Mohon tunggu...
Muhammad Dzikriyyan
Muhammad Dzikriyyan Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengkritisi sesuatu lebih dekat pada kemajuan daripada hanya fokus menjalaninya saja

Selanjutnya

Tutup

Roman

Sudah Berapa Tahun Sejak Saat Itu? Tiga Detik Pertama Yang Mengubah Narasi Hidup Seseorang

5 Mei 2025   12:37 Diperbarui: 5 Mei 2025   12:37 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Dalam hidup ini, ada momen yang datang tanpa kita duga, namun dalam sekejap, ia dapat mengubah arah takdir. Tiga detik pertama yang membuat pikiran berhenti sejenak, menatap dengan hati bukan dengan mata. Tiga detik pertama yang mengubah narasi hidup seseorang. Ada reaksi yang muncul tiba-tiba tanpa alasan, seolah-olah ia bukan orang yang tak dikenal meski baru pertama kali dilihat. Tiga detik itu mungkin hanya sebatas pandangan pertama, namun jejaknya bisa bertahan lama. Menyusun cerita dalam chapter baru yang sebelumnya tidak berisikan rasa.

Sering kali, kita merasa bahwa segala sesuatu harus direncanakan. Terjadi karena kita yang memulainya. Namun ada sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Terkadang, pertemuan itu terjadi tanpa disiapkan, di tempat yang tidak terpikirkan, dan dengan cara yang mungkin terasa kebetulan. Tetapi, jika kita lihat lebih jauh, bukankah semua yang terjadi dalam hidup ini adalah bagian dari rencana-Nya?

Mungkin kita sering berpikir kebetulan apa lagi yang akan terjadi. Kita mungkin tidak memahaminya saat itu, namun seiring waktu, kita menyadari bahwa semua itu terjadi untuk membawa kita ke tempat yang seharusnya. Sebuah momentum yang tidak direncanakan namun merupakan bagian dari rencana-Nya.

Bagaimana selanjutnya? Waktu adalah hal yang sering membuat kita ragu. Apakah kita bisa melewatinya? Apakah  waktu akan menggerus semuanya? Kita mulai mempertanyakan apakah kita cukup waktu untuk mengenal, untuk memberi, atau bahkan untuk menjaga. Tapi kadang, waktu adalah misteri yang lebih besar daripada yang bisa kita pahami. Ia punya pola tersendiri untuk menghubungkan setiap cerita dalam chapter kehidupan. Dalam ketidaktahuan justru kita belajar untuk dewasa dalam mengambil keputusan, menguji keyakinan, dan menghargai detik yang diberikan termasuk ketidakpastian yang datang bersamanya.

Tidak jarang keraguan datang karena persepsi. Persepsi kita tentang apa yang seharusnya terjadi, mampukah harapan saat ini melewati linimasa yang panjang. Harapan yang dapat berbenturan dengan apa yang dihadirkan di depan mata nantinya, bisa jadi kehadiran orang baru atau keadaan yang membingungkan.

Kita dibesarkan dengan cerita-cerita cinta yang sempurna, namun hal itu tidak selalu datang dalam bentuk yang kita harapkan. Ia bisa datang dengan cara yang tidak kita inginkan, atau bahkan dalam bentuk yang membuat kita merasa cemas dan ragu. Namun, keraguan ini bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses kita untuk memahami makna yang lebih dalam.

Perasaan kerap kali berada dipersimpangan dilema untuk tetap lanjut dan menunda rasa ini sampai waktu yang tidak ditentukan, ataukah benar-benar menyudahinya. Menjadi tantangan berat bagi seseorang yang baru saja meniti kesiapan untuk mampu menjalani ibadah terpanjang.

Secara sadar kita harus memahami bahwa memaksaan sesuatu pada waktu yang tidak tepat hanya akan memperburuk keadaan. Jika kita sepakat kalau yang kita inginkan adalah suatu kebahagiaan. Bukankah seharusnya dipersiapkan dengan lebih baik. Lebih-lebih di dalamnya mengandung kesabaran dan ikhtiar positif. Persiapan yang tidak hanya berbicara soal materil namun juga memperbanyak ukiran pengetahuan dan kesiapan emosional. Bahwa kita tidak hidup untuk diri sendiri, ada orang lain yang harus diberi manfaat, manfaat hati dan pikiran. Dengan begitu "Ridha Allah" bukan lagi menjadi hal yang abstrak, melainkan benar nyatanya.

Pada akhirnya akan tiba dimana kita  dipaksa memutuskan pilihan yang tidak mudah. Sesuatu yang menusuk dengan kuat, namun menguatkan. Memilih pergi tapi bukan untuk meninggalkan. Memilih untuk memberi ruang kepada diri sendiri, ruang untuknya tanpa kita, ruang kesabaran, ruang berkembang untuk mewujudkan cita-cita yang besar.  

Bahwa sekarang perahu ini hanya cukup untuk menampung diri sendiri. Ketika saat itu tiba, saat perahu ini sudah lebih besar dan lebih kuat. Ia akan berlabuh sejenak, memutuskan untuk berlayar, tapi kali ini tidak sendirian. Bersamanya, ia si tiga detik, semoga menjadi setiap detik yang menemani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun