Mohon tunggu...
Muhammad Hatta
Muhammad Hatta Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Hobi membaca, olahraga, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menuai Temu Bersama Lara

15 Januari 2024   17:24 Diperbarui: 15 Januari 2024   17:28 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dipinggiran badan jalan kota rempah, di tengah decak ramai yang terurai disepanjang ruas jalanan. Pula di teras-teras tokoh, mall, dan gedung-gedung pencakar langit, orang-orang bertengger dan berbelanja dengan sepuas, semua sibuk dan berdesakan seolah tak mau terlambat meraup untung dan ingin.

Di perempatan sana, di atas emperan jembatan tua kami bertemu dan bersua, sejenak bersalaman dengan secarik senyum yang tak lupa dilambaikan. Nampak dengan jelas alis tebal kepunyaan, atau juga senyum manisnya sesaat dan wajahnya yang juga ternyata ber-tahi lalat. Sungguh, Lara nampak cantik sore ini.

Di tengah titik kota rempah, pusat keramaian yang tumpah ruah tak terkendali, aku dan Lara bertemu kembali. Getar kaku dan malu kian men-detak dengan kencang di dalam gapura dada, seolah aku tak percaya pada perjumpaan ini, hingga harus sesekali merunduk meraba-raba kulit wajah seraya berkata "Apakah ini mimpi.?". Ternyata tidak, benar ini adalah Lara, perempuan beralis tebal itu.

Jalanan masih penuh dengan tumpang tindih klakson motor mobil yang berdesakan merebut ruang. Aku mencoba mengajak Lara untuk pergi ke sebuah taman, namun lagi-lagi malu masih menggebu-gebu mengunci mulut. Tak ada wacana yang terlaksana, Lara diam dan aku pun demikian, ia hanya menunduk sembari memoles ujung kukunya dengan kunci motor yang ia pegang. Sedang aku, terus bertarung dengan malu ku sendiri.

Bola matanya yang pekat nampak jelas ku lihat. Lara, kau tahu bahwa dada ku meronta pelan tak menentu. Alis mu yang tebal telah ku lihat jelas, pula dengan muka mu yang manis. Lara, aku tak sanggup menatap wajah mu, sebab temu kita sore itu semacam anugerah yang tak bisa aku uraikan dengan kata. Apalagi saat kau berdiri lalu mengajak ku menepi ke bibir pantai di sebuah taman, lalu kemudian menawarkan kopi kepada ku dengan bahasa yang teramat santun plus senyum.

Lara, aku kehilangan segala daya ku di dekat mu, aku tak abis pikir bila bisa bertemu dengan mu. Seolah ini hanyalah mimpi-mimpi panjang yang selalu ku reka dalam harap-harap. Namun kini, benar rupanya, kita dapat bertemu dan bersua di sebuah jembatan tua di tengah kota rempah. 

Maaf, bila kopi yang hendak kau tawarkan untuk ku tolak, meski aku ingin sekali mencicipi kopi bikinan mu hari itu. Terima kasih, telah luangkan waktu untuk menuai temu bersama ku di pinggiran pantai, sambil menatap senja-senja dari arah timur Halmahera.

Part I 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun