Dalam beberapa tahun terakhir, istilah burnout semakin sering terdengar, terutama di kalangan pekerja urban dan generasi muda.Â
Fenomena ini mencerminkan kondisi kelelahan ekstrem yang tidak hanya fisik, tetapi juga mental dan emosional.Â
Meningkatnya tekanan kerja, tuntutan produktivitas yang terus-menerus, dan ekspektasi untuk selalu online membuat banyak orang merasa terjebak dalam siklus kerja yang tiada habisnya.Â
Apalagi sejak pandemi, di mana konsep bekerja dari rumah menjadi hal umum, batas antara waktu kerja dan waktu pribadi menjadi semakin kabur.Â
Akibatnya, ruang untuk beristirahat, menikmati hidup, atau sekadar bernapas terasa menyempit.Â
Inilah yang perlahan tapi pasti memicu munculnya burnout sebagai krisis diam-diam yang menggerogoti kualitas hidup dan kesehatan mental banyak orang.
Ketika Waktu Istirahat Tak Lagi Jelas
Kemajuan teknologi memang membawa banyak kemudahan, namun di sisi lain juga menciptakan tekanan tersendiri yang sering kali tak disadari.Â
Kita bisa bekerja dari mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja sebuah kemajuan yang dulunya mustahil, kini menjadi norma.Â
Namun justru di situlah letak permasalahannya, fleksibilitas itu sering kali berubah menjadi jebakan tanpa batas waktu. Notifikasi pekerjaan bisa muncul di malam hari, saat akhir pekan, bahkan di momen istirahat bersama keluarga.Â