2. Kredit Dalam Pandangan Islam
        Pada dasarnya hukum muamalah adalah mubah kecuali jika ada hadits yang mengharamkannya. Jadi dalam kasus ini, tidak adanya hadits yang mengharamkan kredit maka kredit diperbolehkan (mubah).  Jadi, jika mengharamkan suatu tanpa dalil kuat yang mengharamkannya maka hal tersebut tidak diperbolehkan.
        Dalam praktiknya, kredit sama seperti utang piutang. Dan Allah memperbolehkan hal tersebut asalkan tidak adanya penambahan bunga. Ini dijelaskan dalam potongan surah Al-Baqarah (2) : 289 yang artinya :
"Hai orang-orang yang beriman. Apabila kamu berutang  dalam waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya.  Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Maka jangan lah penulis menolak menuliskanya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan. Dan hendak lah ia bertaqwa kepada Allah, tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari  padanya"
Rasulullah salallahu alaihi wassalam juga pernah membeli bahan makanan dengan cara berutang kepada orang yahudi, seperti yang dijelaskan dalam hadits tersebut :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran dihutang dan beliau juga menggadaikan perisai kepadanya." (HR. Bukhari d an Muslim)
Lalu, bagaimana cara kita mengetahui boleh atau tidaknya kredit tersebut? Ada cara agar kita mengetahui boleh atau tidaknya yaitu dengan melihat tata caranya perlakuan kredit tersebut, antara lain :
a. tidak menjualbelikan barang-barang ribawi
Yang dimaksud dengan barang-barang ribawi adalah :
1) Â Uang
2) Perak dan Emas