Mohon tunggu...
muhammad faizin
muhammad faizin Mohon Tunggu... PENDAMPING PKH

saya pribadi yang menyukai hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Copot tik tok, demi kualitas hidup yang lebih baik

21 September 2025   07:09 Diperbarui: 21 September 2025   07:09 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://zulfirman.com/blog/cara-hapus-permanen-akun-tiktok-lupa-sandi

Sudah satu minggu lalu saya memutuskan untuk mencopot aplikasi TikTok dari ponsel saya. Hal ini saya lakukan setelah mendengarkan sebuah podcast menarik tentang pengaruh video pendek terhadap kinerja otak. Dari podcast tersebut, saya mulai menyadari gejala-gejala yang timbul akibat penggunaan aplikasi TikTok. Saya sendiri pernah menjadi pengguna yang bisa dikatakan kecanduan aplikasi ini.

Setiap bangun tidur, hal pertama yang saya lakukan adalah membuka TikTok. Saat bekerja pun, saya masih sempat-sempatnya membuka aplikasi tersebut. Bahkan, tidak jarang saya menghabiskan waktu berjam-jam scrolling TikTok di kamar mandi. Aktivitas menonton video pendek ternyata memberikan dampak besar pada otak. Informasi yang diterima tidak dapat diproses secara utuh, karena terlalu sering disajikan dalam potongan-potongan singkat. Akibatnya, otak kita terbiasa menerima informasi sepotong-sepotong dan menjadi cepat lelah ketika harus mencerna informasi yang lengkap dan detail.

Dampaknya bisa kita lihat pada diri kita sendiri. Banyak dari kita yang kini lebih suka menonton trailer film daripada menonton film secara penuh. Otak sudah terbiasa dengan konten pendek dan kehilangan kemampuan fokus dalam waktu lama. Selain itu, adiksi terhadap TikTok membuat banyak waktu terbuang sia-sia.

Menurut data, pengguna TikTok di Indonesia rata-rata menghabiskan 44 jam 54 menit per bulan menggunakan aplikasi ini, atau sekitar 1 jam 30 menit per hari. Dari jumlah itu, 47,4% responden mengaku menggunakan TikTok lebih dari 2 jam per hari. Rinciannya:

5,6% menggunakan lebih dari 8 jam/hari,

9,9% sekitar 5--8 jam/hari,

31,8% sekitar 2--5 jam/hari.

Dari paparan penelitian tersebut jelas bahwa platform ini membuat banyak orang menjadi tidak produktif dan menyia-nyiakan waktu.

Setelah saya menghapus aplikasi TikTok, saya merasakan dampak positifnya. Saya menjadi lebih produktif, bisa membantu pekerjaan rumah, melipat baju, membersihkan rumah, bahkan setiap pagi sebelum berangkat kerja saya memiliki waktu lebih banyak untuk membaca artikel di Kompasiana, berita, maupun buku yang beberapa hari ini mulai rutin saya baca kembali.

Namun, harus saya akui bahwa adiksi terhadap TikTok tidak mudah dilepaskan. Sesekali muncul keinginan untuk menginstalnya kembali, karena beberapa informasi memang tersedia di sana. Untuk menyiasatinya, sesekali saya membuka TikTok lewat PC hanya untuk mencari informasi tertentu, tanpa scrolling berlebihan. Saya menyadari, bagi sebagian orang mungkin sulit untuk meninggalkan TikTok karena menjadi ladang rezeki. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana kita mengendalikan konsumsi video pendeknya, bukan semata-mata aplikasinya. Terlebih lagi, hampir semua platform media sosial kini menyediakan fitur video pendek serupa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun