Mohon tunggu...
Muhammad Ibnu Prabowo
Muhammad Ibnu Prabowo Mohon Tunggu... Pengacara - Indonesian Lawyer & Business Enthusiast

Ibnu is a dynamic young lawyer, now his working as Associate Lawyer at Kantor Advokat Kailimang & Ponto, one of the experinced law firm in Indonesia, which it's focused on commercial & transaction, arbitration and corporate matters. He also active in developing his business and has been registered as a member in several business organizations. For more information, you can contact me in mail ibnupmods@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan dan Hak Asasi Manusia

23 Juli 2018   02:19 Diperbarui: 23 Juli 2018   03:14 3574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia sebagai sebuah bangsa, berdiri atas suatu kesatuan yang berdasar keragaman yang kemudian berhimpun menjadi sebuah negara. Tidak dapat disangkal bahwa berdirinya negara ini tidak lepas dari campur tangan tenaga-tenaga pendidik yang bersumbangsih melalui  pendidikan  generasi-generasi bangsa. 

Pendidikan bagi suatu bangsa sudah barang tentu menjadi kewajiban bagi negara untuk memberikan pemenuhanya terhadap warga negaranya, terlebih Indonesia sebagai sebuah negara hukum yang mengedepankan aspek normatif untuk pemenuhan tersebut.

Pada dasarnya Indonesia merupakan sebuah negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan "Negara Indonesia adalah Negara Hukum". Negara hukum bertujuan untuk menciptakan tatanan sosial yang berkeadilan dengan menjadikan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Untuk mewujudkan Negara hukum yang utuh, Maka sistem hukum harus dibangun (law marking) dan ditegakan (law enforcing) demi keadilan. Konsep Negara hukum mencakup empat elemen penting, yaitu :

  • Hak-hak manusia;
  • Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
  • Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan; dan
  • Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Pembahasan mengenai penghargaan atas Hak Asasi Manusia pada hakikatnya telah diatur secara konstitusional di Indonesia lewat produk-produk hukum nasional maupun melalui Ratifikasi Perjanjian Internasional. 

Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan untuk tegaknya supremasi hukum dalam hal pemberian kewajiban Negara terhadap hak asasi manusia bagi masyarakat. Perlindungan Hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang utama suatu negara hukum yang demokratis.

Indonesia secara konstitusional telah mewujudkan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia dengan melakukan Ratifikasi atau memberikan pengakuan dan pengesahan terhadap hukum Internasional yang kemudian diwujudkan dengan lahirnya beberapa aturan hukum kini berlaku secara nasional. Adapun beberapa instrumen yang telah diratifikasi oleh Indonesia meliputi, Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP) dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, Konvenan Internasional tentang Segala Bentuk Penghapusan Diskriminasi Rasial dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999, Konvenan Internasional tentang Penyiksaan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, Konvenan Internasional tentang  Penghapusan Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, Konvensi Internasional tentang Hak Anak dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dan terakhir Konvensi Internasional tentang Hak Penyandang Disabilitas dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. 

Dari beberapa aturan yang telah diratifikasi Indonesia, pada dasarnya mengikat secara hukum terhadap pihak-pihak negara terkait dan juga melahirkan tanggung jawab kepada pemeritah Indonesia untuk melaksanakan langkah kongkrit terhadap penegakan dan penghargaan hak asasi manusia. Konsep kewajiban hak asasi manusia bagi negara Indonesia sendiri meliputi, Negara Indonesia sebagai pemangku kewajiban (duty-bearer) memiliki tiga kewajiban antara lain : (1) untuk menghormati (to respect), (2) untuk melindungi (to protect), (3) untuk memenuhi (to fulfill). Salah satu hal yang menjadi tanggung jawab Indonesia, adalah mengenai jaminan atas pemenuhan hak asasi manusia yang menjadi bagian dari Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yaitu lewat pemenuhan hak atas pendidikan bagi setiap warga negara.

Secara harfiah pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi baik dalam bentuk potensi fisik, potensi cipta, potensi rasa atau potensi karsanya. Pada dasarnya pendidikan dapat dimaknai sebagai pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan individu atau sekelompok orang yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. 

Pendidikan sendiri dimungkinkan didapat secara otodidak, yaitu melalui pengalaman yang memiliki efek normatif pada cara berpikir atau tindakan yang dapat dikatakan sebagai pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan bagi sebuah bangsa, sehingga menggugah Bung Karno selaku salah satu Founding Father NKRI untuk mencetuskan istilah "Nation Character Building" yang di ucapkan pada tanggal 17 Agustus 1962, yaitu dalam Pidato Kepresidenan NKRI. Maksud dari ucapanya tersebut menekankan tentang salah satu  hal pokok yang mesti dipersiapkan sebuah bangsa dalam membangun peradaban, yaitu Investasi keterampilan manusia (Human Skill Investment). 

