psikis korban? Tidak menutup kemungkinan sebagian dari korban banyak yang mengalami trauma.

Trauma adalah hal yang sering terjadi yang diakibatkan oleh tekanan atau dorongan emosional dan psikologis yang besar, biasanya karena kejadian yang sangat mengerikan misalnya kecelakaan, bencana alam ataupun kekerasan seksual dan hal mengerikan disekitarnya atau yang dilihatnya. 

Kejadian traumatis sangat mungkin terjadi pada siapa saja. Banyak yang beranggapan bahwa trauma adalah suatu hal yang mempengaruhi sisi psikis seseorang saja. Hal ini tentu tidak sepenuhnya benar. Sumber: aido.id

Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami yang namanya "trauma",  sekali seumur hidup, baik itu trauma ringan atau pun trauma berat.

Setiap trauma yang dialami oleh seseorang harus cepat-cepat ditangani dan harus benar juga ditanganinya, kalau tidak dengan benar, trauma psikologis dapat melukai inner child (menggambarkan respons, sifat, dan sikap seseorang yang terbentuk dari pengalaman masa kecil, baik pengalaman positif maupun negatif) dan dapat mempengaruhi berbagai aspek dari kehidupan, seperti kesehatan mental, kondisi fisik, serta interaksi dan perilaku sosial. Sumber: alodokter

Disini saya akan mengaitkan Teori Belajar Asosiasistik yang dikembangkan oleh Pavlov. Yang perlu kita ketahui adalah bahwasanya trauma tidak mudah untuk dikurangi atau bahkan dihilangkan. Trauma bisa terjadi di berbagai peristiwa yang kita alami sendiri.

Atau juga kita sebagai orang yang menyaksikan peristiwa tersebut. Trauma yang sudah akut atau parah sangat sulit untuk dikendalikan, jika kita melihat atau mengingatnya kembali, kita akan merasakan atau mengalami sebuah respon dari diri kita sendiri, dan itu akan menghasilkan berbagai macam respon seperti ketakutan, menangis, kaget dan juga bisa berhalusinasi akan peristiwa tersebut.

Jika trauma terus-menerus dipendam maka akan membahayakan diri seseorang tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan hal yang sama akan terulang kembali dengan perilaku yang berbeda, karena pada dasarnya kita tidak bisa membohongi diri kita sendiri akan respon diri kita. karena sebuah trauma yang dipelihara bisa tumbuh dalam diri kita tanpa kita sadari.

Dan tanpa kita sadari juga kita akan melampiaskan emosi kekesalan dan kemarahan kita terhadap orang lain atau kepada hal lain, contohnya seperti anak yang memiliki trauma karena dikecewakan oleh pasangannya, pasti dia akan memiliki perilaku serta sifat yang berbeda, bisa saja yang tadinya seseorang tersebut bersifat extrovert akan menjadi seseorang yang introvert, dia akan cenderung menutup diri dan lebih suka murung dan menjadikan orang lain pelampiasannya. 

Jika hal ini tidak ditangani segera dengan stimulus yang tepat maka akan berbahaya untuknya atau bahkan orang lain.

Menurut alodokter, cara penanganan trauma bisa dilakukan dengan menghadapi ketakutan yang dirasakan.

Cara menangani trauma yang satu ini memang tidak mudah, yaitu dengan mengingat kembali kejadian traumatis yang dialami, lalu mencoba untuk mengatasi rasa takut dan kecemasan yang menyertainya. Hal ini bisa membantu mengendalikan apa yang kita rasakan secara bertahap.

Cobalah untuk berdamai dengan kejadian traumatis yang pernah dilalui. Kita harus berpikir bahwa kita bisa menghadapi dan melawan rasa takut untuk mengembalikan kualitas hidup kita. Namun, perlu diingat bahwa cara ini perlu dilakukan ketika kita sudah siap. Untuk memulainya, kita bisa berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog.

Berdasarkan penjelasan cara menangani trauma menurut alodoker diatas yang berhubungan dengan Teori Belajar Asosiasistik yang dikembangkan oleh Pavlov.  yakni, hadapi ketakutan yang dirasakan melalui pembiasaan atau kondisioning. Berdasarkan pada eksperimen yang sudah dilakukan, Pavlov menyimpulkan bahwasanya perilaku itu bisa dibentuk melalui kondisioning atau kebiasaan.

Jadi dapat saya simpulkan bahwa Teori Belajar Asosiasistik yang dikembangkan oleh Pavlov yang berkaitan dengan cara menangani trauma pada seseorang dengan membiasakan penderitanya itu untuk dapat menghadapi trauma yang sedang ia alami, dengan mengkaitkan suatu stimulus dengan responnya. 

Maka penderita trauma akan sembuh apabila ia sudah terbiasa dengan rasa takut atau kecemasannya hingga ia dikatakan sembuh dari tramuanya karena merasa tak takut lagi dalam situasi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun