"Aceh, provinsi yang dikenal dengan julukan "Serambi Mekkah," memiliki banyak tradisi unik yang diwariskan turun-temurun."
Salah satu tradisi yang paling dinanti setiap tahunnya adalah Meugang, sebuah perayaan khas masyarakat Aceh yang selalu dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Meugang bukan sekadar tradisi makan daging bersama keluarga, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya yang kuat. Momen ini menjadi ajang berkumpulnya keluarga, berbagi rezeki dengan sesama, dan mempererat hubungan antarwarga.Â
Suasana menjelang Meugang pun selalu meriah, dengan pasar-pasar yang penuh sesak oleh warga yang berburu daging, aroma masakan khas yang menggoda selera, serta kegembiraan yang menyelimuti seluruh pelosok daerah.
Bagi masyarakat Aceh, Meugang lebih dari sekadar ritual kuliner ia adalah simbol kemakmuran, kebersamaan, dan rasa syukur atas rezeki yang diberikan.Â
Asal Usul Tradisi Meugang
Meugang telah berlangsung sejak masa Kesultanan Aceh pada abad ke-17. Pada masa itu, Sultan Aceh menjadikan tradisi ini sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyatnya dengan membagikan daging kepada masyarakat, terutama kepada mereka yang kurang mampu.Â
Meugang juga menjadi simbol kemakmuran kerajaan dan cara untuk mempererat hubungan antara pemimpin dan rakyat. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini terus berkembang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Aceh.Â
Jika dahulu hanya kalangan istana yang menginisiasi pembagian daging, kini setiap keluarga di Aceh berusaha merayakan Meugang dengan membeli dan mengolah daging sebagai sajian istimewa.Â
Bahkan, dalam beberapa daerah, warga yang merantau akan berusaha pulang ke kampung halaman demi bisa berkumpul bersama keluarga saat Meugang. Meski harga daging melonjak drastis menjelang Meugang, masyarakat tetap berusaha untuk tetap menjalankan tradisi ini.Â