Kecanduan ini dapat mengganggu prestasi akademik dan hubungan sosial, terutama jika pengguna merasa harus terus mengonsumsi vape untuk merasa tenang atau fokus.
Secara sosial, penggunaan vape bisa menimbulkan tekanan dari lingkungan pergaulan. Banyak remaja yang merasa perlu mengikuti tren ini agar diterima oleh teman-temannya, bahkan meski mereka sebenarnya tidak berminat.Â
Sebaliknya, pengguna vape juga bisa mengalami stigma dari lingkungan sekolah atau keluarga, terutama jika kebiasaan tersebut diketahui oleh guru atau orang tua.Â
Regulasi dan Tantangan Pengawasan
"Pemerintah Indonesia sudah mulai memperketat pengawasan terhadap produk tembakau alternatif ini. Dalam upaya menanggulangi peningkatan penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan." (Sumber: primer.energika.id)
Beberapa poin penting dalam PP 28/2024 antara lain:
Batasan Usia Konsumen: Penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dilarang kepada individu di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil.
Pembatasan Penjualan: Larangan penjualan secara eceran satuan per batang, serta pembatasan lokasi penjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Pengendalian Iklan dan Promosi: Pembatasan iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau dan rokok elektronik, termasuk di media sosial dan situs web komersial.
Peringatan Kesehatan: Penerapan peringatan kesehatan bergambar pada kemasan produk tembakau dan rokok elektronik.
Meskipun regulasi ini bertujuan untuk mengurangi prevalensi perokok remaja dan pemula, tantangan dalam implementasinya masih ada.Â