Investasi keterampilan manusia (Human Skill Investment), merupakan menyangkut hal penyiapan keterampilan anak bangsa yang diwujudkan dengan diberikanya akses pendidikan lewat pembangunan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, dan juga memberikan peluang bagi putra-putri terbaik bangsa untuk mendapatkan pendidikan di luar negeri. 

David Popenoe, Seorang Sosiolog di Rutgers University. Dalam pandanganya memberikan 5 (Lima) fungsi pendidikan, yaitu meliputi :

  • Sarana dalam transmisi (pemindahan) kebudayaan
  • Upaya dalam hal memilih dan mengajarkan peranan sosial
  • Sarana dalam menjamin integrasi sosial
  • Sarana dalam mengembangkan corak kepribadian
  • Sumber dalam inovasi sosial

Ki Hajar Dewantara, mengemukakan pendapatnya mengenai esensi dari sebuah pendidikan, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan yaitu mengajarkan berbagai ilmu kepada anak didik dengan harapan agar anak dapat menjadi pribadi yang baik dan sempurna hidupnya, dan selaras dengan masyarakat beserta alamnya. 

Sementara pendapat lain yang mengemukakan tujuan pendidikan bagi manusia adalah J.J Rousseau yang menyatakan bahwa pendidikan adalah mempertahankan sifat baik yang ada dalam diri manusia untuk diajarkan ke anak didik, sehingga menciptakan anak didik yang dapat tumbuh secara alami layaknya manusia dengan kebaikan yang mereka miliki.

Dalam uraian konstitusi negara Indonesia atau lazim disebut UUD NRI 1945, yang dijabarkan dalam Pasal 28 C ayat (1), yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia". 

Maka oleh esensialnya sebuah pendidikan bagi warga negara, diwajibkan atas negara untuk memberikan akses pendidikan bagi siapapun tanpa terkecuali.

Namun dalam beberapa hal pendidikan acap kali  mengalami kendala, terkhusus dalam keterbatasan akses pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Tengok saja kondisi yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri 007 Binter, Kalimantan Utara. 

Hal yang menjadi kendala bagi Sekolah Dasar tersebut tidak lain adalah mengenai Fasilitas sarana dan Pra sarana, termasuk juga minimnya tenaga pengajar di Sekolah tersebut. Begitu juga kondisi yang terjadi di Ujung Indonesia Timur, permasalahan yang hadir tidak lain adalah mengenai Keterbatasan Akses Pendidikan yang mencakup minimnya tenaga pengajar, kondisi yang tidak layak terkait bangunan dan juga kualifikasi atas kompetensi pengajar. Dalam temuan Data Badan Pusat Statistik dan Pusat Data Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, menyebutkan sekitar 4,9 Juta anak belum tercakup pendidikan. 

Alasan yang melandasi anak tersebut tidak terjamah pendidikan, yaitu akibat kemiskinan, letak geografis yang sulit dijangkau dan terpaksa bekerja untuk mencari penghasilan kehidupan. Sehingga tidak heran bilamana dari hal demikian mengakibatkan tidak terpenuhinya pendidikan sebagai sarana peningkatan kualitas dalam menumbuhkan kreatifitas berpikir dan berkarya. 

Padahal bila menilik aturan yang terdapat dalam pasal 13 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, menjelaskan bahwa " Negara-negara pihak dalam kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan". Kemudian ditambahkan dalam Pasal yang sama dalam ayat (2) yang menyatakan bahwa "Negara yang berkewajiban dalam mengupayakan hak tersebut secara penuh".  

Sejatinya hak atas pendidikan merupakan hak yang luar biasa, dalam artian bahwa hak tersebut dapat dianalisis melalui berbagai pemangku hak tersebut, yakni anak, orang tua dan guru. Anak-anak mempunyai hak pendidikan, orang tua memiliki hak untuk memastikan bahwa pendidikan yang diterima oleh anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan mereka, guru memiliki hak akademis untuk memastikan bahwa pendidikan yang layak dapat disediakan, dan negara memiliki standar norma pendidikan untuk memastikan pelaksanaan yang layak atas kewajibanya dalam menjalankan pendidikan.

Dari beberapa uraian diatas dapat dikonklusikan bahwa pendidikan merupakan hal mendasar yang wajib dienyam oleh manusia yang dilalui dalam beberapa tahapan, baik itu dalam segi formal yang diselengarakan oleh negara maupun informal. 

Sekalipun dalam penyelenggaraan pendidikan, negara dapat diberikan toleransi dalam pemenuhannya, dalam artian negara tidak serta merta langsung memenuhi hak-hak yang terkandung dalam Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya atau dengan kata lain dapat dilakukan secara bertahap, akan tetapi titik berat dari hal tersebut tidak mengurangi esensi tanggung jawab negara dalam upaya pemenuhan hak pendidikan dalam hal peningkatan atau progresifitas negara dalam meningkatkan jaminan atas hak pendidikan.

Muhammad Ibnu Prabowo, S.H.

Penulis adalah Advokat/Konsultan Hukum di Kantor Hukum Loh & Partners, Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun